Chapter 6

4.2K 205 9
                                    


Pribahasa : Gajah berhati, kuman pun berhati juga.

***

"Kalau boleh tahu, Ndoro mimpi apa tentang saya?" Aswono kembali teringat tentang mimpi tentang mimpi yang dikatakan Ki Darma. Sudah lebih dari lima tahun Aswono pamit untuk berhenti bekerja, sungguh aneh tiba-tiba dia masuk dalam mimpi warok yang terkenal akan kebijaksanaan dan kesaktiannya ini.

"Aku mimpi kamu minta tolong."

"Minta tolong apa, Ndoro?"

"Ya mana aku tau, As. Kamu yang harusnya memberitahuku, kamu ada masalah apa?"

Aswono berpikir keras, hidupnya berdua dengan Bayuaji baik-baik saja. Walau petaka yang merenggut anak dan menantunya setahun lalu membuatnya sedih tak terperi, tapi dia sudah ikhlas pada suratan Sang Pencipta.

Hidupnya memang sangat pas-pasan, tapi tenang.

"Emm ... Mbah, ini kopinya." Bayuaji hadir dengan nampan dan dua gelas cangkir kopi. Kepalanya menunduk, ujung matanya berkali-kali melirik sosok yang tadi disangka perampok olehnya.

"Cah Bagus, asmane sinten?" Suara rendah namun kuat dari sang warok membuat Bayuaji bergirdik. Dirinya menoleh pada mbahnya, tidak yakin dia harus menjawab atau tidak.

"Jawab pertanyaan Ki Darma, Le" dorong Aswono.

"Bayuaji, Ki."

Sang Warok mengambil dan meletakkan di meja nampan yang dibawa Bayuaji. Jemarinya yang besar menangkup kedua sisi kepalanya. Dadanya berdetak kencang. Tangan sang warok terasa panas. Perlahan sang warok menarik dirinya. Jambang lebat menggelitik dahi ketika bibir sang warok tepat berada di atas umbun-umbun kepalanya.

Sayup-sayup terdengar kata-kata yang dirapal cepat. Bayuaji tidak mengerti artinya. Namun, seketika bulu kuduknya meremang. Dari tempat yang tersentuh Ki Darmo, aliran panas terasa mengalir ke selulruh badannya.

***

Aswono bergerak gelisah dalam tidurnya. Berkali-kali tubuh tuanya berganti posisi di atas dipan bambu yang berada di dekat dapur rumahnya. Ia yakin dua tiga jam lagi matahari akan muncul di cakrawala, namun kantuk tidak juga menghampiri Aswono.

Dia sedang disesaki pikiran karena kedatangan sang warok. Aswono tidak buta, ia dapat melihat cara sang warok melihat cucunya. Dia tahu mungkin dirinya terlalu berlebihan, bisa saja tadi sore sang warok hanya membacakan ajian untuk melindungi Bayuaji seperti yang dikatakan. Apalagi, konon dulu Ki Darma terkenal bukan hanya karena berpantang menyentuh perempuan, tapi membatasi dirinya untuk tidak mengambil gemblak. Baru sekang ini Aswono melihat Ki Darma memiliki gemblak.

Jaman telah mengikis perlahan praktek Gemblak. Warok jaman sekarang sudah banyak yang menikah dan memiliki anak tanpa mengangkat gemblak, apalagi praktek ini telah semakin lama menjadi tabu di masyarakat.

Kini, mayoritas warok hanya lakon yang dirtarikan pria-pria dengan dengan riasan sangar untuk menari dalam acara pertunjukan reog. Ki Darma adalah salah satu orang yang Aswono kenal masih benar-benar menjalani hidup sebagai 'warok'.

Walau kemungkinannya kecil, tapi mengingat paras rupawan Bayuji dan permintaan Ki Darma yang tiba-tiba meminta menginap di rumahnya bersama sang gemblak hingga pagelaran usai, membuat Aswono berpikir. Apa Warok Darmo tertarik menjadikan cucunya gemblak?

Kecurigaan Aswono bukan tidak beralasan. Liam, gemblak milik sang warok telah dewasa. Sudah waktunya untuk dilepaskan. Biasanya, jika kontrak gemblak sudah habis, warok akan mencari ganti pemuda lain—yang rata-rata dari masyarakat miskin--dan mengikat kontrak beberapa tahun dengan imbalan sapi

Gajah berhati, kuman pun berhati juga, walau Aswono kini hidup pas-pasan, tiada hati Aswono yang mau menjadikan Bayuaji menjadi gemblak dengan mahar berapapun. Namun, bagaimana jika Ki Darmo benar-benar meminang Bayuaji? Bagaimanapun hutang budi Aswono sangat besar pada Ki Darma. Pada warok itu, Aswono berhutang nyawa. Dalam kegelisahan yang masih terus terasa, dia bedoa jika ketakutannya tidak menjadi kenyataan.

***

Bayuaji terbangun karena kandung kemih yang penuh. Dengan langkah gontai setengah mengantuk, dia pergi ke kamar kakek. Dia ingin diantarkan ke kamar mandi yang berada di luar rumah. Bayuaji tidak berani sendiri. Walau bukan lagi anak kecil, tapi berkat keahlian kakeknya yang bercerita tentang wewe gombel dan gondoruwo, Bayuaji jadi takut keluar sendiri pada malam hari.

Seperti kebiasaannya, dengan mata hampir tertutup Bayuaji pergi ke kamar kakeknya. Dia melihat cahaya remang dari damar minyak masih menyala di kamar. Bayuaji menyibak sedikit kelambu yang menggantikan fungsi pintu.

Bayuaji membeku, ngantuknya hilang seketika. Di atas ranjang sang kakek yang bergoyang, ada dua orang telanjang sedang bergumul bersama. Pipi Bayuaji memanas, lututnya bergetar. Bayuaji mengutuki otaknya yang lupa jika kamar kakeknya dipinjam menginap oleh dua orang yang datang tadi siang.

Lelaki dengan kulit putih yang berkilat karena keringat menatap Bayuaji yang sudah pucat pasi. Bagai tidak terganggu dengan kehadiran Bayuaji, lengan dan tuingkainya memeluk erat pria lain yang kini sedang menindihnya.

Bayuaji lari, jantungnya melonjak kencang. Dia langsung menuju kamarnya. Dia tidak terlalu mengerti yang ia lihat, tapi rasanya itu hal yang tidak boleh dia saksikan.

"Bayu, kamu dari mana? Kenapa kamu gemetar begitu?" sahut suara Arya yang baru terbangun.

Bersambung ....

Cah Bagus, asmane sinten? = Anak ganteng, namanya siapa?

Ndoro = Tuan

TABOO - Di Balik KelambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang