10. 💔💔

821 40 0
                                    

"Pak Riki, saya suka sama Bapak.! " ucap Alissa seketika di depan Riki yang sedang duduk di hadapannya.

"Saya tahu. " jawab Riki tak bergeming.

"Saya serius. " ucap Alissa tanpa ragu.

"Saya juga serius. "

"Ini bukan suka yang seperti itu. Tapi saya Cinta sama bapak. Saya mau jadi istri bapak. " ucap Alissa membuat Riki memalingkan wajah menatapnya.

"Ngaco kamu. Sana kerja! " ucap Riki menggerakan tangannya mengisyaratkan agar Alissa keluar dari ruangannya.

"Ta.. Tapi. " ucap Alissa terbata.

"Ah baiklah. " memasang wajah sedih.

Setelah beberapa langkah Alissa dengan cepat kembali menghampiri Riki mencuri sebuah ciuman darinya. Riki sendiri terkejut dengan tingkah laku karyawannya. Bagaikan di hipnotis Riki hanya diam mematung sampai Alissa selesai menciumnya.

"Anindya.. !" ucap Riki terkejut melihat Anindya telah berdiri di depan pintu.

"Mbak. Ah aku permisi ya ." ucap Alissa kemudian pergi meninggalkan mereka.

"Aku mengganggu ya?  Maaf. " ucap Anindya membalikkan badannya.

"Tunggu, kita harus bicara. " ucap Riki menghampiri Anindya dan mengajaknya duduk di Sofa yang telah tersedia.

"Bicara apa? " tanya Anindya.

"Yang tadi itu,, tidak seperti yang kamu lihat. " ucap Riki.

" oh itu.. Hahaa.. Gapapa kok. Kalian sudah pacaran ya? Wah selamat..! " ucap Anindya tersenyum.

"Aku sama dia gada hubungan apa-apa. " ucap Riki.

"Masa?  Gak ada hubungan tapi.. "

"Dia menciumku terlebih dahulu. "

"Tapi kamu juga menyukainya kan? " ucap Anindya masih tersenyum.

"Anindya... "

"Ah aku harus pergi, tadi aku cuma mau ngasih ini aja nih. Aku buru-buru. " ucap Anindya memberikan flasdisk milik Riki yang kemarin di pinjamnya.

"Selamat ya. Ciee udah gak jomblo. " ucap Anindya tersenyum meninggalkannya.

Dalam senyumnya Anindya menyimpan luka yang terpendam. Luka yang terus di tahannya. Luka yang hanya dirasakannya. Luka yang tidak terlihat tetapi begitu menyakitkan. Begitupun dengan Riki. Entah apa yang harus di lakukannya karena nyatanya gadis itu tak mau mendengarnya. Bagaimanapun semua orang yang melihatnya pasti akan sama salah pahamnya. Salahnya sendiri yang tidak menolak ciuman dari gadis itu. Ciuman yang tidak pernah di lakukannya dengan gadis manapun.

*****

Anindya pergi meninggalkan Riki dengan beralasan ada keperluan. Padahal tadinya dia berniat untuk mengajak Riki makan siang. Rasa laparnya berubah seketika menjadi rasa kecewa karena cemburu. Bagaima tidak cemburu ini bukanlah kejadian salah paham seperti dulu. Kini mereka benar-benar berciuman dan Anindya melihatnya sampai akhir. Rasa kecewa yang menyelimutinya semakin besar mengingat kejadian semalam.

"Kenapa dia ingin menciumku semalam?  Mengapa?  Astagfirullah.. " ucap Anindya dalam hati.

Sorot matanya yang terhalang air mata membuatnya jatuh karena tersandung. Dia jatuh duduk di trotoar jalan membuatnya tak ingin bangkit dari tempatnya duduk. Dia menunduk menangis.

"Nana..?! " tanya seorang pria mengulurkan tangannya.

"Roby.. " ucap Anindya menerima uluran tangannya.

"Jangan menangis di jalanan nanti kamu di tangkap polisi di kira pengemis. " ucap Roby mengajaknya duduk di bangku taman.

"Jadi kenapa? " tanya Roby.

"Pria itu mencium gadis lain. " ucap Anindya menangis.

"Pria mana? "

Bukannya menjawab pertanyaan Roby Anindya malah semakin kencang menangis.

"Aku harus apa?  Kalo kamu luka karena jatoh sih aku bisa bantu bersihin luka kamu. Tapi kalo hati kamu yang sakit... "

"Apasih.. Lagian ngapain juga aku nyerita sama kamu. Udah aku duluan yah. " ucap Anindya pergi.

"Eh dasar cewek aneh, di hibur malah pergi gitu aja. " gerutu Roby.

*****

Cinta Dalam Do'a  ANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang