12. Liar, Said the Truth!

1.1K 177 4
                                    

Aku terdiam dan memilih melanjutkan makanku dengan perlahan.
Baekhyun yang melihatku makan seperti robot mendadak hanya bisa terkekeh lalu ia mengusap-usap puncak kepalaku. Memberiku senyum lembutnya juga.

"Makan yang lahap. Kasusnya kita bicarakan nanti malam saja, kau ingin nonton film?" Tawar Baekhyun. Aku mengangguk kaku.

Setelah makan aku memilih mencuci piringku. Sementara Baekhyun telah menyalakan TV untuk menonton Creepy Pasta The Series lalu mendarastkan tubuhnya di sofa empuk depan televisi.

"Kemari, Cia. Filmnya seru!" Tawar Baekhyun. Matanya memandang ke layar datar tersebut.

"Nanti saja!" Jawabku sembari berteriak karena aku memilih berdiam di dapur.

Tanganku menggenggam beberapa berkas setelah mencuci piring tadi. Kubaca perlahan. Sama saja. Tidak ada bukti tambahan terkait kasus tersebut. Semuanya telah diceritakan Baekhyun dan ayahku. Lagipula sumber di sini adalah Tuan Byun yang kutahu tak dapat bertanggung jawab atas semua ini.

Aku bersender di kursi. Kepalaku pening memikirkan ini.

Cho Jaemin, kau dimana?

Aku membutuhkanmu untuk penjelasan kasus selanjutnya yang kurasa tak mungkin terjawab.

"Cia, kau kenapa?" Tanya Baekhyun yang tiba-tiba menghampiriku. TV pun sudah tak bersuara.

"Ah, tidak apa-apa. Bisa antarkan aku pulang, Baek?" Pintaku berusaha mengalihkan topik.

"Kau tidak ingin menonton film?" Tanyanya. Satu alisnya naik.

"Sebentar saja. Jangan film horor, aku takut," aku mengiyakan sekaligus beralasan takut untuk menghindari Baekhyun berpikir aneh terhadapku.

"Jadi kau ke sini karena menghindari film horor?" Tanyanya lagi.

"Haha, iya," aku menyengir lalu segera menuju ruang tamu yang terdapat televisi di sana.

Di sisi lain, Baekhyun menemukan sebuah berkas tergeletak di meja makannya.

"Kau ceroboh sekali, Alicia."

~~

Keesokan paginya aku sibuk berkutat dengan media sosial. Tangan kananku memegang roti selai kacang di meja makan sementara ibuku sibuk berkutat di dapur.

"Bagaimana pekerjaanmu, sayang?" Tanya ibuku.

"Kasus pertama tuntas, ibu. Itu berkat Nyonya Byun," jawabku.

"Oh, bocah nakal itu. Nyonya Byun sudah menceritakannya," ibuku menimpali.

"Kapan?" Aku bertanya sembari tetap fokus memandang ponsel.

"Saat ibu berkumpul di Rumah Nyonya Lee," jawab ibuku.

"Dasar ibu-ibu sosialita," aku meledek setengah bercanda namun dahiku malah terkena pukulan sendok makan.

"Yak! Besok kau juga akan seperti itu!" Ucap ibuku tanpa menaikkan oktafnya.

"Aku tidak ingin menikah, ibu," rajukku.

"Kau harus menikah. Nikahi Baekhyun, dia pria tampan, kaya, dan baik," orang yang pernah melahirkanku sedang mengomel, chingudeul.

"Baik apanya," gumamku kemudian. Lalu sesuap roti ukuran sekepalan tanganku melayang ke mulutku.

"Terima kasih rotinya, ibu. Aku ke kamar dulu menyiapkan tas kerjaku," ucapku manis yang sebenarnya berniat menghindar dari omelan ibuku.

"Iya," dia menjawab disertai senyuman. Dia ibuku yang sangat berharga.

The Case (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang