Chapter 13

2.8K 152 7
                                    

Chapter 13

Pribahasa : Ibarat kucing, dikasih ikan asin mana nolak.

Mulut Bayuaji terasa kelu. Dipandangi Ki Damar membuat Bayuaji salah tingkah.

"...."

"Kenapa diam? Kamu tertarik?" Kumis Ki Darma tertarik ke atas, pria yang hampir menginjak usia lima puluh tahun itu tersenyum melihat Bayuaji yang mulai melihat pintu keluar dan kakinya secara bergantian, tidak berani memandang lansung dirinya. Sangat terlihat jika cucu Aswono sangat gugup, pemuda itu mulai meremas-remas celana pendeknya. "Ke sini."

Bayuaji terlonjak. Dia benar-benar tidak ingin bertemu Ki Darma, dirinya bahkan mencoba tidak berpapasan di dalam rumah karena canggung jika bertemu Ki Darma dan Liam. Sekarang dirinya malah hanya berdua bersama orang yang tidak ingin dia temui.

"Bayuaji, jangan takut. Sini." Seperti tersugesti, niat awalnya utuk segera kabur masih ada, tapi kakinya mengkhianati dengan perlahan melangkah kea rah orang yang memanggilnya.

Setibanya di kursi bamboo tempat Ki Darma bersila, badannya menggigil. Gabungan rasa takut dari awal bertemu dengan sang warok dan ingatan kejadian di kamar kakeknya membuat Bayuaji benar-benar tidak ingin berinteraksi dengannya. Bahkan, Bayuaji masih tidak berani mengangkat muka.

Getar di tubuh Bayuaji langsung menghilang ketika tangan besar dan berat mendarat di kepalanya, tapi sebagai gantinya, kini tubuhnya sekaku papan.

"Jok wedi, kamu aman."-jangan takut-kata Ki Darma. "Aji, Bayuaji. Lihat Ki Darma."

Bertentangan dengan ketakutan dan keengganannya, Bayuaji mengangkat wajahnya. Mata hitam Ki Darma seperti menarik semua ketakutan Bayuaji. Senyum samar dari pria itu membuat Bayuaji juga mengangkat bibirnya.

"Lah, harusnya begini. Hilang gantengnya kalau nunduk terus." Lelaki itu mengusap kepala Bayuaji. "Duduk."

Dengan menurut Bayuaji duduk di sebelah Ki Darma. Sepiring jajanan pasar dan secangkir kopi hitam tersaji di depan warok tua itu. "Ambil." Ki Darma memberikan Bayuaji kue lemper, pemuda itu menerimanya dan memakannya. Ibarat kucing, dikasih ikan asin mana nolak.

"Pinter, ya gini, jadi cah lanang jangan gampang takut." Ki Darma pengelus-elus belakang kepala Bayuaji. Secara aneh, perasaan takutnya menghilang, kini Ki Darma tidak lagi terlihat semenakutkan yang dia kira. Bahkan, warok yang masih terlihat begitu masih segar bugar itu, terlihat lebih gagah dari semua warok yang melakukan pementasan kemarin.

"Terima kasih, Ki."

"Jadi bagaimana? Tertarik ingin mencoba jaranan?" Bayuaji melihat kuda-kudaan yang tadi dia sentuh, jujur saja dia ingin, dengan perlahan Bayuaji mengangguk. "Kamu bisa minta ajari sama mas-mas dan mbak-mbak kalau mereka tidak sedang tampil."

Mata Bayuaji berbinar. Senyum berlesung pipitnya terbit menjadapat tawaran Ki Darma. Sosok mengerikan Ki Darma perlahan menguap ketika warok it uerus tersenyum dan menawari Bayuaji kue. Mungkin, Bayuaji hanya takut tanpa alasan.

"Tari apa yang pengen kamu pelajari?"

Ditanya seperti itu, Bayuaji malah tidak bisa menjawab, apa dia akan menjadi murko-kemaruk-kalau dia berkata dia ingin mempelajari setiap tarian yang telah di pentaskan? Bayuaji benar-benar tertarik pada setiap tari-tarian itu. "Semuanya?"

"Kamu mau memperlajari semuanya. Kalau mau mempelajari semuanya, bisa-bisa kamu harus ikut Ki Darma pulang," kata Ki Darma dengan tawa. Tanganya baralih kea rah kaki Bayuaji, tangannya menyentuk pergelangan kaki dan betis pemuda itu. "Mungkin kamu akan bisa, kamu punya kaki seorang penari."

"Kakinya bisa nari bergitu?"

"Maksudnya, kakinya akan lincah kalau dibuat menari. Jarang orang yang punya."

"Benar, Ki?

"Betis kamu kuat, dan pergelangan kakimu luwes. Pasti lincah kalau di buat nari."

"Kalau menari bisa dapat duit, Ki?"

"Memang kalau dapat uang mau buat apa?" Ki Darma menyesap kopinya.

"Sekolah."

"... Sebenarnya, ada cara buat kamu g usah bayar untuk sekolah."

Bersambung..............


TABOO - Di Balik KelambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang