"Ketemu di depan toko buku lagi, 'kan?" tanya Alsava, memastikan. Seraya menunggu jawaban dari seberang sana. Ia menjepit ponselnya di antara bahu dan telinga, sementara kedua tangannya sibuk mengikat tali pada sepatunya.
"Gue udah di depan toko buku. Lo di mana?" Suara di seberang sana balik bertanya, dari nada bicaranya, tampak jelas lelaki itu tengah kesal karena menjadi satu-satunya orang yang harus menunggu.
"Gue masih di rumah. Lo nggak pulang ke rumah dulu ya?"
"Ngapain gue ke rumah dulu? Dua kali bolak-balik jadinya. Udah deh, lo buruan ke sini aja, Al."
"Iya, ini gue berangkat. Bye!" ujar Alsava. Ia lalu mematikan sambungan telepon itu sambil berlari keluar dari rumahnya, menghampiri tukang ojek online yang telah menunggu di depan gerbang.
Sementara menunggu Alsava, Adrian berdiri tak sabaran di depan toko buku. Sesekali memandangi jam tangannya dan merasa semakin kesal karena waktu tampaknya berjalan amat lambat, dan Alsava tak kunjung sampai. Detik berikutnya, ia melempar pandang ke seberang jalanan, mengamati apa saja yang melintas dan setengah berharap akan menemukan kucing kecil yang ia temukan waktu itu. Tapi selain para pejalan kaki, tak ada makhluk lain yang melintasi trotoar di seberang sana hari ini.
Langit tampak mendung. Adrian tahu sedang turun hujan lebat nun jauh di sana, di suatu tempat yang naungan awan hitamnya tampak lebih tebal daripada tempatnya menunggu sekarang. Firasatnya mengatakan bahwa hujan akan turun pula di daerah itu. Sempat terlintas di benaknya untuk masuk ke dalam toko buku selagi menunggu Alsava tiba. Tapi selain hal itu akan membuat Alsava bingung mencarinya nanti, Adrian tahu bahwa masuk ke sana jauh lebih membosankan daripada berdiri di depan toko buku.
Tak lama kemudian, di depan Adrian, seorang tukang ojek online menurunkan seorang penumpang yang sejak tadi ditunggu kedatangannya.
"Ya elah, lama banget sih lo, Alsaaa," gerutu Adrian begitu Alsava tiba di hadapannya.
"Ya sori. Gue kan tadi udah bilang mau ganti baju dulu di rumah."
"Lo nggak bawa mobil?"
"Lo gak liat gue ke sini naik apa? Pake acara nanya lagi lo," jawab Alsa dengan nada kesal.
"Ya udah sih, gue cuma nanya."
"Mobil gue lagi di bengkel," jelas Alsa tanpa diminta.
"Kita naik taksi aja ya kesananya," usul Adrian seraya merogoh saku celana abu-abunya. Awalnya Alsa menyangka Adrian akan mengeluarkan ponsel atau sesuatu yang berhubungan dengan rencana naik taksi mereka. Tapi ternyata lelaki itu hanya mengeluarkan sebatang rokok dan pemantik api.
"Lo bisa gak sih, gak usah ngerokok depan muka gue? Gue kira lo mau pesen taksi di aplikasi hp."
"Ya lo aja yang pesen taksi, susah amat. Gue ngerokok di samping lo, bukan depan muka lo, Bego."
"Lo mati nggak usah ngajak-ngajak gue kali."
"Siapa yang mau mati?" tanya Adrian sok polos. Namun, alih-alih melanjutkan perdebatan tak bermutu itu, Alsava memutar bola matanya jengah. Ia lebih memilih untuk memesan taksi dan mengabaikan asap rokok yang mengepul di udara, seolah Adrian sengaja menyebarkan asapnya khusus untuk membuat Alsava kesal.
Alsava sedang sibuk dengan layar ponselnya, ketika hujan mendadak turun. Adrian adalah orang pertama yang menyadari rintik-rintik halus itu menyentuh kulitnya.
"Al, hujan nih. Neduh dulu aja gimana?" Kata-kata Adrian mencegah Alsava menyentuh pilihan pesan berwarna hijau di ponselnya. Saat itu hujan mulai menderas tanpa diduga sama sekali.
Gadis itu mendongak untuk merasakan rinai-rinai hujan menyentuh kulit wajahnya yang polos tanpa make up. Ia agak terkejut menyadari perubahan cuaca itu. Langit di atas kepalanya begitu kelabu, seakan tak mengizinkan putih menodainya. Alsava ingin memprotes perkataan Adrian, tapi kata-kata lelaki itu tak ada salahnya, "Ya udah deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Bad Boy and Fiancè [Tamat]
Ficção AdolescenteAlsava yang masih ingin menikmati masa remajanya, harus ditunangkan dengan pria pilihan ibunya. Awalnya dia pasrah ketika cincin melekat di jari manisnya. Sampai kemudian ia bertemu Adrian, si berandalan kecil pecinta kucing yang hobi tawuran. Bersa...