Dua puluh empat

1.7K 89 5
                                    


Rachell tengah asyik bercerita di dalam kamarnya bersama Adrella.

"Gilaaa! Farrel setajir itu?!" teriak Adrella.

"Mungkin."

"Kok mungkin? Lo bayangin kalo dia nggak tajir banget, dia nggak mungkin bolak-balik Jogja-Jakarta. Nggak mungkin tiap bulan temuin lo dan nggak mungkin dia ngasih kado lebih dari sepuluh!" ucap Adrella lagi sambil teriak-teriak tidak karuan.

Ya, benar sekali Farrel memberikan lebih dari 10 kado untuk Rachell saat ulang tahun kemarin.

Rachell hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Rel, gue siap nih!" ucap Adrella.

Dahi Rachell mengkerut membentuk lipatan "Siapa apa?"

"Siap kalo Farrel mau cari selingkuhan!" balas Adrella sambil tertawa kencang.

"Kamu tuh ya! Sembarangan kalo ngomong!" ketus Rachell.

Adrella yang menyadari bahwa Rachell cemburu hanya bisa tertawa.

"Hell! Minta minum dongs! Masa ada tamu nggak dikasih minum!" cibir Adrella.

"Iya, tunggu bentar ya."

Beberapa menit kemudian Rachell datang dengan nampan yang berisi dua gelas es jeruk. Namun, tiba-tiba saja nampan yang ia bawa terjatuh, gelas berisi es jeruk itu pun pecah berkeping-keping. Bagai kepingan hatiku~

Sontak Rachell terkejut dan segera membereskannya dibantu oleh Adrella.

"Ati-ati dong Hel, lo nggak kenapa-kenapa 'kan?" tanya Adrella.

"Nggak kok."

Di dalam hati ia merutuki dirinya sendiri. Mengapa gelasnya bisa jatuh ke lantai? Dan, mengapa perasaannya merasa tidak enak sama sekali? Mengapa otak dan hatinya memikirkan ada sesuatu hal yang buruk terjadi pada Farrel? Ah, mungkin ini hanya perasaannya saja. Tapi, demi membuktikan bahwa dugaannya tidak benar, ia harus menghubungi Farrel setelah ini.

***

Raut cemas bercampur khawatir menghiasi wajah keempat remaja cowok itu. Baru kali ini mereka merasakan cemas dan khawatir yang benar-benar mereka rasakan karena seorang Farrel yang tengah berjuang di dalam ruangan operasi. Ya, Farrel sedang melakukan operasi pengangkatan sel kanker. Dan di sinilah, kedua orang tua dan sahabatnya benar-benar menemani dan menjaga Farrel.

Hardi yang semula berdiri kini membungkuk, mengusap kepala istrinya yang masih terisak "Bun, kita makan dulu ya?" bujuk Hardi pada Ika.

Perempuan berjilbab abu-abu itu menggeleng lemah.

Rafhael yang melihat itu langsung menghampiri Ika "Bun, makan yuk sama Rafa? Kalo bunda sakit siapa yang masakin kita-kita? Siapa yang bakal jaga Farrel? Iya kan?" ucap Rafhael.

"Tap---"

"Bunda, ayo makan, kita semua bakal temenin bunda." kini Dava membuka suaranya dan dibalas anggukan oleh Javier dan Zacky.

Akhirnya, atas bujukan keempat cowok itu, Ika mau makan.

Kini, tinggal Hardi seorang yang menunggu didepan ruang operasi. Di dalam sana, putra kesayangannya, putra satu-satunya tengah berjuang melawan sel kanker yang menggerogoti tubuhnya, ia tidak pernah menyangka bahwa Farrel akan mengidap penyakit yang cukup berbahaya.

Bahkan, anaknya itu selalu terlihat kuat dan selalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Hardi sendiri bertekad di dalam hatinya, ia akan melakukan upaya apapun untuk kesembuhan sang anak.

Dokter Ardi keluar dari dalam ruang operasi, buru-buru Hardi menghampirinya "Dok, bagaimana?" tanyanya dengan raut yang masih terlihat cemas.

"Bapak tenang saja. Alhamdulillah, operasinya berjalan dengan baik, nanti Farrel akan dipindahkan ke ruang rawat, baru bapak dan keluarga bisa menjenguknya." ucap dokter Ardi.

L D R [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang