2. Mengingari Janji

1.1K 57 0
                                    

Anindya duduk di bangku taman kota menunggu seorang pria yang berjanji akan meluangkan waktunya malam ini untuk sahabat kecilnya. Dua jam telah berlalu, jam tangan telah menunjukan jam 9 malam. Tetapi, pria yang di tunggu tidak kian datang. Dia mulai resah, marah dan kecewa. Beberapa chat telah di kirim. Jangankan chat yang tidak ti jawab, telpon pun tidak di angkatnya. Sebetulnya apa yang terjadi?

Rintik-rintik hujan kian turun semakin deras membasahi tubuhnya. Dia masih menunggu pria itu sampai hujan reda tidak peduli dengan tubuhnya yang kian basah kuyup. Kini sudah jam 10 malam lebih. Harus berapa lama lagi ia harus menunggu? Dia telah bosan duduk di sana sampai kakinya terasa kebas karena dingin. Dia mulai berjalan berharap di perjalanan dia bertemu pria itu yang datang terlambat karena sibuk.

Sesampai di depan sebuah cafe dia berdiri memandangi isi cafe berharap pria itu ada di cafenya. Rasanya malu masuk ke dalam cafe dengan tubuhnya yang basah kuyup itu. Dia berjalan lagi meninggalkan cafe.

Saat berjalan dia melihat seorang pria dan wanita berjalan berdua di depannya. Dia mengenal pria itu. Anindya memutuskan untuk tetap berjalan di belakangnya. Rasa penasaran dan juga kecewa menyelimuti perasaannya.

"Terimakasih ya, padahal kamu sibuk tetapi malah mengantarku pulang. " ucap gadis itu.

"Tidak masalah, kapanpun kamu butuh bilang saja. Aku akan mengabulkannya. " ucap Riki.

"Terimakasih. Tetapi pekerjaan kamu lebih penting kan? "

"Lebih penting kamulah, aku kan sudah sering bilang jadi jangan sungkan ya.! " ucap Riki menggenggam tangan wanita itu.

Jelas sekali betapa dia menyukai gadis itu sampai bisa berbicara seperti itu. Anindya yang mendengar ucapan mereka berdua rasanya hatinya seperti di iris. Lalu memilih mengambil jalan pintas untuk pulang agar tidak berjalan terus di belakang pria itu.

Dia menghempaskan tubuhnya yang sudah berganti pakaian ke ranjangnya yang besar itu. Di lihat dari belakang saja wanita itu terlihat sangat cantik jika di bandingkan dengannya. Kakinya yang jenjang, kulitnya yang Bagus, rambutnya yang lembut berkilauan serta perutnya yang langsing menyempurnakan penampilannya. Rasanya Anindya tidak sanggup jika harus bersaing dengannya.

Perasaanya kian sakit sesakit sakitnya. Menyesal karena melihatnya. Sulit rasanya mengetahui pria yang di sukainya sedari dulu memilih wanita lain dan melupakan janjinya. Janji yang dibuatnya sendiri. Apakah Anindya begitu tidak berharganya di mata pria itu. Dia menangis sampai matanya terasa sembab dan perih.

Pagi ini sepertinya dia tidak bisa masuk kuliah karena kepalanya yang terasa sangat pusing kehujanan semalam.

"Nak kamu tidak kuliah? " tanya ibunya.

"Tidak bu, kepalaku sakit sekali. " ucap Anindya masih memakai selimbut.

"Yasudah ibu bilang Riki ya biar... "

"Tidak bu, tidak usah. Jangan beritau dia. " ucap Anindya memotong ucapan ibunya.

"Kalian bertengkar lagi ya? Bukannya semalam kalian pergi bersama sampai larut malam? "

Anindya hanya diam tidak menjawab ucapan ibunya. Apakah ibunya akan tetap membela pria itu seperti biasanya jika tahu bahwa pria itu telah mengingkari janjinya pada putrinya. Bahkan dia tidak meminta maaf meski sekedar lewat chat sekalipun.

*****

Hari ini Riki memasuki kelas yang ramai tiba-tiba hening saat ia mulai duduk di kursinya. Ya, Riki memang terkenal sebagai dosen killer di kampus ini. Riki mulai mengabsen satu persatu mahasiswanya. Dia tidak melihat gadis yang sangat di kenalnya di dalam kelas.

"Rani, kemana Anindya? " tanya Riki pada sahabat Anindya satu-satunya di kampus.

Memang, Anindya selama ini tidak mudah bergaul dan dekat dengan orang lain sehingga dia tidak memiliki banyak teman dekat.

"Dia,, dia tidak enak badan pak. " ucap Rani ragu karena sebenarnya Anindya tidak menghubunginya sama sekali.

"Bukannya Bapak pacarnya ya? Kok gak tahu sih? " ucap seorang mahasiswi yang di iyakan beberapa anak yang lainnya.

"Jangan bergosip. " ucap Riki membuka pelajarannya.

"Bener kok, aku sendiri yang lihat Bapak mengantar Anindya ke rumahnya ya kan? " ucap Arya yang tidak di jawab Riki.

"Padahal saya mau nembak Anindya tapi kayaknya belum apa-apa udah kalah saing tuh. " ucap Arya lagi.

"Tembak ya tembak saja. Lagian dia tidak suka pria brandal. " ucap Riki yang langsung membuat Arya mati kutu.

Arya memang pria berandal juga playboy di kampus ini. Riki rasanya tidak rela jika teman gadisnya itu pacaran dengan pria seperti itu.

"Kamu sekarang sudah dewasa, banyak pria yang menyukaimu. " ucap Riki dalam hati.

*****

"Pak, boleh saya bicara? " tanya Rani mengikuti Riki yang sudah keluar kelas.

"Ya, ada apa Ran? "

"Emmm.. Anu. Sebenarnya.. Sebenarnya saya tidak tahu Anindya kenapa tidak masuk hari ini. Bukankah semalam kalian jalan dan nonton. Memangnya dia tidak menghubungi bapak? Maaf pak, Anindya sering bercerita tentang bapak pada saya. Sekali lagi maaf pak. " ucap Rani menundukan kepalanya berkali-kali.

"Iya nanti akan saya tanya. "

"Terimakasih pak. " ucap Rani.

Sial, Riki benar-benar lupa jika malam tadi seharusnya dia jalan dengan Anindya. Karena wanita yang mendatanginya semalam ke cafenya dia jadi lupa waktu dan janji yang telah di buatnya sendiri. Anindya pasti marah karena Riki tidak datang menemuinya.

*****

Cinta Dalam Do'a  ANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang