Bab 35

18.8K 1K 24
                                    

Hari ini hari senin, setelah panas-panasan saat upacara dan telah selesai mengikuti seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah, sore ini Kezia berniat untuk pergi ke pemakaman Ayah, Bunda dan Abangnya. Disinilah Kezia sekarang, terisak diantara tiga makam orang kesayangannya.

Seperti hari-hari sebelumnya, Kezia akan menumpahkan segala keluh kesahnya pada tiga orang tersayangnya. Kezia jarang menunjukkan kesedihannya, tapi saat menginjakan kaki di pemakaman ini, air mata Kezia langsung tumpah. Entah mengapa, rasanya sangat menyakitkan saat tahu orang yang paling Kezia sayang telah pergi. Selama ini Kezia hanya mencoba tegar untuk bertahan hidup. Sama halnya seperti Kevin.

Masalah yang Kezia hadapi akhir-akhir ini terasa begitu berat. Rasanya Kezia ingin mengeluh tapi tak bisa. Kezia ingin mengakhiri hidup, buat apa dia ada di bumi kalau bahagia itu tak pernah Kezia temukan? Tapi, Kezia masih memikirkan Kevin, kembarannya. Kezia tak ingin meninggalkan Kevin. Setidaknya di bumi ini masih ada Kevin dan Kalvin di hidupnya.

Kezia menghapus air matanya yang masih tersisa di pipi pucatnya, sekali lagi matanya menatap tiga batu nisan itu, kemudian melangkah pergi dari sana.

Langkah Kezia terhenti saat matanya menatap figur yang terlihat familiar. Kezia berjalan mendekati sosok yang tengah berjongkok itu secara perlahan sampai kakinya terhenti di belakang punggung cowok itu, baru saja Kezia akan memanggil, suara baritonnya yang terdengar dingin kini keluar.

"Ma, Al rindu." Suara itu berbeda dari biasanya, ada kerapuhan yang terselip di nada itu, namun berusaha untuk tegar. Air mata Kezia menetes, cepat-cepat jari Kezia menghapusnya, kemudian menyentuh pundak cowok itu.

"Kak!"

Al berbalik dan mendongak, wajah terkejutnya sangat kentara terlihat, dan di detik berikutnya, wajah datarnya yang terlihat. Wajah datar itu, Kezia rindu wajah itu. Terutama senyumnya yang membuat candu.

"Bisa kita bicara?"

Kezia lupa, kata 'kita' tak ada di antara Kezia dan Al.

Al menghapus air matanya, mengangguk lantas berdiri, matanya sama sekali tak menatap ke arah Kezia.

"Ayo kesana."

Kini, Kezia sedang duduk berdampingan bersama dengan Al di sebuah kedai yang berada di dekat pemakaman. Setelah memesan dua minuman, kedua manusia itu hanya terdiam. Tak ada yang ingin memulai pembicaraan.

Kezia berdeham, berusaha menghilangkan rasa canggung itu. Sepertinya Kezia yang harus membuka pembicaraan, karena Al hanya terdiam.

"Maaf kalau gue ganggu waktu lo, Kak."

"Kayak biasa aja."

Kezia memiringkan kepalanya, keningnya berkerut samar sambil menatap Al.

"Gue gak suka lo panggil 'Kak'"

Kezia hanya manggut-manggut, "Gue gak bermaksud ikut campur dalam urusan keluarga lo. Gue cuma mau nepatin janji gue, dan semoga—" Kezia sengaja menggantungkan kalimatnya, Kezia hanya ingin melihat bagaimana reaksi Al, karena tak ada perubahan dari raut wajah Al, Kezia melanjutkan, "Lo mah bantu gue."

Al melirik ke arah Kezia, hanya sedetik, karena detik berikutnya Al memandang ke arah lain.

"Gue denger lo kabur dari rumah, bener?" Kezia kembali melirik ke arah Al dan Al hanya terdiam dengan wajah datarnya. Astaga, rasanya Kezia ingin menendang cowok itu.

"Gue anggep jawaban lo, 'iya'" Masih tak ada tanggapan dari Al, Kezia kembali melanjutkan, "Gue gak peduli lo mau kabur dari rumah. Gue gak peduli lo mau tidur dimana. Gue gak peduli lo tidur atau engga. Gue gak peduli lo udah makan atau belum. Gue gak peduli lo kelaperan. Gue gak peduli lo mau jadi gembel sekalipun!"

Alando (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang