Pribahasa : Menabrak gunung, menggarami laut
Lupa Bayuaji dengan keenganannya tadi pagi untuk datang. Kini dia yang paling semangat, dia tidak ragu untuk bedesakan mencari tempat paling depan untuk menonton. Tarian dari jatil dengan kuda lumping, Bujang Ganong dengan tari lucunya serta para warok yang menari dengan begitu gagah, dan para penari barongan yang begitu kuat mengayun-ayunkan dengan anggun topeng dadak merak yang dia kenanakan membuat Bayuaji bersemangat. Untaian warna-warni dengan alunan musik itu menghipnotis Bayuaji. Senyumnya tidak lepas dari bibir, mulutnya tidak sadar mencoba menyanyikan lagu yang baru dia kenal.
Siang itu, Bayuaji mendapatkan cinta pertama pada kesenian.
Jika pagi hari Arya dan Aswono harus membujuk Bayuaji untuk datang, maka untuk pulang, Arya harus memaksa anak itu.
"Ayo pulang," ajak Arya untuk kesekian kalinya.
"Mas pulang dulu saja, nanti Bayu susul." Bayuaji masih setia berjongkok di sebelah topeng dadak merak yang terbaring di atas rumput setelah pertunjukan, sesekali jarinya menyentuh bulu-bulu merak dengan takut-takut tapi penasaran. Persis anak kecil.
Gadis tidak lebih dari 10 tahun ikut melihat, tangannya tiba-tiba menarik salah satu bulu merak dari topeng. Bayuaji reflek memukul tangan gadis itu. "Ojo dirusak!"--jangan dirusak.
Gadis berpakaian baju mengembang bewarna merah yang ditegur Bayuaji menagis keras. Dengan cepat gadis itu lari melintasi lapangan. Jelas akan mengadu pada siapapun ibunya.
"Sudah mau magrib, ayo pulang. Jangan jadi seperti anak kecil." Arya bedecak, dia mulai tidak sabar. Tapi Bayuaji masih enggan beranjak.
"Mulio, wes gak onok mane pertujukan sampe kesok." –pulang saja, sudah tidak ada lagi pertunjukan sampai besok. Pria berpakaian garis-garis merah putih dengan gambar singa di dada menghampiri Bayuaji. Bayuaji mengenalinya sebagai pria yang membawa topeng dadak merak dengan giginya.
Pria dengan kedua pipi cekung dan kulit hitam terbakar matahari itu tersenyum pada Bayuaji. Dirinya telah mengamati remaja itu dari lama. Sebenarnya dia pernah melihat Bayuaji dari jauh, ketika dirinya mengantar Ki Darma ke rumah Aswono untuk menginap. Tapi, yang membuatnya ingin menyapa pemuda ini adalah karena tindakannya yang menghentikan gadis tadi merusak topeng dadak merak. Bukan hal aneh ketika warga melihat topeng ini dan dengan sengaja menarik bulu meraknya, dia sering miris ketika melihat topeng dadak merak milik kelompok reog kecil yang bulunya telah banyak menghilang, rasanya sosok barongannya jadi terlihat menyedihkan dan lemah.
"Bapak makan apa bisa jadi kuat?" tanya Bayuaji tanpa basa-basi.
"Ya makan nasi ... beling juga kadang."
"Bagaimana bisa makan beling, Pak ...."
"Wagiman." Pria itu tertawa dengan batuk yang kadang hadir. Dia tidak mengada-ada, dirinya kadang memang makan beling, sabut kelapa, ayam hidup dan bara api ketika dirinya kerasukan dalam pertunjukan. Jadi, Wagiman tidak membohongi pemuda itu, walauh sepertinya dia tidak dipercaya.
"Bapak bercanda," keluh Bayuaji.
"Kalau tidak percaya, pulang dulu dan coba datang lagi besok. Siapa tahu Ki Darma berniat membisiki salah satu dari kami."
"Tu, Pak Wagiman saja menyuruh pulang dulu. Para penari lain juga sudah pergi semua," Bujuk Arya kembali.
Dengan janji akan kembali keesokan hari, akhirnya mereka pulang juga.
Sosok keduanya yang pergi bersisian di bawah langit senja, dipandangi seseorang yang sejak tadi memperhatikan keduanya yang kini meninggalkan lapangan.
.
.
Malam itu Bayuaji mendapat mimpi kilasan warna hijau dengan biru gelap bagai mata. Tubuhnya gelisah dalam tidur, seseorang tak berwajah membisiki Bayuaji dan membuat tubuhnya meremang.
"Bayu, jangan gerak-gerak terus." Arya yang telah dua kali kena sikutan dan tendangan Bayuaji akhirnya terbangun. Dengan setangah mengantuk dirinya mendapati Bayuaji yang bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya.
Arya langsung membuka mata ketika pemuda itu mengerang. Dia mengira Bayuaji sakit karena keringat telah membasahi kening pemuda itu.
"Bayu bangun, Bay." Arya menepuk-nepuk pipi Bayuaji. Dirinya hampir memanggil Aswono ketika Bayuaji tiba-tiba tersentak dan terduduk.
"Ambil napas panjang, kamu mimpi buruk?" tanya Arya.
Bayuaji yang kini mukanya merah bagai terbakar dan keringat menetes menggelengkan kepala, dia masih tidak bisa mengatur napasnya.
Arya ingin memeriksa Bayuaji ketika matanya menangkap gundukan yang membentuk tenda dan basah di kolor merah pemuda itu. Menabrak gunung, menggarami laut, sepertinya percuma kekhawatiran Arya.
"Kamu ini, mimpi basah saja bikin orang bingung!" Arya hampir menyembur tawa.
Bayuaji melihat pandangan Arya pada selangkangannya. Dia langsung mengambil sarung dan menutupinya. Wajahnya sudah merah padam.
"Mas, jangan bilang-bilang mbah kalau Arya ngompol, ya?"
Eh?
Bersambung ............
![](https://img.wattpad.com/cover/143571562-288-k62679.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TABOO - Di Balik Kelambu
General FictionArya tidak pernah melanggar norma. Taat pada aturan dan menghindari tabu. Namun keteguhannya diuji. Sosok dari masa lalunya muncul. Mengulik kenangan yang ingin dia lupakan. Menghadirkan rasa yang tidak ingin ia kecap lagi... Apa yang harus Arya l...