Petualangan Dimulai

143 4 0
                                    

Keesokan harinya aku berpamitan kepada Pak Burhan untuk memulai petualanganku membangun ikatan dengan masyarakat. Beliau berpesan agar aku tidak berpuasa sunnah dulu, karena tradisi masyarakat sini adalah menjamu tamu dan tamunya tidak boleh menolak, jika menolak itu berarti tidak menghargai mereka. Aku mengayuh sepeda Furqan yang diserahkan kepadaku untuk kugunakan dalam kegiatanku sehari-hari.  Hari pertama ini aku bermaksud berkunjung ke rumah Pak Amir, salah satu warga yang berprofesi sebagai nelayan dan sering ngobrol denganku di hari-hari terakhir i’tikafku. Cukup menarik bagiku untuk mengetahui lebih jauh kehidupan nelayan yang belum pernah kuketahui sebelumnya.
Berbekal petunjuk yang diberikan Pak Amir sebelumnya, aku menyusuri jalanan kampung mencari keberadaan rumah Pak Amir. Beberapa kali aku harus bertanya kepada orang yang kutemui untuk mendapatkan petunjuk yang lebih akurat. Orang-orang yang kutanyai itu juga bertanya tentang siapa aku dan setelah kujelaskan secara singkat sebagaimana yang sudah-sudah mereka jadi lebih bersahabat dan bahkan menawariku untuk mampir. Mereka juga sangat mengenal Pak Burhan karena beliau rupanya adalah orang yang sangat terpandang di kampung ini.
Akhirnya sampai juga aku di rumah Pak Amir. Sambutan keluarganya sungguh luar biasa hangatnya, seperti menyambut keluarganya yang baru pulang dari rantau. Sambil menikmati hidangan kue-kue dan makanan khas lebaran, Pak Amir bercerita tentang suka dukanya jadi nelayan, kehidupan keluarganya, dan juga kehidupan kebanyakan para nelayan di situ.
Hal yang dikeluhkan para nelayan yang kebanyakan adalah nelayan kecil dengan kapal yang berkapsitas 1-2 ton, adalah ketika musim cuaca buruk yang pasti terjadi setiap tahunnya, mereka hampir selalu terjerat hutang kepada rentenir untuk menyambung hidup dan modal melaut kembali. Hal ini terus menerus terjadi setiap tahunnya, berulang dan berulang lagi seakan sudah menjadi tradisi. Habis mau bagaimana lagi, tidak ada lagi alternatif lain untuk bisa mendapatkan pinjaman. Selain itu Pak Amir juga menceritakan tentang fenomena kondisi ekonomi para nelayan yang stagnan selama bertahun-tahun nyaris tanpa perubahan berarti.
Pak Amir juga mengajakku berkeliling berkunjung ke rumah-rumah warga di sekitar rumahnya. Tak kusia-siakan kesempatan ini untuk berkenalan dan bertanya lebih banyak lagi kepada mereka. Dengan ramah mereka menyambutku dan melayani pertanyaan-pertanyaan dariku. Rata-rata mereka menyampaikan hal yang sama dengan yang telah disampaikan Pak Amir sebelumnya. Aku menghabiskan waktu sampai menjelang ashar di rumah Pak Amir dan beberapa orang tetangganya, merasakan aneka makanan yang mereka suguhkan dan keramahan serta semangat kekeluargaan yang mereka tunjukkan. Setiap aku berpamitan aku selalu menanyakan apakah aku boleh sering-sering datang lagi dan semua mempersilahkan dengan senang hati.
Setelah shalat ashar di surau dekat rumah Pak Amir aku pamit pulang. Dalam perjalanan pulang aku memikirkan apa yang akan kulakukan selanjutnya untuk menjalin ikatan dengan mereka tadi. Akhirnya aku memutuskan dari mengajak dan membantu mereka untuk menjaga kebersihan lingkungan, karena kulihat perkampungan mereka cenderung kumuh dan kurang terawat, padahal masih banyak lahan yang bisa digunakan sebagai penampungan dan pengolahan sampah. Baiklah, besok aku akan mulai menggiring pembicaraan ke arah kesadaran akan kebersihan lingkungan dan kesiapanku membantu masing-masing keluarga untuk membersihkan lingkungannya.
Ketika melewati lapangan kulihat banyak anak-anak yang sedang berkumpul untuk bermain sepakbola. Aku menghampiri mereka setelah kulihat Furqan ada di antara mereka. Aku bertanya apakah ngajinya masih libur kok jam segitu sudah ada di lapangan, tidak seperti biasanya yang jam 4.30 baru pada ngumpul. Ternyata jadwal ngajinya telah kembali seperti semula di luar bulan Ramadhan yaitu setiap habis maghrib. Aku lalu ikut bergabung main sebentar sekedar untuk mengobati rinduku bermain bola setelah 3 bulan lebih tidak menyentuh bola sama sekali. Aku kemudian menunggu di tepi lapangan sampai mereka selesai main.
Setelah mereka selesai bermain mereka menghampiriku dan mengomentari caraku bermain yang menurut mereka sangat bagus. Aku lalu menawarkan untuk melatih mereka sesuai rncanaku dan mereka menyambutnya dengan sukacita. Lalu aku pulang ke rumah dengan memboncengkan Furqan.
