Sabtu ini Naoki tidak ada kelas belajar dengan Midori. Kemarin ia sudah minta izin pada ibunya untuk pergi menonton pertandingan terakhir penyisihan grup Kejuaraan Musim Dingin. Sang ibu, meski agak ragu, akhirnya mengijinkan. Hitung-hitung sebagai hadiah karena Naoki berhasil mendapat nilai yang memuaskan saat Ujian Tengah Semester. Apalagi hasil tes Bahasa Inggrisnya juga mengalami peningkatan pesat, 73.
Rekor tebarunya. Tujuh poin lagi ia bisa meraih asa bertanding satu lawan satu dengan Midori.
Mungkin urusan itu ia pikirkan nanti, karena sekarang Naoki tengah mengelus dagunya sembari berpikir di kursi penonton. Sang sahabat, Honda Tsuchiya, yang duduk di sebelahnya juga mengamati pertandingan basket dengan serius. Sebenarnya bukan tanpa alasan mereka berdua datang menonton. Pertandingan yang Naoki dan Tsuchiya saksikan adalah pertempuran dua raksasa kebanggaan prefektur masing-masing.
Akademi Fuuryuu dari Kyoto dan Akademi Shuukan dari Gunma. Keduanya merupakan kontender paling kuat untuk memenangi Piala Musim Dingin, namun sialnya malah berada satu grup. Secara angka, Akademi Fuuryuu punya dua poin diatas Akademi Shuukan pada blok E. Menjadikan sekolah elit Kyoto itu juara grup sementara. Walau apapun hasil yang terjadi keduanya akan tetap melenggang ke babak delapan besar.
Tetapi dalam kompetisi, pertandingan sekecil apapun sangat berarti. Posisi sebagai juara atau runner up grup menentukan pilihan lawan mereka di babak resmi nanti.
Dalam kasus ini, jika Akademi Fuuryu menang, mereka akan secara otomatis menjadi juara grup E. Menyisakan Akademi Shuukan sebagai runner up grup, begitu juga sebaliknya karena sekolah peserta turnamen akan mendapatkan tiga poin setiap memenangkan pertandingan. Tentu saja pertandingan ini akan jadi titik balik bagi kedua sekolah.
Sedang untuk Naoki, pertandingan ini jadi arena untuk menemukan kelemahan calon lawannya. Sekolah Naoki, SMA Higashi, adalah juara grup B. Berdasarkan tabel pertandingan, sekolah Naoki akan berhadapan dengan runner up dari grup E. Entah Akademi Fuuryuu atau Shuukan, keduanya sama-sama tak bisa diremehkan.
“Hmm….” Naoki mendengar Tsuchiya bergumam. “Shuukan punya metode defense yang tradisional.”
“Sial!” Remaja berwajah sayu itu mengumpat pelan.
“Itu mengikis kesempatan untuk merebut rebound.”
“Lalu …,” Tsuchiya menggantungkan kata-katanya, mengamati apa yang terjadi di lapangan. Dia menghela napas dalam, menyiratkan satu rasa frustrasi sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Kemampuan lemparan tiga angka si nomor delapan itu tidak main-main. Aku baru tahu Shuukan merekrut siswa asing di klub mereka.”
Naoki mengarahkan pandangannya pada sosok yang dibilang Tsuchiya. Remaja laki-laki berambut coklat serta berkulit pucat. Di wajahnya terdapat beberapa bintik kecoklatan akibat kelamaan berada di bawah terik matahari. Tingginya melebihi rekan-rekan satu timnya. Dengan teknik lemparan yang sangat halus seperti barusan, si nomor pungung delapan ini bisa jadi satu momok menyeramkan.
“Bagaimana menurutmu, Naoki?”
Pemuda Yoshikawa itu bergumam rendah. “Shuukan memang memiliki pertahanan ketat dan shooting guard yang agak sialan. Tapi mereka kewalahan pada serangan balik.”
“Ada banyak opening yang bisa kita gunakan, kalau mereka jadi lawan kita saat Desember nanti.”
“Opening katamu?” tanya Tsuchiya yang dibalas anggukan oleh Naoki.
“Shuukan mengandalkan metode zone defense, dan menurutku melesakkan tembakan dari area luar sangat gegabah karena, yaah- seperti kau bilang Tsuchiya, kesempatan merebut rebound cukup tipis …,” Naoki berhenti sebentar untuk menyesap soda kalengan.
![](https://img.wattpad.com/cover/141906520-288-k260787.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Akai Ito (Benang Merah Takdir)
General FictionAkai Ito (Benang Merah Takdir) bercerita mengenai Yoshikawa Naoki, memaknai tiap pertemuan yang tanpa sadar menuntunnya kepada sang takdir. - Yoshikawa Naoki merupakan tipe siswa flamboyan, sesuai dengan pikiranmu; tampan dan populer. Sayang sekali...