Maaf, karena di saat kau terbaring lemah, justru pengkhianatan yang kuberi.
****
Wajah lesu dan tidak bersinar seperti biasanya adalah pemandangan yang kini harus Dan lihat dari seseorang yang mempunyai tempat di hatinya. Dan harus meninggalkannya demi mendapatkan apa yang Dan mau. Jabatan dan kekuasaan. Bukan Dan tak sayang pada temannya itu, hanya saja harga diri di hadapan orang tualah yang paling utama.
Tak hanya itu, ada satu hal yang Dan perjuangkan demi temannya melalui cara ini---bertunangan dengan Alsava.
Ditatap Dan wajah kesayangannya yang tengah terlelap itu. Perlahan tapi pasti, tubuh temannya semakin kurus akibat dari penyakitnya. Bibir yang dulu merah merona, kini bahkan sudah tidak berwarna lagi.
Sering Dan membayangkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada temannya. Oleh karena kemungkinan terburuk itu, Dan melakukan semua ini. Dan tidak mau kehilangan raga temannya itu, meski nantinya tidak lagi bisa mendapatkan hati temannya.
Meski semua bayangan itu terasa pahit, Dan tetap mengulas senyum. Apa lagi yang bisa ia berikan selain senyum? Dan sadar, pengkhianatan itu sudah cukup menyakiti hati temannya. "Kamu bersabarlah. Kamu pasti sembuh."
Dan beranjak dari duduknya. Mencium dengan lembut dahi teman kesayangannya. "Aku pergi dulu."
****
Dan keluar dari ruang rawat temannya. Setelah dari rumah sakit ia berencana untuk kembali ke apartemen dan mengistirahatkan beban di kepalanya. Tidur, mungkin itu cara tercepat untuk lupa sesaat pada permasalahan hidupnya. Namun, begitu sampai di loket apotek, Dan melihat seseorang yang tak asing lagi baginya. Seseorang yang sudah ia renggut kebahagiaannya. "Alsava?"
Dan berniat untuk menghampiri Alsava, tetapi rasanya tunangannya itu pasti akan bertanya sesuatu yang tidak bisa ia jawab. Namun, pintu keluar rumah sakit juga ada di apotek itu. Mau tidak mau, ia harus melewati Alsava.
Dengan ragu, Dan menghampiri Alsava. "Alsava?" panggil Dan dari balik punggung Alsava.
Mendengar namanya dipanggil, Alsava menoleh ke belakang. Alsava kaget, Dadang juga ada di rumah sakit ini. "Lo ngapain?"
Dan terdiam saat mendengar pertanyaan Alsava. Apa yang sebaiknya harus ia katakan? Matanya menatap Alsava, kosong.
Alsava menatap Dadang penuh curiga. Tunangannya itu malah diam saja dan menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti. Alsava menaikkan alisnya sebelah. Memberi kode pada Dadang untuk menjawab pertanyaannya.
Dan tersentak kaget melihat gelagat Alsava. "Ah ... saya hanya menjenguk teman."
"Oh," jawab Alsava tanpa minat.
"Kamu ngapain?"
"Beli obat hipertensi buat ibu. Mau dibawa buat besok berangkat ke luar kota."
"Kenapa harus di apotek rumah sakit? Memangnya di dekat rumah kamu tidak ada?"
"Nggak. Tutup."
Dan mengangguk untuk menanggapi Alsava.
Alsava mengambil obat yang ia beli lalu berjalan keluar dari apotek. Diikuti Dan yang juga sama-sama akan ke parkiran.
"Langsung pulang?"
Kepo banget! "Ya iya, emangnya mau ngapain lagi? Udah malam juga."
"Kalau gitu, saya duluan. Mobil saya di sebelah sini."
"Oke," jawab Alsava seadanya.
"Kamu naik mobil?"
"Ya kalau ke parkiran berarti gue naik mobil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Bad Boy and Fiancè [Tamat]
Ficção AdolescenteAlsava yang masih ingin menikmati masa remajanya, harus ditunangkan dengan pria pilihan ibunya. Awalnya dia pasrah ketika cincin melekat di jari manisnya. Sampai kemudian ia bertemu Adrian, si berandalan kecil pecinta kucing yang hobi tawuran. Bersa...