Prolog

917 74 19
                                    


Ia yang memulai segala percik berubah jadi kobaran raksasa

****

Peluh menetes, membasahi kemeja putih Adrian yang setengah kancingnya sudah terlepas. “Maju!” Di antara keriuhan di samping SMA Nusantara, suara Adrian masih terdengar lantang.

Balok kayu dan batu melayang setiap lima detik. Namun, tidak membuat kobaran di iris hitam Adrian padam.

Batu melayang, menarget pelipis kirinya. Dan Adrian melesat ke kanan, menghindar. Sesekali ikut melempar, dengan batu besar di karung yang sudah disiapkan sebelumnya.

Laki-laki jangkung dengan kaus hitam tiba-tiba menyeruak. Menghadang tepat di depan Adrian.

Tepat saat sebuah kepalan tangan di depan wajahnya, Adrian membungkuk. Memberi serudukan keras, mendorong laki-laki itu ke depan. Dibalas sikutan keras di punggung.

Adrian mengumpat, setengah mengerang. Menahan nyeri di punggungnya. Geram. Balas mendaratkan sikutan ke pinggang.

“Jangan ganggu wilayah gue, Bangsat!” Adrian menghadiahkan tendangan lutut di perut, tidak memberi kesempatan laki-laki itu melawan. Menendang lutut laki-laki itu. Terjatuh dan membiarkannya tergeletak dengan napas tersengal.

Adrian kembali meringsek maju, melihat seorang rekannya yang dikeroyok. Namun, baru tiga langkah berlari, sebuah sirine menarik fokusnya. Tidak sadar pada sebuah balok kayu yang tinggal tiga jengkal dengan belakang kepalanya.

Shit!” Kepala Adrian pening.

Belum lagi suara sirine yang semakin mendekat. Adrian gamang. Menahan pusing, tertatih mengikuti gerombolan antek-anteknya. Beruntung, dua orang sigap, membantunya melesat segera. Bersembunyi di markas, sebelum polisi menangkap mereka.

****

Dan memohon untuk kepentingan orang selain dirinya

Berita tentang kerusuhan yang terjadi kemarin siang, tentu menjadi perbincangan yang hangat di sekolah. Sang pelaku utama dalam kerusuhan itu kini telah diamankan oleh pihak yang berwajib. Siapa lagi kalau bukan Adrian, Setan Sekolah. Terdengar kabar bahwa Adrian akan dikeluarkan dari sekolah, sebagai pertanggungjawaban atas tingkah lakunya yang menyebabkan kerusakan di sekolah. Tak hanya kerusakan pada bangunan, nama baik sekolah pun ikut tercoreng. Tidak ada kata ampun lagi untuk Sang Setan Sekolah.

Berita ini tentu sampai ke telinga Alsava. Ia tidak mau Adrian dikeluarkan. Akan jadi seperti apa hari-harinya di sekolah tanpa Adrian? Akhirnya Alsava memutuskan satu pilihan yang berat untuknya. Mengemis pada Dadang dan menjatuhkan harga dirinya. Hanya demi Adrian, Alsava tak akan menjatuhkan harga diri di depan Dadang kalau bukan untuk Adrian.

Alsava langsung menghubungi Dadang. Menyuruh Dadang datang ke rumahnya. Hingga tak begitu lama setelah ia menghubungi Dadang, keduanya berbicara. Di beranda rumah yang ditemani dengan cahaya bulan.

Dadang yang terheran-heran karena tak biasanya Alsava mencarinya duluan, tentu dengan perasaan bahagia mendatangi rumah Alsava.

"Ada apa? Tumben kamu mau menemui saya?"

"Tolong lakukan satu hal. Jangan keluarkan Adrian dari sekolah." Alsava memohon dengan setulus hatinya. Hari-harinya hanya akan menjadi buruk jika Adrian tak bersamanya di sekolah.

****

Untuk mengalah, demi menguatkan hati mereka yang lemah

“Selama ini aku cuma bayang-bayang kakakku.”

Dan Iswara, nampak sayu dan tak berdaya. Ada masa ketakutan memang datang terlalu cepat dan mengambil harap secara paksa.

“Kumohon ....” Dan membungkuk, di beranda kamar yang diterangi cahaya pucat dari bulan. Kedua tangannya menangkup kepala yang sudah kepalang berat akan beragam masalah. Bersandar pada pagar beranda.  “Jadilah tunanganku, bertingkahlah seolah kau bahagia, meski berat. Aku akan coba membuatmu senang, apapun, akan kulakukan demi dirimu,” ucapnya, putus asa.

Alsava menatap pias lelaki tersebut. Sesosok pria yang seharusnya tegar diterpa badai, kini runtuh dan hancur berkeping-keping di hadapannya. Meminta Alsava jadi tunangannya. Bukan janji Dan yang menggerakkan Alsava, tapi getar dalam perkataannya yang membuat gadis itu merasa tersayat.

Andai semua diawali dengan cinta, mungkin mereka bisa menghadapi masalah masing-masing dengan bergandengan tangan. Tapi apa yang mendekatkan mereka sekarang, bukan sayang, murni rasa kasihan dan sepenanggungan.

“Aku mengerti.” Alsava menyentuh pundak lelaki di hadapannya, berusaha memasang jangkar pada deras ombak kehidupan.

“Terima kasih.” Dan tidak pernah setenang ini seumur hidup. Ia ikut menumpuk jangkar di bahunya dengan menggenggam tangan Alsava. Coba meresapi hangat yang hilang dalam harinya. Lalu sebersit senyum tipis, dibiaskan malam ke pengelihatan Alsava.

Sebuah senyum pahit yang amat memerihkan.

****

Hanya Tuhan yang tahu, arti dari perasaan mereka sekarang.

Between Bad Boy and Fiancè [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang