Roku

2.7K 349 74
                                    

Gelap dan terikat.

Hanya itu yang pertama kali dilihat dan dirasakan Soonyoung ketika membuka mata. Pemuda sipit itu meronta demi berusaha membuka ikatan yang menyatu-paksakan kedua lengannya di belakang punggung.

Sekali--duakali percobaan, dia gagal terus. Simpul tali terlalu kuat untuk dilepas dengan posisi terduduk begini. Lelah mencoba dan meronta membuatnya pasrah kemudian. Ketika berusaha mengingat bagaimana bisa berada di sini, ingatan pemuda sipit itu terhenti di suatu siang yang terik ketika dia sedang menunggu Jihoon kembali dari membeli air di kantin dan tiba-tiba segerombol pria dalam setelan serba hitam mendatangi untuk membawa paksa dirinya.

"Ah... sudah bangun ternyata." Ruangan langsung terang benderang setelah seseorang berucap demikian. Disusul derap sepatu membentur lantai marmer yang khas. Terdengar mendekat. "Lama juga kau tertidur."

Soonyoung mendongak. Terbelalak kaget melihat pemilik sepasang tungkai terbalut pantofel kulit, celana bahan kain selutut, dan seragam warna biru gelap, khas seragam anak SMP, tepat di depannya. Ada beberapa orang dengan setelan serba hitam di belakang pemuda mungil tersebut. Masing-masing berdiri dengan lengan bersedekap di depan dada dan menatap tajam dari balik kaca mata hitam.

"Siapa kau? Di mana ini? Apa maksud mengikatku seperti ini, huh?!" cecar Soonyoung dengan suara tinggi. Merasa tidak terima.

Gelak tawa membahana seketika. Berasal dari pemuda mungil di depan Soonyoung. "Kau lucu juga ternyata. Lucu sekali...." Jemari pemuda mungil tadi terulur untuk meraih ujung dagu Soonyoung. Mengangkat wajah berisi tersebut hingga pandangan mereka bertemu pada satu garis lurus. Bersitatap. Tersenyum sebentar lantas berujar tegas, "Namaku Lee Chan. Aku adalah putra tunggal dan satu-satunya dari Tuan Lee, orang yang selama ini kau kenal sebagai ayah dari Jihoon-sialan itu."

Sepasang mata semi sipit Soonyoung terbelalah. Kaget. Tentu saja. Pemuda bernama Lee Chan itu mengenal Jihoon dan seperti ada kebencian mendalam yang terselip dalam kalimatnya.

"Kenapa kau membawaku ke sini?" Soonyoung mendesis. Menarik wajahnya dari ujung telunjuk Lee Chan yang tadi sempat mengunci pandangannya. Tak sudi menatap lebih lama wajah asing yang langsung membuatnya waspada karena tahu dia bukan orang baik-baik. "Kusarankan kau tidak melibatkan Jihoon dalam hal ini. Atau kau akan menyesal!"

Sekali lagi gelak tawa memenuhi ruangan mahaluas tapi tidak memiliki properti selain sofa merah marun di belakang Soonyoung dan sebuah kursi kayu ukir yang kini diduduki Lee Chan.

Pemuda mungil itu menyudahi tawanya lalu menyeringai sebentar. Terkesan dengan ancaman sanderanya. "Jihoon-mu akan baik-baik saja jika kau menuruti apa pun kataku."

Hening menjeda sejenak. Soonyoung terdiam cukup lama untuk mencerna kalimat barusan. Meski terkesan main-main, karena mengingat yang mengucapkannya adalah seorang bocah SMP, tapi sebenarnya hampir setiap kata dari kalimat tersebut mengandung kebencian. Apalagi dia mengucapkannya dengan penuh penekanan. Seolah dia benar mampu melakukan apa pun, sebagaimana kekatanya tadi.

Saat itulah, ketika Soonyoung berhasil memahami maksud dari kalimat tersebut, ia spontan saja bergidik menahan ngeri. Otomatis langsung mengangguk kuat untuk mengiyakan permintaan tersebut, yang justru merupa mantra dalam kepalanya, hingga di kemudian hari.

Your Servant

Hoshi terkesiap.

Sesuatu seperti mendorongnya tadi. Membuat pemuda sipit itu spontan terduduk dari posisinya yang semula terbaring. Tersengal dengan nafas terputus-putus. Ketakutan tergambar jelas di wajahnya.

"Gwaenchanha? Apa kau bermimpi buruk?" Sebuah suara yang langsung dikenali Hoshi sebagai Jihoon terdengar dari sisi kirinya. Hoshi menoleh dan langsung memeluk tubuh mungil tersebut tanpa aba-aba. "Wa-e yo, Ho-shi-ya?"

Your ServantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang