xxii. Stay,

166 20 8
                                    

7 bulan kemudian (Jb POV)

Aku mengantar Lian dari poli kandungan ke penthouse setelah menemaninya memeriksakan sang calon buah hati. Kata dokter, bayi kami sehat dan tumbuh dengan baik. Ah, aku tak bisa bersabar untuk menantikan kehadirannya.

"Lian. Kau ingin di panggil buah hati kita apa nanti?" tanyaku sambil mengemudi.

Dia menyelipkan sebagian rambut panjangnya ke belakang daun telinga dengan anggun. Dan aku menyesal pernah membuatnya sakit hati berkali-kali karena sikap kekanak-kanakanku.

"apa saja, yang penting dia suka." Jawabnya tak banyak keinginan.

Selama hamil, Lian tak secerewet ibu hamil pada umumnya. Malah aku senang karena dia manja sekali padaku. Itu semakin membuatku gemas.

"Ayah, belanja keperluan bayi yuk?" tunggu, dia tadi memanggilku apa? Ayah? Kenapa hatiku bertambah bahagia mendengar panggilan itu darinya.

"kenapa?" tanyanya melihatku senyum-senyum sendiri.

"kau tidak suka dengan sebutan ayah?" tanyanya mengerucutkan bibir.

"Tidak-tidak, bukan seperti itu, aku merasa sebutan ayah tidak pantas bagiku!" kataku mencari ungkapan yang pas untuk menerjemahkan perasaanku.

"lalu, kau ingin di panggil oppa?" ejeknya dengan nada di buat-buat. Ya ampun, kenapa selalu dia yang menghiburku.

"Apalagi itu! aku hanya belum menjadi ayah yang baik, dan sebutan itu terlalu indah bagiku." terangku dengan mengangguk-anggukan kepala.

"Ya sudah, biar orang lain yang akan di panggil dengan sebutan Ayah! Jinyoung sepertinya mau di panggil ayah." Racaunya terdengar kesal.

"Iya-iya, aku bersedia di panggil dengan sebutan itu, Eom-ma!" aku harus mengalah, jangan sampai suasana hatinya berubah buruk karena pembahasan sepele.

"Jika kau memanggilku eomma, yang menoleh bukan cuma aku, tapi ibumu juga menolah." astaga, aku salah. Ternyata dia cerewet, aku mencabut pernyataanku tadi yang membicarakan soal ketidakcerewetannya.

Aku menghela nafas, "Kau kenapa, capek mendengarku bersuara. Okelah, aku akan diam." katanya.

Aku harus bagaimana? Dia sekarang menjadi labil.

"Tidak Lian, aku...aku!" entah aku bingung menjelaskannya. Aku menatapnya sejenak, dan dia balik menatapku.

Sepertinya aku harus mengecup bibirnya.

Cup

Dia membelalak kaget. Perlahan pipinya merona, itu benar-benar menggemaskan. "kurang?" tanyaku meledek.

Dia mengangguk kemudian menggeleng cepat. Aku tertawa lepas melihat tingkahnya. "Sayangku, kau menggemaskan." ucapku mengelus rambutnya.

"Bagaimana, haruskah suamimu ini mengantar belanja?" tanyaku. Dia mengangguk polos.

"Tapi, aku tidak ikut masuk ya." kataku dia mengangguk paham.

Dia mengerti, aku masih belum seutuhnya meninggalkan dunia hiburan, kontrakku bersama GOT7 memang berakhir tahun ini, meskipun kami tidak akan melakukan comeback, tapi nama GOT7 belum resmi berakhir. Walaupun masing-masing anggota GOT7 yang lain mulai serius dengan dunianya.

"Apa kau tidak ada pekerjaan?" tanya Lian melepas sabuk pengaman sembari menatapku.

Aku tersenyum sebagai jawaban. Aku sekarang sibuk menulis lagu dan menjadi produser di agensiku. Aku tidak bisa melakukan apa-apa memang, tidak akan bisa benar-benar meninggalkan dunia hiburan, karena ini memang takdirku.

Life Story After Marriage || ᴾᴶʸ.ᴵᴶᴮ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang