Bab 19

23.3K 1.3K 114
                                    

Dear Zia, adek gue yang paling gue sayang.

Kalau lo baca surat dari gue. Berarti gue udah pergi buat selamanya. Maafin gue yang gak bisa nepatin janji gue buat selalu ada disamping lo. Kalau gue bisa milih, gue lebih milih lo yang ninggalin gue dibanding gue yang ninggalin lo. Semua ini udah kehendak yang di- Atas, gue sebagai hamba-Nya hanya bisa menjalankan perintah-Nya.

Gue minta sama lo, jaga diri baik-baik. Jangan terlarut dalam kesedihan karena gue tinggal. Disana masih ada Kevin dan Bang Kalvin yang sayang sama lo. Jangan bikin gue sedih karena ngeliat lo terpuruk.

Oh iya, buat mobil gue yang lo pinjem, dari awal gue udah tahu bahwa itu kerja sama kalian. Gue udah tau dari awal, semuanya. Gue diem, buat memperlancar rencana kalian. Gue bangga sama kalian yang kompak. Ya walaupun sering berantem. Yah semoga dengan gak adanya gue disisi kalian, kalian gak sering berantem lagi. Selalu kompak. Biar Ayah sama Bunda seneng liatnya di surga sana.

Itu aja si yang mau gue bilang. Inget, lo harus rajin makan, makan, makan, sholat, sholat, sholat. Belajar, belajar, belajar yang rajin. Jangan nyusahin Kevin disana. Karena lo itu adek paling merepotkan sedunia. Tapi juga adek paling gue sayang.

Bye Kezia.

Your Brother,
Kahfi.

Kezia mengusap air matanya yang menetes diatas surat yang diberikan abangnya dengan perantara Hana tadi. Kezia kembali melipat surat itu. Tangisnya kembali pecah. Belum sampai sehari Kahfi meninggalkannya, Kezia sudah rindu.

Kalau kata Dilan, tokoh novel yang Kezia baca, "jangan rindu, berat." Sekarang Kezia paham bagaimana beratnya rindu itu. Apalagi rindu kepada seseorang yang sudah tak bisa ditemui lagi.

Kezia cukup menyesal karena kemarin lebih memilih kepasar malam dibandingkan menemani Abangnya. Kalau tahu seperti ini kejadiannya, Kezia akan memilih menghabiskan waktu bersama Kahfi dirumah daripada mencari kesenangan untuknya sendiri.

Kezia meletakkan surat itu didalam kotak kecil dan dimasukkannya kedalam laci. Gadis itu membaringkan tubuhnya diatas kasur. Menarik selimut dan memejamkan matanya.

"Gue kangen lo, Bang."

~Alando~

Kezia memekik hebat dari ruang tamu. Suasana aman-nyaman-tentram yang sudah tercipta sejak satu jam lalu buyar ketika suara Kahfi memanggilnya dari lantai dua. Kezia, gadis mungil itu menoleh kearah tangga. Disana terlihat Kahfi sedang menuruni tangga dengan gerakan cepat.

Dengan gerakan secepat kilat, Kezia bangkit dari posisi aman-nyaman-tentram-nya dan terburu-buru memilih jalan memutar untuk mengelabui Kahfi. Ditangga, Kezia berpas-pas-an dengan Kalvin. Abang pertamanya.

"Lo kenapa Zi? Kok lari-lari ditangga, bahaya." Memang kalau masalah bawel, Kalvin jagonya.

Kezia berhenti, cewek itu berlindung dibalik punggung abangnya. Gadis itu menatap Kahfi yang sudah sampai di anak tangga ketiga.

"Tuh, bang Kahfi mau jailin Zia lagi!" tangan Kezia menunjuk Kahfi didepannya.

"Eh apaan, nggak gitu Bang. Kezia tu, pasti ngambil komik gue lagi."

"Ih nuduh lo, gue nggak ngambil komik lo!" Kezia mengelak.

"Kalau bukan lo, siapa lagi coba. Kevin? Tuh anak punya cukup duit buat beli komik."

Kezia menatap garang Kahfi, "Eh, lo pikir gue nggak punya duit? Punya!"

"Terus ke-"

Alando (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang