Mesin kopi yang berada di dapur menimbulkan suara berdengung-dengung di telinga Fumi. Ditambah ayahnya ikut bersenandung lagu trot yang ia tak tahu judulnya apa. Fumi menghela napas sambil bertopang dagu di meja kasir. Matanya menerawang ke depan, menembus kaca jendela. Menyeleksi mobil-mobil dan orang-orang yang lalu lalang di depan toko.
"Loh? Itu guruku les-ku. Guru yang memberi PR kemarin."
"Ah ...."
Kini Fumi ganti menaruh kepalanya pada lengan yang terjulur. Ia mendesah keras. Kemarin, dirinya bertanya pada Naoki mengenai pelanggan wanita yang dikejar remaja itu pada Kamis malam. Ternyata orang tersebut adalah guru les Naoki. Dunia ini sempit sekali sih, begitu pikir Fumi.
Hari ini si pelanggan tak mampir ke kedai keluarga Fumi. Meski dirinya melihat sosok itu berjalan melewati tokonya pagi tadi. Dari Naoki, ia tahu kalau namanya adalah Tachibana Midori. Fumi mengulang-ulang nama itu sejak kemarin. Dipangil-panggilnya orang itu dalam hati.
Namanya bagus, ia terus memuji.
Tiba-tiba saja pintu kedai terbuka. Seorang remaja laki-laki seusianya muncul dari luar dan menyapa Fumi dengan gaya cuek yang khas.
"Yo! Kurosaki."
Tsuchiya berjalan dari pintu kedai ke meja pesanan. Ia mendongak, melihat-lihat menunya sebentar. Wajahnya kelihatan seperti tengah berpikir. Fumi menggeleng bosan. Padahal anak laki-laki itu sudah hapal semua menu yang disediakan oleh kedainya, kenapa pakai sok membaca-baca menu segala?
"Kurosaki, aku ingin Vanilla Milkshake, ya." Tsuchiya berkata pada Fumi. "Oh, iya. Sama yang ini." Ia menunjuk pada castella atau kue sponge di dalam kaca display.
Fumi menghela napas, menerima uang dari Tsuchiya. "Ya sudah. Tunggu dulu. Aku buatkan."
"Eh, nanti antarkan ke mejaku ya."
Fumi cepat-cepat berbalik. "Memangnya aku ini pelayanmu?" protesnya.
"Kan memang iya," jawab Tsuchiya santai sembari berjalan menuju meja di dekat jendela.
Apa-apaan sih? Tapi- secara tak langsung benar juga katanya.
Segera setelah membuatkan Vanilla Milkshake dan mengambil kue sponge pesanan Tsuchiya, Fumi mengantarkannya ke meja yang berada di pojok kedai. Letaknya dekat jendela. Disana Tsuchiya tengah berkutat dengan ponselnya. Kedua alis remaja itu saling bertaut.
"Tumben," celetuk Fumi sambil menaruh nampan yang ia bawa.
"Apa? Eh, sudah datang rupanya milkshake-ku." Tsuchiya mendongak. "Naoki masih les di rumahnya. Sebentar lagi dia juga kesini."
Les? Fumi membatin.
"Aku dan Naoki ada reuni SMP nanti. Makanya tunggu disini dulu." Tsuchiya lanjut berbicara. Matanya kembali pada layar ponsel. Ia menyesap milkshake pelan-pelan.
"Eh- uhm ... Honda," panggil Fumi pada teman Naoki itu. Si gadis kemudian duduk berhadapan dengan anak yang pernah satu kelas dengannya saat di tingkat satu. "Kau- kenal dengan guru les-nya Yoshikawa?"
"Hah?" Orang yang ditanya mengeluarkan koor heran, tak melepaskan pandangan pada benda eletronik di tangan. "Gurunya yang mana juga aku tidak tahu. Belum pernah ketemu."
"Tapi kau tahu namanya?"
"Tachibana-sensei," jawab Tsuchiya otomatis. "Meski begitu, Naoki tidak pernah cerita tuh, soal gurunya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Akai Ito (Benang Merah Takdir)
Ficción GeneralAkai Ito (Benang Merah Takdir) bercerita mengenai Yoshikawa Naoki, memaknai tiap pertemuan yang tanpa sadar menuntunnya kepada sang takdir. - Yoshikawa Naoki merupakan tipe siswa flamboyan, sesuai dengan pikiranmu; tampan dan populer. Sayang sekali...