Sehabis makan malam sambil menunggu waktu isya aku berbincang-bincang dengan Pak Burhan. Aku menceritakan pengalamanku sepanjang hari tadi termasuk rencana melatih sepakbola bagi anak-anak kampung sini. Beliau sangat senang  mendengarnya dan berjanji besok akan membelikanku sepatu olahraga di kota.
Keesokan harinya aku kembali ke perkampungan yang kemarin kudatangi, berkunjung dari rumah ke rumah mengkampanyekan pentingnya hidup bersih dari sisi tuntunan syariat dan kesehatan. Aku menyampaikannya pelan-pelan sampai mereka benar-benar memahaminya. Hingga akhirnya timbul kesadaran untuk bersama-sama warga yang lain menciptakan lingkungan yang bersih.
Demikianlah aku memulainya dari kampanye hidup bersih dari satu rumah ke rumah yang lain, sampai akhirnya mereka menjadwalkan acara kerja bakti bersih-bersih lingkungannya masing-masing seminggu sekali. Setelah masalah kebersihan beres, aku baru mulai pro aktif membantu pekerjaan warga yang kutemui setiap hari ketika aku berkeliling kampung. Mulai dari pekerjaan di kebun dan ladang seperti menyiangi tanaman, memanen sayuran, sagu, umbi-umbian, kelapa, dan lain-lain, ikut menangkap ikan di laut sampai menjualnya di pasar ikan, menyulam jaring ikan, sampai membantu menjaga balita yang ibunya harus mengerjakan sesuatu. Semua pernah kulakukan dengan riang dan orang-orang yang kubantu pun menerima hasil pekerjaanku dengan senang hati, meskipun tidak sebagus yang mereka kerjakan. Dan aku menemukan kebahagiaan tersendiri ketika aku berpamitan mereka melepasku dengan senyum bahagia.
Semakin hari aku semakin akrab dan semakin memahami kondisi yang mereka rasakan. Mereka tidak ada yang canggung lagi ketika aku ingin bergabung membantu pekerjaan mereka. Sambil bekerja bersama mereka, aku banyak mendengar cerita tentang kehidupan mereka, tentang keinginan dan cita-cita mereka, dan tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Dari situ aku lalu bisa menyesuaikan isi ceramahku ketika aku diberi jadwal untuk mengisi kuliah shubuh dan majlis ta’lim mingguan di masjid dan di beberapa surau.
Dalam setiap ceramahku aku selalu menekankan tentang sempurnanya ajaran Islam yang menjadi solusi bagi semua persoalan dalam kehidupan manusia, namun untuk mewujudkan Islam sebagai solusi bagi semua orang, semua komponen kaum muslimin harus saling menguatkan, saling bekerjasama, dan saling bersinergi. Karena jika tidak demikian maka Islam hanya mungkin menjadi solusi bagi sebagian orang tapi tidak bagi sebagian yang lain. Selain itu aku juga menekankan tentang pentingnya menjaga ukhuwwah dan berperilaku yang sesuai dengan prinsip akhlaqul karimah, karena dua hal ini menjadi tolok ukur kekuatan dan kemuliaan kamu muslimin di mata umat manusia pada umumnya. Dan juga menanamkan keinginan yang kuat di dalam diri mereka untuk meningkatkan ilmu agama yang akan menjadi pegangan hidup mereka.
Sejak satu bulan berjalan aku sudah memiliki jadwal kegiatan yang tetap. Setiap hari dari pagi sampai siang aku bekerja bersama warga. Lalu sorenya setiap dua hari sekali aku melatih dan bermain sepakbola denga Furqan cs. Jika sedang tidak bermain bola aku biasanya membantu pekerjaan Pak Burhan. Lalu di masjid aku mendapat jadwal mengisi majlis ta’lim setiap hari ahad malam sehabis shalat maghrib dan kuliah shubuh setiap hari senin dan kamis pagi. Selebihnya adalah kegiatan tidak tetap seperti memenuhi undangan warga atau undangan mengisi majlis ta’lim di surau-surau.
Bagiku inilah jalan dakwahku. Aku akan membuat masyarakat yang akan menjadi mad’u (obyek dakwah) menerima kehadiranku lebih dulu, sampai mereka lah yang menginginkan dakwah lebih lanjut. Karena ketika mad’u telah menginginkan dakwah, maka dakwah akan masuk dengan mudah ke dalam hati mereka, apalagi jika dalam menyampaikannya pelan-pelan sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Bukankah tujuan dakwah adalah agar bisa diterima ? Dan inilah jalanku. Dengan terjun bekerja bersama mereka dalam kehidupan sehari-hari, lalu mendengarkan keluhan-keluhan meraka, kemudian berusaha memberikan solusi yang harus diupayakan bersama-sama. Sampai kapan pun aku akan selalu berusaha  untuk seperti ini. Aku tidak ingin menjadi da’i yang hanya bisa menjelaskan hukum-hukum syar’i tapi tidak mau bekerja bersama mad’u yang memerlukan bimbingan langsung dan membantu mad’u untuk menemukan solusi bagi masalah yang dihadapinya.

Angin dan BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang