Epilog

40.5K 3.1K 277
                                    

Hari ini adalah puncak dari rangkaian acara yang diselenggarakan Psyfest. Rasanya? Nano-nano! Mungkin karena ini adalah kali pertamaku menjadi panitia di dalam suatu event besar, jadi rasanya aku sibuk sekali. Pekerjaanku tidak berat sebenarnya; aku hanya diminta untuk menerima foto-foto dari divisi creative dan membuat caption yang menarik untuk kemudian diupload di sosial media Psyfest sebagai live report. Tapi untuk melakukan semua itu... Aku harus stay di venue selama acara dilaksanakan. Jadi ketika panitia yang lain boleh datang terlambat, aku diminta untuk datang tepat waktu. Padahal letak kosku dengan salah satu pusat perbelanjaan di Surakarta yang menjadi tempat dilaksanakannya puncak acara Psyfest ini jauh banget. Tiga puluh menit kalau naik motor.

Tapi untungnya Nadhif adalah manager divisi yang harus datang sebelum acara dimulai. Jadi aku bisa nebeng dia ke sini, nggak perlu effort nyetir setengah jam - karena serius, nyetir motor setengah jam itu capek banget. Dan juga... Kalau sama Nadhif, waktu setengah jam kan jadi nggak terasa lama. Hehehe.

Aku masih sibuk meng-copy paste caption yang sudah kuketik sebelumnya untuk diupload di official instagram Psyfest ketika seseorang menepuk pundakku.

"Sibuk amat, Mbak?"

"Shafira!" pekikku senang ketika tahu siapa orang yang menepuk pundakku.

Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku bertemu dengan Shafira. Aku sedang sibuk dengan persiapan Psyfest bersama Tiara dan Wulan, sementara Shafira kini sedang sibuk dengan kegiatan PKKMB-nya. Iya, Shafira diterima di program studi teknik mesin di kampus kami melalui jalur SBMPTN yang ditempuhnya bersama Tiara dulu. Sedangkan Tiara... Sepertinya rezekinya masih bersamaku dan Wulan di psikologi.

"Ih gila beneran ke sini! Lo lagi nggak sibuk emang?"

"Ya sibuk, lah. Tapi gue merasa berdosa karena udah ninggalin Psyfest gitu aja," dia nyengir. "Makanya gue sempet-sempetin dah nih ke sini."

"Eeeh... Ini anak teknik kok ke sini? Ngapain?" Calya, teman seangkatan kami tiba-tiba mendekati kami dan menyapa.

Muka Shafira mendadak keruh. Ya iya, lah! Dia kan paling nggak suka menjadi pusat perhatian! Sejak dia masuk teknik mesin, Shafira malas banget kalau kita ajak main ke gedung psikologi karena anak-anak pasti akan menggoda dan menyapanya, sehingga dia menjadi pusat perhatian banyak orang.

Selagi Calya dan teman-teman lainnya mengerumuni Shafira, menanyakan bagaimana rasanya kuliah di teknik dan meminta Shafira untuk mencomblangkan mereka dengan salah satu anak teknik - biasa, cewek psikologi emang haus lelaki - aku hanya haha-hihi menikmati pemandangan wajah Shafira yang seperti sedang meminta pertolongan untuk kuselamatkan dari kerumunan itu. Biarin, jarang-jarang banget aku bisa melihat Shafira jadi pusat perhatian begini, walaupun aku yakin kini dia sudah sering menjadi pusat perhatian mengingat katanya jumlah mahasiswi baru di teknik mesin hanya ada lima dari total delapan puluh mahasiswa.

"Kenapa, sih?" Nadhif tiba-tiba sudah muncul di sampingku, entah dari mana.

"Itu... Shafira. Biasa, digodain anak-anak."

"Oh..." Nadhif manggut-manggut. "Eh, kamu udah makan belum, Cit?"

"Belum, lah. Gimana bisa makan kalau aku nggak boleh ninggalin venue samsek..."

"Ya kamu minta tolong gantiin siapa gitu, kek. Kan bisa," ujar Nadhif. "Mbak Laksmi tadi juga nawarin buat gantian sama kamu, kan, pegang sosmed?"

"Iya, sih... Tapi sebenarnya aku juga suka sih di sini," aku nyengir padanya. "Nggak apa-apa juga aku stay di sini terus. Seru dari tadi dengerin talk show sama liatin penampilan orang-orang."

Nadhif menatapku curiga. "Tumben amat kamu semangat gini?"

"Dedikasi, Dhif," jawabku asal.

Nadhif mendengus. "Aku curiga, sih."

"Curiga apaaa coba? Emang aku salah gitu kalau stay terus di sini?"

"Ya enggak," Nadhif berdecak. "Ini kamu beneran nggak mau nemenin aku ke food court, ya?"

Hampir saja aku tertawa melihat Nadhif yang sedang menatapku dengan muka memelas. "Bentar lagi, ya?"

"Emang mau ngapain, sih?"

Kukedikkan kepalaku ke arah panggung, meminta Nadhif untuk ikut menikmati acara juga. Di depan, dua MC sedang mengobrol untuk mengulur waktu sementara para anggota divisi perkap sedang membereskan panggung bekas penampilan dance.

"Mari kita saksikan permainan piano oleh Zharfan dari program studi kedokteran!" seru MC di depan.

Nadhif spontan mendengus begitu dia mengetahui motif tersembunyi yang membuatku ogah menemaninya ke food court di lantai atas. Aku menyengir padanya.

"Tuh, bener kan, emang. Aku udah curiga kenapa kamu ngotot nggak mau nemenin aku ke foodcourt!"

"Ssst!" kuletakkan telunjukku di depan bibir sebagai isyarat agar Nadhif berhenti mengomel.

Nadhif mendengus lagi.

Alunan musik mulai mengalun dari piano yang dimainkan Zharfan. Tidak ada penyanyi yang menyanyikan lagu, namun dari nadanya, aku dapat mengenali ini adalah nada dari lagu Best Part yang dipopulerkan oleh Daniel Caesar.

Salah satu lagu favorit yang kumasukkan di playlist-ku akhir-akhir ini, dan liriknya kuhafal setengah mati.

You're my coffee that I need in the morning,
You're my sunshine in the rain when it's pouring...

Aku mengangkat kepalaku supaya aku dapat melihat wajah Nadhif. Namun ternyata tatapan Nadhif fokus ke depan, seolah terbius oleh alunan musik yang dimainkan oleh Zharfan. Dia bahkan tidak sadar kalau aku sedang menatapnya.

If life is a movie, oh you're the best part...

Aku bisa merasakan sebuah tangan besar menggenggam tanganku. Erat. Ketika aku mendongak, untuk yang kedua kali, kali ini mataku bertatapan dengan mata Nadhif. Seulas senyum terbit di bibirnya, menggodaku untuk balas tersenyum padanya.

Jika hidupku ini adalah sebuah film, tentu Nadhif bukanlah bagian terbaik yang terdapat di dalamnya. Bukan, dia bukan bagian terbaiknya. Namun, Nadhif, dengan segala kurang dan lebihnya, mampu membantu untuk menggali potensiku yang aku sendiri tidak menyadarinya. Tanpa dia sadari, dia telah membantuku menjadi versi diriku yang lebih baik dari sebelumnya.

Dan bagiku, itu lebih dari cukup.

=== T A M A T ===

*
*
*

A/n:

FINALLY!!!! HAHAHAHAHAHA. Tamat juga ya akhirnya 😝😝😝 Sejujurnya aku bikin cerita ini tuh buat releasing stress aja, pure buat seneng2 doang. Sekalian pengin ngenalin dunia psikologi dikit2 juga ke kalian hehe. Jadi maaf yaaa kalo update nya suka lamaa hahahahaha.

Btwww, kalo aku bikin spin-off dari cerita ini, kira-kira kalian bakal tertarik sama ceritanya siapa? Tiara yang nyablak tapi jago kandang, Wulan yang sibuk sama organisasi, atau Shafira yang jadi 'princess' di teknik mesin? Wkwkwk.

Sampai jumpa di cerita2 selanjutnya yaaa~

Luv,

Dirstaalifia

Once In A WhileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang