Bab 14

24.4K 1.4K 48
                                    

Kening Al berkerut samar saat Kezia menyuruh Al untuk memakirkan mobilnya diparkiran pemakaman. Otaknya terus berputar, untuk apa Kezia membawanya kesini?

Oh Al tau, apa mungkin Kezia akan menguburnya hidup-hidup? Tentu tidak, gadis mungil seperti Kezia yang takut pada ketinggian tak mungkin mau melakukan hal itu.

Tapi tunggu, dari mana Al tau Kezia takut ketinggian?

Tentu saja Al mengarangnya.

Al berjalan mengikuti Kezia yang kini berada didepannya. Cowok itu berjalan dijalan sempit, cukup untuk satu orang dengan banyak kuburan disekelilingnya.

Pemakaman itu tampak sepi pada pagi hari ini. Cuaca juga tidak panas dan tidak hujan. Biasa-biasa saja.

Sudah hampir lima menit Al berjalan mengikuti Kezia, namun sedari tadi Kezia belum membuka suaranya. Membuat Al semakin bertanya-tanya, untuk apa mereka kesini.

Kezia berhenti, gadis itu berjongkok diantara dua makam. Al mengikuti dibelakangnya, karena tak tahu harus bagaimana.

"Selamat ulang tahun, Ayah, Bunda."

Deg!

Al terdiam tak berkutik, matanya itu hanya memperhatikan Kezia dari samping. Dan dapat Al lihat, senyum lebar yang biasanya cewek itu tampilkan, kini hanya berupa senyum tipis.

"Maaf Kezia baru dateng lagi, jenguk Ayah sama Bunda."

Kezia menarik nafasnya, "Bang Kalvin, Bang Kahfi,Kevin dan Kezia kangen banget sama Ayah, Bunda. Biasanya kalau Ayah sama Bunda ulang tahun, kita berenam selalu ngerayain bareng dirumah. Bikin pesta kecil-kecilan buat keluarga kita."

Setetes air mata terjatuh dari pipinya.

"Tapi sekarang, Ayah, Bunda udah dipanggil Tuhan. Jadi kita gak bisa rayain pesta ulang tahun Ayah sama Bunda lagi."

"Ayah sama Bunda yang tenang ya disana, jangan khawatirin Kezia lagi. Kezia disini seneng. Ada Bang Kahfi sama Kevin yang selalu jagain Kezia. Ada Bang Kalvin yang selalu ngasih apa yang Kezia mau."

Kezia menghapus airmatanya, lantas berlaih menatap Al. Cewek itu tersenyum.

"Kezia kesini sama Al. Ayah sama Bunda pasti belom kenal, hehe."

Kezia tertawa kecil, kemudian menyuruh Al untuk menyapa kedua orang tuanya.

"Eh?"

Tentu saja Al kaget, walaupun tidak secara harfiah, namun tetap saja rasanya itu seperti...

Ah, sulit dijabarkan.

"Hai Om, Tante. Saya Al, temen Kezia. Sebentar lagi jadi pacarnya."

Kezia tertawa mendengar ucapan Al. Tentu saja Kezia tak menganggapnya serius. Karena Kezia tau, Al hanya ingin membuatnya tertawa.

"Bohong! Al ini Kakak kelas Kezia, Yah, Bun. Jadi kami cuma teman."

Entah mengapa, kata teman yang diucapkan Kezia terdengar menyakitkan.

Awalnya temen, tapi tidak ada yang tau apa yang bakal terjadi selanjutnya.

~Alando~

Kezia tersenyum menatap pemandangan didepannya. Angin sepoi-sepoi yang menyentuh wajahnya, pemandangan hijau didepannya. Kezia jarang menemuinya di Jakarta. Dan kini, Kezia senang bisa melihat pemandangan seperti ini.

Selesai dari pemakaman tadi. Bergantian Al yang mengajak Kezia kesuatu tempat. Dan setelah menempuh hampir tiga jam perjalanan, ternyata Al membawa Kezia kerumah lamanya yang berada di Bogor. Awalnya Kezia bingung kenapa Al membawanya kemari, tapi setelah melihat rumah pohon yang berada dihalaman, Kezia tau tujuan Al kemari.

Alando (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang