Pelajaran dari Pedagang Motor Bekas yang Sangat Berkesan

93 4 0
                                    


Sesampainya di rumah, ibu menyambut kami dengan suka cita. Tak henti-hentinya ibu menanyai Nisa tentang kehidupannya di pesantren mulai dari tempatnya, makanannya, mandinya, teman-temannya, belajarnya, dll. Nisa menjawabnya dengan semangat dan riang genbira. Aku meninggalkan mereka berdua menuju kamarku untuk membongkar isi tasku dan menyimpan buku PUPJI di tempat yang aman bersama mau'su'ah.

Setelah menyimpan PUPJI, aku lalu membuka amplop pemberian Pak Burhan dan menghitung isinya. Subhanallah...isinya dua juta rupiah. Banyak sekali. Jika ditambah dengan anggaran yang kusiapkan semua jadi 7 juta. Nanti sore aku bermaksud menanyakan kepada Bang Fadhil, kira-kira uang segitu bisa dapat motor apa.

Sehabis mandi aku menghampiri ibu yang sedang sibuk menurunkan adonan dari dalam mixer, sementara Nisa kulihat sudah berganti pakaian dan sedang asyik belajar mengisi adonan roti bersama Bi Imas.

" Kamu nggak capek Nisa ?", tanyaku.

" Nggak bang. Capeknya langsung hilang begitu bertemu ibu dan melihat asyiknya Bi Imas membuat roti", jawabnya sambil terus bekerja mengisi adonan roti dengan bahan isian.

" Abang sendiri nggak capek ?", tanyanya balik

" Nggak, capeknya langsung hilang begitu melihat Nisa yang cantik rajin membantu ibu", jawabku menggodanya. Dia hanya tersenyum tidak membalas.

" Ibu, masih kurang berapa putaran lagi ini ?", tanyaku kepada ibu sambil membuka karung tepung terigu.

" Masih dua putaran lagi Faiz. Kemarin ibu kewalahan mengerjakannya, sampai ada yang baru bisa diambil Fadhil jam 5 sore, padahal biasanya kan setelah ashar sudah siap semua", jawab ibu sekaligus menceritakan kesuliatan yang dialaminya ketika kutinggal.

" Hari ini in sya Alloh sudah kembali normal. Apalagi kita dapat tambahan karyawan baru", ujarku sambil melirik Nisa. Nisa hanya tersenyum mendengarnya sementara ibu dan Bi Imas tertawa kecil.

Aku lalu menakar tepung terigu dan memasukkannya ke dalam mixer bersama dengan mentega, telur, ragi, pengembang,air, dll. Jam Casio F-91W ku menunjukkan angka 10.15, artinya kami masih punya waktu yang cukup untuk menyelesakian adonan roti dan mengisinya sampai jam 1 siang. Lalu kami akan beristirahat sejenak sambil menunggu adonan mengembang. Sekitar jam 2 siang kami mulai lagi bekerja mencelupkan adonan roti yang sudah mengembang ke dalam larutan susu dan telur, lalu mengguling-gulingkannya di atas tepung roti sampai terbaluri tepung roti semua. Terakhir setelah ashar kami menatanya ke dalam keranjang untuk kemudian dibawa Bang Fadhil ke tempat jualan.

Sore hari ketika Bang Fadhil datang mengambil roti, aku menanyakan perihal rencanaku beli sepeda motor bekas. Dia lalu berjanji nanti malaam setelah shalat tarawih akan mengantarkanku ke tempat saudaranya yang berprofesi sebagai pedagang motor bekas. Untuk urusan jualan setelah tarawih jika masih ada sisa akan dilanjutkan oleh istrinya saja.

Setelah sampai di rumah saudaranya Bang Fadhil, aku ditunjukkan 3 buah sepeda motor yang ada di rumah itu berikut kwitansi pembelian motor itu dari pemiliknya. Aku heran, biasanya di mana-mana pedagang itu langsung pasang harga ketika ada orang yang berminat membeli. Ketika kutanyakan apa alsannya, ternyata memang begitulah cara saudaranya Bang Fadhil berjualan. Dia menunjukkan harga belinya dan bagi calon pembeli dipersilahkan memberikan keuntungan seikhlasnya. Menurutnya cara ini lebih berkah dan tak jarang malah mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari kawan-kawannya sesama pedagang motor bekas. Prinsipnya dalam berdagang adalah mendapatkan keuntungan dengan cara menguntungkan orang lain. Begitulah ia menjelaskan alasan di balik apa yang dilakukannya yang membuatku heran.

Aku mengangguk-angguk mencerna penjelasan saudara Bang Fadhil itu. Mencari untung dengan menguntungkan orang lain adalah sebuah ungkapan yang baru pertama kali kudengar. Tapi jika direnungkan memang begitulah seharusnya hubungan muamalah antar sesama apalagi dengan sesama muslim, yaitu harus saling menguntungkan. Mungkin yang seperti itu pulalah yang dilakukan para pedagang muslim dahulu ketika datang dan bermuamalah dengan masyarakat Indonesia sehingga orang Indonesia tertarik untuk mempelajari agama orang-orang yang berbuat seperti itu. Hari ini aku yang pernah belajar di pesantren saja heran dan sangat terkesan dengan apa yang dilakukan oleh saudaranya Bang Fadhil ini, lalu bagaimana dengan orang-orang awam dulu. Pasti mereka lebih terkesan lagi. Dan hal itu menjadi pintu masuk dakwah Islam ke dalam hati orang-orang yang terkesan itu. Alhamdulillah ... aku mendapat pelajaran lagi.

Akhirnya aku memilih motor Yamaha Crypton tahun 1998 yang harga pokoknya 6 juta. Aku membayarnya 6,5 juta, sehingga masih ada sisa 500 ribu untuk biaya mengurus SIM dan membeli perlengkapan mengendarai sepeda motor, seperti helm dan jas hujan. Aku sangat berterima kasih kepada saudaranya Bang Fadhil dan dia pun berterima kasih padaku karena telah membeli dagangannya. Setelah dijelaskan tentang kelebihan dan kekurangan motornya, kemudian aku menerima kunci dan surat-suratnya dan segera berpamitan pulang setelah semuanya beres.

Angin dan BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang