Suara Seorang Gadis yang Mengusik Pikiran

186 4 0
                                    


" Faiz, kira-kira apa yang akan kamu lakukan untuk mengambil hati kaum muslimin yang ada di daerah ini ?", tanya Pak Burhan membuka obrolan ketika kami berdua mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang membelah lebatnya kebun cengkeh dengan trek yang menurun.

" Berdasarkan pengalaman, biasanya saya akan membuat orang-orang nyaman dengan keberadaan saya dengan cara mulai menyapa dengan ramah dan sopan, memuji kebaikan mereka yang tampak oleh saya, membantu pekerjaan mereka, lebih banyak mendengar daripada berbicara. Lalu mendengarkan keluhan-keluhan mereka untuk kemudian mencoba membantu mencarikan solusi bagi masalah yang sedang mereka hadapi itu. Seperti itulah yang biasa saya lakukan untuk membangun sebuah ikatan dengan orang lain, karena prinsip yang saya pegang adalah pada dasarnya manusia itu senang jika merasa dimuliakan atau mendapatkan sebuah kemudahan atau keuntungan dari orang lain", jawabku.

" Ya... kamu memang seperti itu dan aku sudah melihat dan merasakannya sendiri. Tapi kira-kira dari mana kamu akan memulainya agar bisa cepat mendapatkan simpati dari masyarakat atau agar mereka cepat mengenalmu ?".

Aku terdiam sejenak memikirkan jawabannya. " Mungkin saya akan memulainya dari masjid atau dari anak-anak mereka. Tapi saya kan belum tahu kondisi masyarakatnya secara langsung pak, jadi saya belum bisa menentukan dari mana saya akanmemulainya. Saya baru tahu dari cerita-cerita antum saja".

" Hmm... benar juga. Kalau begitu besok akan kuajak kamu berkeliling kampung untuk melihat-lihat dan mempelajari lingkungan. Malam ini istirahatlah dulu di rumah, tidak usah ke masjid dulu. Besok kamu baru bisa sholat di masjid". Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Pak Burhan itu.

Perjalanan turun ini tentu saja jauh lebih cepat daripada ketika naik dulu. Selain karena jalannya menurun juga karena tidak terganggu dengan suasana panen cengkeh. Sepanjang perjalanan kami hanya melewati beberapa orang yang sedang bekerja merawat pohon cengkeh mereka.

Sesampainya di posko atau pondok di kebun Pak Burhan yang ada di bawah, kami langsung naik motor menuju rumah. Aku hanya sempat menyapa Bang Firman dan Bang Gani dari kejauhan karena mereka berdua sedang bekerja menyiangi rumput di area sekitar pondok sedang kami ingin buru-buru segera sampai rumah.

Ketika sampai di rumah Pak Burhan aku langsung menuju rumah di samping yang aku tempati sebelumnya tetapi aku tidak segera masuk menunggu dipersilahkan oleh Pak Burhan sebagai bentuk adab dan penghormatanku kepadanya. Melihatku tidak segera masuk, Pak Burhan menghampiriku lalu membuka pintu dan masuk ke dalam lebih dulu dan aku masih menunggu untuk dipersilahkan masuk. Aku sempat memperhatikan pohon kelapa yang sedang berbuah lebat di samping rumah dan dalam hati bergumam, alangkah segarnya jika nanti berbuka dengan es kelapa muda.Terdengar suara Pak Burhan berbicara dengan seseorang di dalam rumah.

" Fathimah, segera bereskan buku-bukumu dan kembali ke rumah utama. Lebih bagus lagi jika kamu bantu ummi masak di dapur. Tamu abah sudah datang, biar dia segera bisa beristirahat".

" Baik abah", terdengar suara seorang gadis menyahutnya.

Pak Burhan bicara dengan... Fathimah ? Berarti putrinya sudah pulang liburan Ramadhan. Tiba-tiba dadaku berdesir entah kenapa. Berkecamuk dalam pikiranku tentang betapa nanti akan jadi agak repot dalam berinteraksi dengan keluarga Pak Burhan karena keberadaan anak gadis mereka. Wah bagaimana ini ?

" Mari masuk Faiz, sudah steril kok", suara Pak Burhan membuyarkan pikiranku. Aku segera menguasai diriku dan bergegas melangkah masuk. Sesampainya di dalam kamar aku langsung meletakkan tas ranselku di atas meja dan merebahkan badanku di atas kasur. Kamarku terlihat cukup bersih dan wangi, entah siapa yang membersihkannya. Aku lalu teringat dengan barang-barangku di bawah tempat tidur dan segera mengeluarkannya lagi lalu meletakkannya di atas meja.

Angin dan BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang