Chapter 20

2.9K 170 12
                                    

Chapter 20

Pribahasa : Di luar bagai madu, di dalam bagai empedu.

Mulut Arya terasa asam. Dirinya layaknya orang buta yang tidak nampak gajah di depan mata. Bagaimana bisa Arya tidak melihat kemugkinan itu dari awal?

Selama mengenal pemuda itu, belum pernah Arya melihat Bayuaji segembira ini. Ki Darma yang tidak pernah Arya lihat tersenyum kini, sedang tertawa. Pria itu tiba-tiba menarik Bayuaji dan memanggul di pundaknya bagai tanpa beban. Raut kaget Bayuaji langsung berganti kegembiaraan.

Sensasi menjadi yang tertinggi di antara orang-orang disekitarnya membuat Bayuaji bereforia mengenang masa kecilnya dengan ayahnya. Dia ingat, dulu ayahnya sering memanggul dirinya saat duduk di taman kanak-kanak.

Dari posisinya, Bayuaji melihat sosok yang dia kenali. Wajahnya memerah, senyumnya lebih lebar dari sebelumnya.

"MAS ARYA!" teriak Bayuaji. Tangannya melambai-lambai untuk menyapa Arya. "SINI, MAS!"

Teriakan Bayuaji menarik perhatian anggota-anggota kelompok Paguyuban Lagen Cayapata. Tabuhan gendang dan tiupan terompet berhenti. Ada ekspresi salah tingkah pada pada wajah mereka. Terutama ketika sosok di samping Arya tidak juga memalingkan mata dari Ki Darma.

Warok itu menurunkan Bayuaji yang ingin langsung berlari pada Arya dan mengajaknya ikut menari dengan yang lainnya, tapi niatnya batal begitu Arya tidak juga memberi Bayuaji senyuman. Mas Arya yang selalu menjahilinya kini menatap Bayuaji seolah dirinya telah melakukan kesalahan.

Liam yang terlebih dahulu memalingkan muka dan menghindari tatapan lansung Ki Darma. Liam tersenyum miris. Reaksi kru reog atas kedatangannya benar-benar membuatnya ingin mengumpat. Dirinya bagai mahkluk perusak suasana, orang luar, dan eksistensi tidak diinginkan yang muncul ketika mereka sedang dalam puncak kegembiraan. Sungguh berbeda dangan Bayuaji yang terlihat begitu alami berada di sekitar kelompok mereka.

"Mas ...." Pemuda itu berjalan perlahan ke arah Arya. Dirinya mencoba tersenyum. Otak Bayuaji kini sedang bekerja keras mencari alasannya kenapa Arya seperti marah padanya.

"Pulang," kata Arya. Tanpa menunggu Bayuaji, pria itu berjalan menjauh.

Bayuaji perbelah, dia ingin masih melanjutkan latihan menari. Namun, sikap tidak biasa Arya membuatnya ragu.

"Mas, tunggu Bayuaji!" Bayuaji berlari menyusul Arya.

Sementara itu, Liam menghampiri anggota krunya dan Ki Darma. Liam tersenyum, menambah aura tampan yang telah banyak memikat hati para wania. Sayangnya, senyum Liam di luar bagai madu, di dalam bagai empedu. Liam lupa bagaimana cara tersenyum dengan tulus.

"Ki ...." Liam tidak ingin menghindar.

"Hmm ...."

"Pak Soleh meminta kesediaan Ki Darma untuk mengawal prosesi akad pernikahan anaknya besok."

Ki Darma tidak mengatakan apa-apa, pria itu hanya menatap Liam dan seperti sedang membaca apa yang Liam sembunyikan.

.

.

"Mas jangan cepat-cepat!" Bayuaji berusaha menyamai langkah panjang Arya. Dirinya harus berlari-lari kercil agak tidak tertinggal. Beberapa kali Bayuaji hampir tergelincir pematang sawah tempat yang menjadi jalan trobosan untuk sampai ke rumah dengan lebih cepat. "Mas Arya! Jangan tinggal Bayuaji!" Pijakan yang tidak hati-hati membuat Bayuaji tergelincir dan jatuh terjerembab.

Bayuaji ingin minta tolong, tapi Arya bahkan tidak menoleh ke belakang. Air mata sudah mengancam menggenang, di ambilnya segenggam tanah dan dilemparkannya tepat ke punggung Arya. Akhirnya pria itu menoleh.

Arya menghampiri Bayuaji, dibantunya pemuda itu untuk berdiri. Bagian tubuh pemuda itu telah penuh lumpur. Satu sandal yang dia gunakan putus ketika tergelincir. Tanpa mengeluarkan suara, Arya mencopot sandal yang dia gunakan dan dipasangkannya pada kaki Bayuaji.

Air mata berhasil meleleh di pipi Bayuaji. Dirinya sungguh tidak tau kenapa Arya tiba-tiba bersikap seperti ini padanya. Baru tadi Arya membelikannya es krim goreng, lalu kenapa sekarang Mas Arya mendiamkannya?

Arya membawa Bayuaji ke gubuk kecil di pinggir sawah tempat biasanya petani beristirahat. Arya memerikasa lutut dan siku Bayuaji, mengambil saputangan dan membersihkan lumpur dari luka gores yang diderita.

"Jangan nangis."

"Ngak nangis." Tangis Bayuaji semakin deras. Dia berusaha mengusap air matanya, tapi hal itu malah membuat lumpur di telapak tangannya berpindah pada pipinya.

"Mas Arya marah?"

"Ngak."

"Bayu salah?"

"Ngak."

"Lalu?"

"... hati-hati dengan Ki Darma."

Bayuaji mengerjap tidak mengerti. Kenapa Mas Arya tiba-tiba mempermasalahkan Ki Darma?

Bersambung ......

TABOO - Di Balik KelambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang