13. Satu buah langkah pilihan

2.8K 422 35
                                    








"Bukan.. bukan apa-apa. Lupakan saja semuanya"







Suara gemeletuk dari langkah kaki berbalut sepatu boots berwarna cokelat itu memenuhi lorong gedung stasiun televisi itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Suara gemeletuk dari langkah kaki berbalut sepatu boots berwarna cokelat itu memenuhi lorong gedung stasiun televisi itu. Tempat dimana Kang Seulgi bekerja dan mereka menghabiskan waktu lima puluh empat menit untuk membicarakan pria sedingin es batu itu. Bahkan Seulgi harus di seret oleh sang Produser karena terlambat. Ia terlalu larut dalam pembicaraan rumit bersama Son Seungwan.

Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu keluar dari gedung stasiun televisi itu. Berdiri di depan lobby utama gedung sambil memegang erat mantelnya yang berwarna senada. Angin bertiup sangat kencang hari ini, sebaiknya ia harus kembali ke rumah sebelum Naeun marah lagi. Hidupnya lebih mirip anak SD yang di khawatirkan orang tuanya dibanding perempuan yang hampir berusia kepala tiga.

Pshhtt..

Sebuah bisikan menyadarkan lamunan Seungwan. Ia menoleh dan mendapati seorang lelaki bertopi hitam berdiri disampingnya. Tangannya ia masukan ke dalam saku mantel. "Seungwan-ie" panggilnya pelan.

Seungwan memutar kedua matanya malas. Terlalu muak melihat pria ini dari waktu ke waktu. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Menunggumu kawan. Mana mungkin aku mencari jodoh?"

Park Jimin, dengan wajah temboknya. Berdiri dengan percaya diri, erm atau mungkin tidak tahu diri? Ia terkekeh dengan bebas sekarang.

"-bagaimana? Apa kau sudah memikirkannya?"

Perempuan itu mendecih sambil memandang Jimin jijik. "Rasanya sungguh tidak etis membicarakan hal seperti ini di muka umum. Kau dan calon istrimu itu memang tidak punya sopan santun ya?"

"-ah satu lagi, rasa malu"

"Seungwan-ah"

"Csh, setidaknya tumbuhkan sedikit sopan santun dalam dirimu. Kesantunanmu benar-benar dipertanyakan" ucap Seungwan.

Jimin mengepalkan tangannya keras. Rasanya kekesalannya hampir mencapai ubun-ubun setiap kali ia melihat wajah Son Seungwan yang ogah-ogahan itu. Kekesalan yang tiba-tiba itu mendorong Jimin untuk melangkah lebih maju. Ia sedikit menarik tubuh Seungwan lebih rapat padanya.

"Dengar, Demi Tuhan aku sangat muak melihatmu terus-terusan mengulur waktu. Bisakah kau langsung menerima pria itu saja? Bukankah kau juga mencintai Min Yoongi? Baiklah kalau begitu, bawa dia pergi."

"Aku. Tidak. Mau. Kau pikir aku tempat penampungan sampah? Brengsek!" Desis perempuan itu. Lagi-lagi suaranya bergetar disertai dengan air mata yang sudah mengumpul di pelupuk matanya.

Deep Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang