11 🔰 D

632 44 0
                                    

"Pak Bejo... "

"Ya neng? Loh- loh neng kok nangis sih?" Pak Bejo menepikan mobil lalu keluar mobil dan membuka pintu mobil yang ada di samping gue.

Dengan raut khawatir pak Bejo mulai mendekati gue lalu mengusap air mata gue yang menjatuhi pipi. Sumpah kok pak Bejo jadi so sweet gini sih? Dia kelebihan gula atau garam sebenarnya?

Kendal Jenner kan jadi heran.

"Neng Adinaya kenapa? Kok tiba-tiba nangis gini?"

Gue menggeleng lemah, "Gak tau pak Bejo, cuma pengen nangis aja rasanya."

Pak Bejo diam menyaksikan tangisan gue yang semakin menjadi. Sebenarnya gue juga bingung kenapa tiba-tiba gue menangis kayak air pancoran gini. Cuman hati gue gak tahu kenapa rasanya sakit banget sewaktu tahu kalau laki-laki menyebalkan bernama Aldo itu selalu perduli dengan gue. Padahal saat ini gue gak mau lagi berurusan dengan dia. Gue gak mau menyakiti dia. Gue mau menjauhi dia. Tapi kenapa rasanya gue juga ikut sakit saat gue ngelakuin itu ke dia.

Ku sayang dia, rindu dia, dianya siapa.

Anji mode on guys

"Apa perlu bapak belikan teh hangat biar neng Adinaya tenang?"

Gue mengangguk dan membiarkan pak Bejo keluar mencari teh hangat. Gue berharap nanti setelah gue minum teh hangat hati gue bakal kembali seperti semula. Tapi kata Via Vallen, hati gue lebih cocok seperti es teh plastikkan, yang setelah di gunakan akan di tinggalkan oleh pembelinya.

Jigur. Gue baper mulu dah perasaan.

Saat gue hanyut dalam mode aneh bin menyebalkan ini, tiba-tiba pintu mobil gue kembali di ketuk. Gue kira saat itu yang mengetuk adalah pak Bejo atau laki-laki itu namun perkiraan gue salah.

"Neng koran neng? Biar gak galau pagi-pagi gini?"

Bangsidun. Gue kira dia Aldo. Gue udah dag dig dug aje di dalam mobil. Kampret.

"Gak mas. Makasih!"

Penjual koran itu pun pergi. Gue kembali menutup mobil gue, kali ini gue udah gak perduli lagi siapa yang akan mendatangi gue. Gue harap pak Bejo cepat- cepat datang supaya gue gak menunggu lebih lama lagi. Supaya gue gak berharap kalau Aldo bakal ngedatengin gue membawa teh manis dan juga donat kesukaan gue. Di tambah senyum manisnya doi juga boleh sebenarnya.

Nawar mulu lo Supeni, kek ibu-ibu nawar harga kangkung dua ribuan di tawar jadi lima ratus perak.

Pintu mobil kembali di ketuk. Dengan gerakan malas gue pun membukanya.

"Beli dimana pak tehnya? Kok lama banget?" Kata gue sambil membuka pintu mobil lebar-lebar seperti gue membuka pintu hati gue untuk doi. Gak taunya setelah gue ngebuka pintu hati gue dia bilang kalau dia salah masuk rumah.

Gila gue kenapa sih?

"Lo kenapa? Lo sakit? Kenapa di paksain masuk sekolah sih?"

Rentetan pertanyaan dengan suara cuek namun perduli itu mendengung di telinga gue, hingga membut gue mendogkakkan kepala gue untuk melihat sesosok setan yang mirip banget dengan wajah Aldo kampret.

Gue menjerit histeris lalu beringsut mundur hingga ke pojok pintu mobil yang ada di belakang gue.

"Kampret. Gara-gara gue mikirin Aldo, kok dimana-mana jadi ada Aldo si setan kaleng sih? Ya Allah hapus dosa-dosa Supeni ya Allah. Supeni tahu kalau Supeni tuh banyak dosa, tapi jangan hantuin Supeni dengan wajah Aldo ya Allah, Peni takut khilaf soalnya." Kata gue sambil mengangkat kedua tangan gue, berdoa kepada Allah semoga doa gue di kabulin saat ini juga.

Long Distance RelationShit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang