23. Dumb!

1K 131 0
                                    

Jalanan Gangnam tampak ramai di bawah terik matahari musim panas. Orang -orang pergi menggunakan pakaian kasual mereka, beberapa di antaranya membawa payung. Tak jarang toko es kehabisan stok di musim ini.

Di dalam gedung kafe bernama Cosmopolist ini aku duduk berhadapan dengan Daniel. Dia mengirimiku pesan untuk bertemu dan dengan bodohnya aku menyetujuinya.

Di atas meja kami berisi dua gelas Strawberry Milkshake yang sangat dingin. Akan menyenangkan jika kami tak berseteru saat ini.

"Kau pasti tak ingin kembali padaku," ucap Daniel setelah sekian lama aku hening menunggunya bicara.

"Masih tak ingin merubah keputusanmu?" Tanyanya kemudian.

"Iya," jawabku.

"Kenapa?" Tanyanya menuntutku. Mimik mukanya tampak menyedihkan. Aku jadi tidak tega namun bagaimana lagi ini keputusanku.

"Kau baik, aku buruk," jawabku.

"Kita bisa mencoba lebih baik bersama," ucapnya.

"Bukannya semakin baik, kau malah tersiksa dengan sikap burukku," simpulku.

"Kau kapan pernah bersikap buruk padaku? Mungkin sekali, itu yang kemarin."

"Sudah kuduga. Kau bodoh. pintarmu hanya kau gunakan untuk pekerjaan. Aku pernah membohongimu dua kali," kulihat Daniel tampak berpikir. Mataku memanas, benar dia buruk untuk urusan sikap dan cara berpikir. Dia terlalu baik untukku, dia tak akan kuat bersamaku.

"Temani aku sehari ini saja, aku ingin memastikan bahwa kau masih peduli padaku," pintanya.

"Bagaimana jika kau membiarkanku bersama Baekhyun?" Aku malah balik bertanya.

"Jangan dengan Baekhyun. Aku tak mengizinkanmu," tolaknya ketus.

Dia siapaku? Dia bahkan bukan suamiku ataupun kekasihku. Seenaknya dia menyuruhku.

"Aku punya alasan sendiri. Baekhyun buruk. Dia adalah seseorang yang sebenarnya melakukan korupsi," ia menyodorkan sebuah map padaku.

Aku hanya menatap map tersebut. Aku tak akan dibodohi lagi kali ini. aku tak ingin memberikan hatiku pada siapapun saat ini. Sudah cukup aku terjebak oleh fiksiku saat ini.

Dia beralasan. Aku tahu dia buruk. Karena itu aku tidak suka dengan seseorang bermulut buruk seperti ini. Pertama, memakai alasan. Kedua, menceritakan aibnya dan aib orang lain kepadaku. Sungguh aku tak tertarik.

Aku memalingkan mukaku sedetik setelahnya. Lantas berdiri dan membenarkan tali tasku di bahu.

"Maaf, aku tak bisa terlalu lama. Aku sedang ada acara setengah jam lagi," ucapku lalu mengangguk untuk memberi hormat dan segera pergi dari tempat tersebut.

Aku menangis di dalam mobilku. Maafkan aku Daniel, pertemanan kita cukup di sini saja. Aku tak ingin dibodohi, aku juga termasuk teman yang buruk. Kita tak bisa melanjutkan pertemanan kita. Karena perbedaan pendapat, kepentingan, dan kebahagiaan.

Segera kuseka air mataku kasar lalu menyalakan mobilnya, membawanya menuju rumah.

Aku mengecek penampilanku lalu memakai bedak untuk menyamarkan muka bekas menangisku. Segera kubuka pintu rumah lalu aku mencium bau sedap dari arah dapur. Segera aku menghampirinya setelah meletakkan tasku di sofa ruang tamu.

Aku menarik kursi meja makan sehingga menimbulkan suara deritan lalu duduk di atasnya.

"Welcome home, my wife!" Serunya namun tak berteriak.

"Thank you my lovely husband," jawabku sembari tersenyum lebar. Mataku juga ikut tersenyum.

"Masak apa?" Tanyaku sembari melirik-lirik dapur.

"Sup beras dan bubur ayam," jawabnya santai sembari meletakkan beberapa piring di meja makan.

"Ayo dimakan," ucapnya setelah duduk di kursi seberang meja.

"Kau masih mencari pelaku tersebut?" Tanyanya.

"Iya," jawabku lalu memakan supnya sesendok.

"Hmm, rasanya enak. Kau pandai memasak rupanya. Aku sendiri tak bisa memasak," pujiku.

"Kapan-kapan ayo memasak bersama. Dagingnya ambil yang banyak ini."

Ia menaruh beberapa potongan daging ayam ke mangkokku lalu berkata. "Aku akan membantumu meskipun itu akan mengambil nyawaku. Cia, aku percaya padamu dan aku mencintaimu."

Aku menghentikan kegiatan memakanku. Menelan makanannya dengan berat lalu meletakkan sendok hingga berbunyi.

Seharusnya bukan aku yang ia pilih. Ini semua berat. Tak seharusnya kita menanggung ini. kenapa harus aku yang ia pilih? Jika aku tak sedekat ini dengannya mungkin ini tak akan terjadi. Karena kasus itu, ia mencintaiku, ia mencintaiku secara fiksi. Bukan aku yang seharusnya dengannya. Dia akan merasa terbebani saat melihatku. Bahkan topik pertama yang kita bahas adalah tentang kasus itu.

"Baek, katakan padaku bukan kau yang korupsi," titahku.

"Kau kenapa? Tiba-tiba berbicara seperti itu," ucap Baekhyun. Ia tak menjawabku membuatku cemas.

"Aku tak ingin percaya padamu, kau berbohong," ucapku.

"Bagaimana bisa kau mengatakan itu tanpa bukti yang jelas?" Tanya Baekhyun. Wajahnya mendadak panik apalagi saat ia tahu aku tak ingin memakan makanannya.

"Ketahuan sekali dari pertanyaanmu bahwa kau berbohong. Aku hampir saja mendapatkan buktinya, itu semua ada di tangan Daniel."

"Kau bodoh, bagaimana bisa kau mengatakan letak berkas tersebut" cacinya padaku.

"Iya! Aku bodoh! Aku juga jahat! Aku pun terlena karena sudah kau bodohi! Kau puas?! Kau membuatku tampak jahat. Ah iya, aku kan antagonis. Lagipula kau pasti tidak akan sanggup mengambil berkas tersebut dari tangan Daniel, dia temanku jadi kau tak bisa mengambilnya karena itu aku berani bicara. Kenapa kau membuatku menjadi jaksa kalau kau saja memakiku bodoh?!" Bentakku kemudian.

"Aku bodoh karena itu aku berusaha sekolah hingga mendapatkan gelar PhD membuat orang lain yakin aku pintar. Aku berusaha menutupi kebodohanku meskipun hingga sekarang pun aku tampak bodoh. Aku menolak berbagai pekerjaan demi tujuanku. Aku berkali-kali menangis saat pontang-panting mencari kuliah, aku menangis karena biayanya cukup mahal meskipun kedua orang tuaku sangat mampu. Tapi mereka memikirkan uang dan menyuruhku bekerja saja saat aku berkali-kali gagal. Dan lucunya, sekarang aku baru tahu jika aku dibodohi olehmu. Sekarang, aku harus berbohong untuk menyelamatkanmu. Lucu sekali," aku tertawa sinis dan memandang Baekhyun tajam.

Aku menangis setelah mencoba menahan air mata. Sayang mereka terlampau banyak untuk memaksaku membuka mata dan membuat genangan air di sana. Baekhyun menghampiriku lalu memelukku kembali.

"Aku minta maaf karena tak bisa memberikan banyak bukti tapi sungguh bukan aku pelakunya. Dan aku mengerti maksudmu, aku mencintaimu, sungguh mencintaimu, Alicia Jung," ucap Baekhyun lembut di dekat telingaku.

"Aku janji, kau bahagia bersamaku, kau merasa tercukupi bersamaku, kau memiliki derajat yang tinggi, aku yakin. kau beruntung, aku jamin itu. Aku selalu mendoakanmu setiap hari. Orang lain tak akan bisa meremehkanmu. Sayang, jangan takut ya? Sekali lagi aku minta maaf," ucap Baekhyun lagi membuatku mengeratkan pelukanku padanya.

Tangisku masih sesegukan dan genggaman tanganku pada tubuh Baekhyun masih mengerat. Sementara Baekhyun berkali-kali mengelus puncak kepalaku berusaha menenangkanku.

"Kau belum makan dari tadi pagi. Makanlah dulu, nanti keluar bersamaku membeli minuman dingin ya?" Tawarnya.

Aku melepaskan pelukanku. "Tapi wajahku jelek habis menangis."

Baekhyun terkekeh. "Kalau gitu pergilah ke ruang tamu sambil bawa semua makananmu lalu menonton televisi sementara aku akan membelikanmu minuman. Tenang saja, aku sudah makan."

Aku mengangguk pelan lalu menuruti perintah Baekhyun. Aku masih tahu tata krama dan aku masih waras untuk mengetahui bahwa Baekhyun sendiri adalah suamiku. Jadi aku menuruti perintah Baekhyun tanpa ada protes. Dan aku tahu saat aku membawa makananku ke ruang tamu dan menyalakan televisi, Baekhyun terkekeh melihat kepolosan dan kekalemanku.

"Kau sebenarnya gadis baik. Bukan gadis, tetapi wanita. Kau wanitaku yang sangat baik, Alicia Jung," ucap Baekhyun dari dalam hati.

The Case (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang