Bab 26

20.7K 1.1K 13
                                    

Kezia mengaduk-aduk minumannya tanpa minat. Kini dirinya sedang berada di kantin bersama Dhea, Reza, Anna dan Al. Queen sedang latihan cheers, jadi tak bisa ikut bergabung. Dan tentu saja Kezia mensyukurinya.

Sementara Daffa? Sudah seminggu cowok itu tidak pernah bersama sahabatnya. Daffa sibuk latihan futsal, padahal jabatannya sebagai ketua sudah bergeser dua hari lalu. Tepat saat jabatan Al sebagai ketua tim basket dan Reza sebagai Ketua Osis juga bergeser. Mengingat beberapa bulan lagi anak kelas dua belas sudah sibuk dengan ujian.

Ketua Osis kini bukan Reza lagi. Melainkan Gino. Anak kelas XI-IPA-3. Kezia tak terlalu mengenalnya, yah semoga saja Gino bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

Suasana meja pojok kantin itu beda dari biasanya. Biasanya meja mereka paling berisik, diisi oleh humor receh Daffa dan Reza, juga makian Dhea dan Anna. Tapi kini, seolah tawa disana hilang, bersama tak kembalinya Daffa.

Kezia menelungkupkan kepalanya diatas lipatan tangan, cewek itu menghela nafas. Sudah ribuan kali Kezia meminta Daffa kembali bergabung bersama sahabatnya saat mereka pulang sekolah bareng atau ada acara berdua. Tapi beribu kali juga Daffa bilang 'tidak marah pada sahabatnya'. Ah Kezia jdi pusing!

Omong-omong tentang Daffa. Kini cowok itu sering mendekati Kezia jika Kezia sedang sendiri. Sering menjemput di rumah untuk ke sekolah bersama. Sering mengantar Kezia pulang jika Kezia tak bawa mobil. Sering mengajak Kezia makan atau nonton bioskop. Dan bodohnya, Kezia selalu menerima ajakannya. Tidak seperti dulu. Kini rasanya Kezia ingin menerima Daffa dalam hidupnya. Toh, cowok yang disukanya malah dekat dengan nenek lampir jelek, jahat, hidup lagi! Jadi buat apa Kezia berharap yang tidak pasti?

Karena harapan adalah luka yang tertunda.

Jadi Kezia belajar, untuk tak terlalu berharap pada suatu hal.

"Eh iya, gue lupa guys, minggu depan dateng ya, kerumah gue." Anna memberikan secarik undangan untuk masing-masing temannya. Dari nadanya, Kezia tahu, Anna tak bersemangat.

"Tadi sih gue udah ngasih ke Daffa. Dia bilang dateng kalau gak sibuk. Ah sok sibuk tu orang!"

"Gue jadi kangen ngejailin dia kan, benci ah!"

"Anna, segala sesutau nggak boleh lo benci sembarangan gitu."

Anna menghela nafas sat Al menegurnya. Sementara Reza terbahak.

"Mampus, Na. Nggak di akuin sebagai sepupu lo!"

Anna melempar Reza dengan botol plastik miliknya, "Bacot bener!"

Kezia tersenyum tipis, setidaknya masih ada Reza yang mengembalikan tawa di meja mereka.

"Al! Nanti gue pulang nebeng lo lagi ya, gue nggak bawa mobil, hehe." Queen entah sejak kapan sudah berada di samping Kezia. Bahkan Kezia tak menyadari kedatangan Queen. Kan memang benar Queen itu titisannya nenek lampir.

Kezia melirik Al yang masih terdiam, sementara Queen menunggu jawaban. Kezia mengalihkan tatapannya ke arah lain. Berusaha untuk tidak kepo lagi tentang hal yang menyangkut Al. Tapi rasanya sulit.

"Iya."

Entah mengapa, rasa sakit itu terasa nyata. Menusuk hingga ke bagian paling terdalam. Kezia berusaha menahan tangisnya, mengingat bagaimana kedekatan Kezia dan Al dulu. Saat menginap dirumah Al. Saat Al bertambah usia. Saat di rumah pohon. Saat Kahfi pergi. Terlalu banyak kenangan mereka. Dan kini, semuanya hanyalah kenangan. Yang akan sakit jika di ingat.

"Widih tumben, kayaknya Al udah membuka hati buat Queen. Asik dah, Queen gak jadi jomblo!" kata Reza menghangatkan suasana yang sempat canggung.

"Doain ae, ntar gue traktir kalo jadian, hehe."

Alando (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang