Atmosfer tegang membungkus ruang seukuran lapangan basket bernuansa klasik di mana Jihoon dan kedua orang tuanya berada kini. Bersitatap untuk membuang muka lagi kemudian.
Tanpa kata-kata.
Mereka bertiga baru saja berdebat hebat dan berakhir dengan diam-diaman begini karena baik Jihoon maupun orang tuanya memang sama-sama keras kepala dan tidak mau kalah.
Tadi, setelah acara perkenalan di kelas barunya, Jihoon melangkah cepat meninggalkan lingkungan sekolah dan juga pelayannya menuju kantor ayahnya yang memang berada di kota yang sama dengan sekolah barunya.
Tanpa berbasa-basi terlebih dahulu pemuda mungil itu langsung menerobos masuk ke dalam ruang kerja ayahnya untuk menggebrak meja kemudian. Mengejutkan klien yang sedang bernegosiasi dengan ayahnya.
Usai meminta maaf seperlunya dan meminta sang klien untuk menunggu di luar sebentar, ayah Jihoon langsung menatap tajam pada putranya yang juga sedang menatap tak kalah tajam.
"Di mana kau simpan sopan santunmu, Jihoon-ah?" tanya Tuan Lee, ayah Jihoon, dengan suara tinggi dan menggelegar. Langsung memenuhi bahkan menggema di ruangan tersebut.
Jihoon, tanpa rasa takut atau bersalah sedikit pun, membalas pertanyaan tersebut dengan pertanyaan baru, "Apa maksud appa sebenarnya?"
Hening sempat menjeda sebentar. Tuan Lee sedang menebak maksud putranya dalam diam.
Begitu paham, Tuan Lee langsung berdeham dan mengambil posisi duduk ke kursinya. "Appa tidak paham apa yang kau bicarakan." Sambil berusaha terlihat sibuk, pria tigapuluh lima tahun itu berusaha menghindari tatapan Jihoon. "Appa sedang sibuk. Kau kembalilah ke sekolah!"
Jihoon menggebrak meja kerja ayahnya sekali lagi. Kali ini jauh lebih kasar dari sebelumnya.
"Apa maksud appa menjadikan Soonyoung sebagai pelayanku, huh? Jangan-jangan appa dalang di balik penculikannya tempo hari. Iya? Jawab aku, ap--"
"Ya! Itu benar! Appa yang menyuruh orang-orang itu membawa Soonyoung. Puas?!" Tuan Lee menyambar cepat, memotong kalimat putranya sendiri yang langsung membelalak kaget. Tidak menyangka. "Temanmu itu jadi pelayan karena kemauannya sendiri dan sama sekali bukan paksaan dari appa, arasseo?!"
Hening.
Jihoon terdiam mendengar suara tinggi dari ayahnya. Baru kali ini. Makanya dia langsung kehilangan kata-kata. Juga nyalinya.
Selama ini Jihoon dan ayahnya memang jarang berinteraksi. Mereka terlalu sibuk sehingga hanya memiliki sedikit waktu untuk bertemu. Ketika Jihoon libur, orang tuanya tetap sibuk. Namun, ketika orang tuanya sedang senggang, justru Jihoon yang sibuk dengan urusan sekolah. Mulai dari les hingga pengayaan menjelang ujian.
"Sudahlah kalian berdua. Kenapa harus berdebat karena pemuda itu, huh?" Nyonya Lee, ibu Jihoon, beruasaha menengahi tetapi tidak digubris sama sekali. Ayah dan anak itu masih saja bungkam.
Detak jam dinding terdengar nyaring disusul deru mesin pendingin serta suara khas alat pengharum ruangan otomatis.
Jihoon menatap tajam ayahnya sekali lagi, sambil menahan gejolak amarah dan perasaan tidak terima yang membuat gerahamnya bergemeletuk, sebelum akhirnya memutuskan untuk beranjak. Meninggalkan kedua orang dewasa beserta rahasia yang enggan mereka bagi.
Dengan langkah mengentak-entak Jihoon bertekad akan mencari tahu sendiri alasan yang sedang disembunyikan darinya.
Sementara itu, tak lama setelah Jihoon pergi, seorang pria separuh abad tersenyum menatap layar tivi di depannya yang barusan menampilkan kejadian menegangkan di mana Jihoon dan ayahnya saling bentak. Pria tersebut mengangguk-angguk takzim seraya mengusap pelan helaian janggutnya yang memiliki dua warna dominan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Your Servant
Fanfiction[On Going] - [Soonhoon] - [BXB!] Selamat pagi, Tuan Muda! Saya Hoshi. Mulai hari ini saya adalah pelayan Anda! -Hoshi- Namaku Jihoon, bukan Tuan Muda! -LJH- . Disclaimer: Seluruh karakter asli merupakan milik pribadi, keluarga, dan agensi masing-ma...