Kyu

1.7K 261 72
                                    

Jihoon menjatuhkan punggung ke sandaran kursi lantas menghela napas kasar. Berusaha membuang sebal yang masih betah bercokol di kerongkongan.

"Tuan Muda, kau belum menyentuh makan siangmu sejak tadi. Apakah kau tidak menyukai menu hari ini? Apakah saya perlu menggantinya dengan menu lain? Kalau begitu, menu apa yang Tuan Muda inginkan?" Sebuah suara muncul dari sisi kiri Jihoon.

Cukup mengejutkan. Karena diucapkan dengan suara cempreng dan sedikit melengking dengan aksen kacau. Apalagi sejak tadi pemuda mungil itu memang melamun. Berasal dari seorang pemuda blasteran yang tadi pagi dikenalkan Pak Seokjin sebagai pelayan barunya; Samuel Kim.

Jihoon bergeming. Sama sekali tidak merespons pertanyaan pelayannya tadi. Memilih menghela napas kasar sekali lagi, daripada menjawab rentetan pertanyaan tadi, demi menunjukkan betapa dia tak ingin diganggu saat ini.

Namun, bukannya diam melihat raut wajah Jihoon yang jelas sekali menunjukkan ketikdaksukaan ditanya sedemikian rupa, Samuel malah mengambil mangkuk porselen ukuran sedang berisi jjajamyeon di meja depan pemuda mungil itu kemudian mengarahkan garpu yang terlilit beberapa helai gulungan mie lembut bersaus hitam legam itu ke arah mulut Jihoon yang terkatup.

Ekor mata Jihoon melirik sinis. Terlihat jelas kalau dia risih.

"Makanlah!" kata Samuel, lembut, seraya menggerak-gerakkan garpu di tangan. Suaranya berubah, tidak seberisik tadi. "Karena Tuan Muda butuh tenaga untuk menghadapi kenyataan. Saya tidak ingin digantung hyung karena membiarkan Tuan Muda kelaparan. Maka dari itu, saya mohon, makanlah!" imbuhnya. Kali ini dengan senyum yang cukup membuat Jihoon merasa aneh. Tampak jelas kalau Samuel menyembunyikan kepedihan di dalam senyumnya tersebut.

Sebentar. Apa tadi? Dia baru saja menyebut kata 'hyung'? Siapa sosok yang dipanggil hyung itu?

Jihoon baru akan buka mulut untuk balik bertanya, tapi Samuel lebih sigap bergerak menyuapkan jjajamyeon ke dalam mulut pemuda mungil itu. Tentu saja tanpa melukainya karena pelayan muda itu sudah terlatih. Begitu indra pencecap Jihoon merasakan lembutnya mie bercampur nikmatnya pasta kacang, secara otomatis, lidahnya bergerak menarik lilitan mie pada garpu untuk kemudian dikunyah pelan. Pertanyaan yang bertumbuh di dalam kepalanya berguguran begitu saja tanpa sempat diutarakan. Lidahnya baru saja mengkhianati pemuda mungil itu. Membuatnya bingung harus marah pada siapa. Alhasil, dia terus saja mengunyah suapan demi suapan sembari merutuki lidah dan perutnya dalam hati.

Dia akan bertanya di lain hari nanti.

Your Servant

Kelas berikutnya adalah pelajaran memasak.

Sebagai calon Flower Boy, siswa dari Pledis Gakuen tidak hanya dituntut bisa tampil maskulin dan berwibawa ketika di depan publik. Mereka juga diharuskan bisa menaklukkan dapur.

Para siswa kini sudah berada di dapur khusus. Masing-masing berdiri di depan pelayannya untuk dipakaikan apron yang telah dibagikan sebelumnya.

"Baiklah, silakan berdiri membentuk setengah lingkaran di sini." Sebuah suara terdengar setelah tepukan beberapa kali dan cukup mengejutkan dari arah barat ruangan. Di sana berdiri seorang pria bertubuh atletis dan hampir tinggi terbalut setelan celana bahan kain warna hitam serta kemeja putih lengan panjang lengkap dengan apron merah muda motif beruang coklat kecil-kecil. Pria itu mengembangkan senyum yang cukup lebar. Membuat deretan gigi putih terpampang nyata dan sepasang matanya seperti membentuk bulan sabit terbalik.

Itu Pak Jimin, guru Tata Boga andalan di Pledis Gakuen.

Pria tampan bermarga Park itu merupakan chef kenamaan dan sudah memiliki restoran kualitas bintang lima yang membuka cabang hampir di seluruh kota-kota besar Korea Selatan. Untuk urusan dapur tentu saja dia tidak perlu diragukan lagi. Olahan dari tangannya selalu bisa membuat siapa pun yang mencicipi akan selalu mengingat pria Park tersebut. Pria, wanita, tua, maupun muda. Semuanya.

Your ServantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang