"Eh, eh, tunggu. Jangan teriak dulu. Ini aku, Tsuchiya."
Satu sorotan lampu senter mengenai wajah Naoki hingga anak itu mengedipkan mata. Genggaman pada jemarinya terlepas, membuat Naoki mencela dalam hati.
"Sialan!" Ia mendengar umpatan pelan dari Midori. "Bikin kaget saja!"
Wanita itu buru-buru berbalik dan keluar dari ruang kelas yang gelap. Di depannya, Tsuchiya masih memainkan lampu senter. Tidak sadar akan mood orang-orang yang berubah karena ulahnya.
"Dasar!" Fumi berdecak kemudian keluar kelas.
"Hah? Kenapa sih anak itu?"
Misaki lantas menepuk bahu adiknya seraya menggelengkan kepala. Laki-laki dewasa itu seolah menyayangkan perilaku Tsuchiya yang kelewat tidak peka.
"Kalau dengan wanita, harusnya lembut sedikit, Tsuchiya." Misaki memberi nasihat.
Ucapan tersebut ditepis oleh Tsuchiya yang melancarkan protes, menyalahkan Fumi karena dia tidak membaca papan kelas yang bertuliskan "Uji Nyalimu di Rumah Hantu 3-C".
Keempat lelaki tersebut berjalan keluar kelas. Tak seperti biasanya kali ini Naoki diam saja. Ia bahkan tak ikut menyalahkan Tsuchiya. Padahal biasanya Naoki yang paling semangat mengejek sang kawan.
Pikirannya masih melayang pada hangat genggaman Midori di jemarinya.
"Adikmu lucu juga, Misaki." Keluar dari ruang kelas, Kaoru tertawa sambil mengomentari perilaku Tsuchiya.
Sementara anak yang dibicarakan mendadak bisu saat sadar siapa yang barusan berkata. Tsuchiya berbalik menghadap Kaoru. Matanya berbinar. Bibirnya yang didandani dengan tampilan vampir menampilkan cengiran canggung.
Tsuchiya tampak dua kali lebih menyeramkan dari saat ia mengagetkan Naoki di dalam ruang kelas barusan.
"Mizu ...." Ucapan anak itu terputus saking senangnya ia bertemu Kaoru.
"Mizu (air)?" ulang Naoki. "Kau haus?"
"Mizutani-san ...."
Naoki menepuk dahinya. Kurang ajar, Tsuchiya! Bisa-bisanya dia salah tingkah. Di depan sesama laki-laki pula!
Kemudian Tsuchiya, masih dengan gaya kikuknya, memperkenalkan diri kepada Kaoru. Sang kapten tim basket SMA Higashi itu juga tak lupa kembali cerita soal tiket festival yang ia berikan pada Kaoru lewat Misaki.
Kaoru hanya tertawa seraya mengacak lembut rambut Tsuchiya. Responnya kurang lebih sama seperti saat laki-laki itu pertama kali berkenalan dengan Naoki.
Mizutani-san orangnya ramah, Naoki menggumam dalam hati.
Sembari berjalan menyusuri lorong, Naoki menyadari kalau Midori kini berjalan beriringan dengan Fumi di depan. Di baris kedua ada Misaki dan Kaoru. Sementara dirinya dan Tsuchiya berjalan paling akhir.
"Mau kemana kita?" Misaki menoleh pada adiknya yang sekarang sudah memakai seragam sekolah dan menghapus dandanan seramnya.
"Hall basket," jawab Tsuchiya. "Klub basket punya pertunjukan dan hadiah juga." Ia terkekeh.
"Apa? Aku tidak dengar tuh, soal itu." Naoki berbisik.
"Tenang saja, Naoki. Kau akan aman, kok."
Hah? Kok aku?
"Hei, maksudnya kalau aku akan aman itu apa? Tsuchiya!" Naoki memanggil tetapi temannya itu sudah berlari ke depan, menuntun lima orang lainnya agar mengikuti ke gimnasium sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akai Ito (Benang Merah Takdir)
Fiction généraleAkai Ito (Benang Merah Takdir) bercerita mengenai Yoshikawa Naoki, memaknai tiap pertemuan yang tanpa sadar menuntunnya kepada sang takdir. - Yoshikawa Naoki merupakan tipe siswa flamboyan, sesuai dengan pikiranmu; tampan dan populer. Sayang sekali...