Perfection Of Love -18 - who are you?

367 20 7
                                    

"Jika aku rindu apa kau juga rindu? Kau pernah bilang kita sejiwa, tapi kenapa kau senang menyakiti jiwa mu sendiri?" - Thalia

***

Thalia POV

Jika ini hujan mengapa tak kunjung reda?
Jika ini sakit mengapa tak kunjung sembuh?
Jika ini hitam mengapa tak kunjung putih?
Jika ini keruh mengapa tak kunjung jernih?

Sudah menjadi fakta jika seseorang lebih senang menorehkan luka daripada mengukir bahagia.

Kenapa sosokmu harus hadir hanya untuk mengukir luka?
Kenapa jemarimu harus kugenggam jika hanya mencengkram duri?

Sebulir air jatuh membasahi kertas terukir pena hitam yang ku genggam yang akrab ku sebut diary. Air mata yang selalu ingin ku bendung kini goyah, hal seperti ini yang membuatku benci untuk tidak menyibukkan diri, aku benci kesendirian dan kesepianku.

Tiga tahun lalu, aku memutuskan untuk lari dari segala kenangan dan kepahitan di tanah kelahiranku dan tinggal bersama keluarga papa. Namun aku malu jika tiap hari ada yang mengetuk pintu kamarku karena mendengar ada isakan pilu dari balik sana. Akhirnya aku memutuskan pergi dan hidup sendiri, alasan mandiri ku jadikan alibi untuk ayah dan mereka mengizinkanku.

Ddrrrrrrttt... Ddrrrrrttt...
Ku dengar suara getaran dan juga ringtone lagu milik davinci dari arah benda pipih ber' case ungu diatas nakas tepat disamping ranjang yang saat ini kutempati berbaring, nostalgia ku seketika buyar dan kembali pada duniaku sekarang. Segera kuseka air mataku dengan kedua punggung tanganku. Dengan cepat lenganku meraih ponsel yang hanya berjarak dari beberapa sentimeter dariku. Sebelah alisku terangkat saat melihat telpon masuk dari nomor yang tidak kukenal.

"Halo?" aku menjawab telfon. Ku dengar suara seorang pria dari arah sana.

"Hai,Thalia. Aku Dave." ujarnya terdengar ramah.

"Oh kamu, ada apa?"

"Hari ini kamu sibuk?"

"Tidak juga, hari minggu aku libur kerja dan kuliah."

"Boleh kita ketemu?"

Sejenak aku terdiam mendengar ajakannya, mempertimbangkan permintaannya. Sampai akhirnya aku setuju, daripada harus menghabiskan waktu dengan segala memory sialanku itu."Baiklah. "

"Oke, dalam waktu tiga puluh menit aku sampai ke apartemenmu untuk menjemputmu. See you! " ucapnya sebelum menutup telpon.

"see you."

Dengan cepat aku bangkit dari posisi tengkurap kemalasanku, bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selang lima belas menit kemudian, acara mandiku selesai dan segera meraih blouse rajut berwarna hitam juga mantel tebal berwarna dusty pink lengkap dengan celana skinny jeans hitam dari lemari. Cuaca dingin tidak membuatku bergairah untuk memakai dress seperti yang selalu ku kenakan saat di Indonesia.

Riasan natural yang selalu ku poleskan diwajahku juga selesai, rambutku yang dulu panjang kini hanya sebatas bahu dan kubiarkan dia tergerai lalu kuraih sepasang boots polos berwarna hitam dari rak sepatu di sudut ruang tamu apartemenku.

Dddrrrrtt...Ddrrrrtt...
Suara getaran dan ringtone yang sama seperti tiga puluh menit yang lalu kembali terdengar dari atas nakas. Dan masih panggiln dari nomor yang sama. David.

"Ya, aku sudah selesai. Aku akan segera turun." jawabku lalu langsung menutup panggilannya.

***

Perfection Of Love - [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang