Chapter 17 : Believe in you

11 1 0
                                    

[a story about the past]

"Hei Rose, sudahlah jangan melamun lagi. Profesor akan segera tiba. Cepat selesaikan pekerjaanmu."

"Astaga Neil, supnya!" Rose bergegas ke dapur untuk mematikan kompor. Hampir saja daging ikan tunanya menjadi terlalu lunak, mungkin jika dibiarkan beberapa menit lagi ia akan hancur.

Beberapa hari telah berlalu dan hari ini waktunya profesor dan Ricci kembali dari Amerika. Persiapan penyambutan mereka sudah hampir selesai. Rose dan Neil mengerjakannya dari pagi-pagi sekali di dapur kantor mereka. Seperti yang kau lihat tadi, Rose yang memasak sedangkan Neil yang menempelkan beberapa hiasan dan tulisan di dinding.

Tetapi Rose membuat Neil bingung, ia kedapatan melamun terus-terusan dari pagi. Itu membuat Neil sedikit khawatir dan bertanya-tanya. Ia pikir Rose hanya terlalu bahagia akan kedatangan mereka. Sejujurnya Neil tidak yakin tentang itu.

Tentu saja pasti Rose tidak akan memberitahu Neil tentang ancamannya. Ia merasa serba salah.

"Lihat! Bukankah itu Dick dan Hanest," Neil mengagetkan Rose yang sedang mengaduk-aduk supnya. Ia mengambil remote dan membesarkan volume televisinya.

"Shit! Ternyata benar mereka yang menyabotase laboratorium kita! Rose ternyata mereka! Akhirnya mereka tertangkap," ungkapnya dengan perasaan puas.

Setelah selesai dengan supnya, Rose menghampiri Neil dan ikut menonton berita di televisi.

"Neil, darimana kau tahu mereka. Apa kau pernah bertemu mereka sebelumnya? Kupikir aku tidak tahu wajah mereka, hanya profesor sering menyebut-nyebut namanya," tanya Rose berpura-pura tidak tahu. Padahal kemarin siang Rose sendiri telah melewati peristiwa penculikan yang dilakukan kedua orang itu, untung ia bisa membuat alasan yang masuk akal untuk menyembunyikannya dari Neil. Tapi ia sedikit keheranan, darimana Neil bisa tahu mereka sampai mencurigainya melakukan sabotase pada laboratorium mereka.

"Sebenarnya aku pernah bertemu mereka beberapa kali saat pertemuan rutin di gedung presiden. Lalu profesor dan aku mencurigai seseorang dibalik sabotase itu. Dan ternyata kecurigaan kami benar," jelas Neil dengan air muka gembira.

"Tapi akhirnya mereka ditangkap kepolisian, memalukan sekali," tambahnya.

Rose mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. Keparat itu sudah ditangkap, Rose bisa bernapas lega sekarang. Tinggal menunggu putusan hakim untuk mengetahui berapa lama mereka mendekam di penjara. Ternyata kemampuan penjahatnya hanya sampai disini, penjahat yang amatir, pikir Rose.

Seketika saja suasana hati Rose kembali ceria. Sebuah batu besar di dalam hatinya terasa sudah terkikis habis. Matanya kini sudah mulai fokus kembali. Hampir saja, pemeriksaan laboratorium seminggu lagi, untungnya ia tidak bertindak gegabah dengan dokumen itu.
Tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi, semuanya sudah terkendali. Pikirannya kini ia tujukan hanya untuk pesta penyambutan.

Rose pergi ke depan cermin di ruang tamu yang dipakai sebagai ruang penyambutan itu dan mematut dirinya di sana. Kecemasannya kini berganti seputar fashion yang ia kenakan pagi hari ini.

Ia membenarkan pita rambutnya yang sedikit melorot ke bawah. Lalu berputar-putar dengan rok renda selutut dan selop kulitnya. Hari ini bukanlah hari yang terlalu formal sehingga harus mengenakan kemeja dan rok, tetapi Rose menginginkan itu.

Apa ini tidak terlalu berlebihan?

Seakan tahu apa yang ada di benak Rose, Neil berujar "tidak Rose, kau terlihat anggun dengan itu. Kapan lagi kita berpakaian layaknya manusia modern, setelah setiap hari hanya jas putih dan celana jeans membosankan yang selalu menempel di tubuh kita."

Dandelion's promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang