Siang itu tak lagi begitu terik karena deru angin musim gugur terasa membawa atmosfer yang lebih dingin. Dari lantai 3 SMA Higashi, Honda Tsuchiya berdiri di depan jendela koridor sambil memejamkan mata dan menopang dagu. Satu kali suara menggeram keluar dari perutnya, membuat remaja itu mendecakkan lidah.
"Ah, lapar...," keluhnya. "Lama sekali sih Aoba dan yang lainnya."
"Kau ini jadi manusia tidak ada sabarnya." Kawan Tsuchiya yang berdiri di sebelahnya menimpali dengan nada bosan.
"Urusai shi, Naoki. (Berisik ah, Naoki.)"
Tak lama kemudian 3 siswa tingkat satu terlihat berjalan di lorong lantai 3 sekolah, menuju tempat Tsuchiya dan Naoki berdiri.
"Senpai," panggil salah satu dari ketiga siswa yang baru datang.
Mendengar panggilan tersebut, Tsuchiya dan Naoki dengan reflek berbalik menghadap orang yang memanggil mereka. Senyum lebar terpampang nyata di bibir 2 anak itu.
"Ini sandwich dan susu coklat titipan Honda senpai," ucap satu dari ketiga anak tersebut sembari memberikan pada Tsuchiya satu buah roti lapis ukuran besar dan susu kotak rasa coklat.
"Yosh! Yosh! Sankyu, Aoba. (Oke! Oke! Thanks, Aoba.)" Tsuchiya menyambut makanannya dengan gembira.
"Hee? Kok, roti melonku tidak ada?" Kali ini Naoki bersuara. Wajahnya menggambarkan ekspresi kecewa.
"Maaf, Yoshikawa senpai. Saat aku dan yang lain ke kantin, roti melonnya sudah habis. Dan lagi, senpai tidak titip menu cadangan jadi kami hanya beli susu kotak saja." Satu lagi siswa menjawab Naoki dengan perasaan bersalah.
"Hah? Aha ha ha haha...."
Terdengar tawa garing bernada mengejek dari Tsuchiya. Naoki menoleh dan menemukan sahabatnya tengah asyik menggigit setangkup besar roti sandwich yang dibelinya.
"Haha ha ha hah...."
Tawa itu terdengar lagi. Kali ini terasa lebih menyebalkan dari sebelumnya.
"Kucukur habis rambutmu setelah ini," geram Naoki pada Tsuchiya. Tetapi yang diancam malah kembali tertawa garing.
"Ano senpai... Kalau senpai lapar, senpai bisa makan sandwich punyaku."
Naoki mengerling pada roti isi yang disodorkan oleh adik kelasnya. Menggoda sih, apalagi Naoki memang lupa membawa bekal makan siangnya hari ini, tapi...
"Kau ini bicara apa sih, Ono? Itu kan jatah makan siangmu. Ngapain kau berikan padaku? Hahaha."
Naoki mengembalikan roti isi tersebut. Menolaknya secara halus. Bagaimanapun juga ia tak sampai hati mengambil jatah makan siang adik kelasnya.
"Yoshikawa senpai, kami benar-benar minta maaf karena gagal membeli roti melon pesanan senpai."
Naoki buru-buru mengibaskan tangannya di depan muka. "Aduh, Aoba... Kan sudah kubilang tidak apa-apa. Roti melon sih, tidak hanya kantin sekolah yang jual. Santai saja."
"Ya. Kalian tidak perlu khawatir. Naoki biasa tidak makan siang, kok." Tsuchiya menimpali.
"Oh, begitu ya... Haha." Naoki tertawa janggal. Satu tangannya kemudian menjambak pelan rambut Tsuchiya. Anak itu lanjut berucap, "Kalau aku lapar, aku tinggal menyuruh Tsuchiya membuatkanku bento dari bahan-bahan di kelas Home Economics."
"Ittai! (Sakit!)" Tsuchiya mengaduh.
"Jangan lupa hari ini latihan seperti biasa ya." Naoki mengingatkan ketiga adik kelas yang berdiri di depannya sambil terus menjambak rambut Tsuchiya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Akai Ito (Benang Merah Takdir)
General FictionAkai Ito (Benang Merah Takdir) bercerita mengenai Yoshikawa Naoki, memaknai tiap pertemuan yang tanpa sadar menuntunnya kepada sang takdir. - Yoshikawa Naoki merupakan tipe siswa flamboyan, sesuai dengan pikiranmu; tampan dan populer. Sayang sekali...