Chapter 7

3.6K 182 1
                                    

Pribahasa : Adat sepanjang jalan, cupak sepanjang betung

Bayuaji langsung melompat ke atas dipan dan bergelung ke dalam sarung yang menjadi selimutnya. Dia tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Arya yang terbangun dan mendapati Bayuaji pucat layaknya bertemu hantu.

"Bayu kamu kenapa?"

Arya mencoba menarik sarung yang menutupi kepala pemuda itu dan tidak berhasil. "Kamu sakit?"

Bayu menggelengkan kepalanya. Dia sedang tidak ingin menjawab, tenggorokannya kering dan detak jantungnya bertalu-talu mengingat adegan yang baru dia lihat tadi. Seumur-umur, Bayuaji hanya pernah melihat ayam dan kucing kawin. Waktu kecil, dia pernah melempar batu pada ayam karena mengira ayam jantan itu sedang menggigit si betina. Baru pada saat ayahnya memeberi pengertian, Bayuaji mengerti jika keduanya sedang membuat anak ayam.

Bayuaji tidak pernah membayangkan bagaimana manusia kawin, dia lebih suka bermain dari pada penasaran pada hal-hal tersebut. Tapi, yang di tahu kegiatan seperti itu hanya dilakukan oleh pria dan wanita. Buktinya, ayam-ayam jago Bayuaji dulu tidak pernah saling tindih-tindihan.

Pikiran Bayuaji masih penuh dengan pertanyaan, tapi rasa kebelet yang sekejap tadi menghilang kembali hadir. Burungnya terasa penuh, posisi bergelungnya mulai tidak nyaman. Perlahan dia membuka sedikit sarungnya, di sebelahnya Mas Arya terduduk melihatnya.

"Kamu benar tidak sakit?"

" ... kebelet," cicit Bayuaji.

"Apa?"

"Kebelet pipis."

Dengan menahan malu dan berusaha tidak memperdulikan tawa geli Arya, Bayuaji akhirnya meminta pria itu untuk mengantarnya ke kamar mandi. Kebutuhannya untuk kencing mengalahkan rasa malunya.

"Mas!" suara Bayuaji terdengar dari kamar mandi berdinding ayaman bambu.

"Iya," sahut Arya. Sudah tiga kali pemuda itu berteriak memanggilnya. Memastikan Arya berada di luar kamar mandi dan tidak meninggalkannya.

"Mas."

"...." Arya menyenderkan diri di pohon. Sudut bibirnya terangkat jahil.

"Mas?"

"...." Arya sengaja tidak menjawab.

"Mas Arya! Jok tinggal Bayu!" Pintu kamar mandi terbuka. Bayuaji muncul dengan celana yang belum dinaikkan. Melihat Arya masih berada di luar kamar mandi, Bayuaji bergegas menaikkan celana. "Mas Arya ini iseng sekali, jangan nakut-nakutin Bayu!"

"Iya-iya maaf, kamu sendiri yang lama di kamar mandinya. Kencing saja lama."

Percakapan mereka terhenti, seseorang keluar dari pintu rumah Aswono. Arya mengenalinya sebagai salah satu tamu yang ikut menginap di rumah ini. Aswono telah memberitahu Arya, jika tamunya merupakan mantan majikannya sebelum bekerja di Jakarta. Mata mereka bertemu, pria bermata sipit bernama Liam itu mengangguk padanya dan beralih melihat Bayuaji.

Arya tidak luput melihat bagaimana pemuda itu langsung menunduk bagai tertangkap tangan mencuri. Wajahnya langsung memerah hingga ke leher.

"Permisi," ucap Liam. Pria itu melewati mereka dan masuk ke dalam bilik kamar mandi.

Semilir bau maskulin menerpa Arya. Dia yang telah menikah tentu tahu dengan bau semacam ini. Apalagi dengan tubuh penuh keringat dan cupang yang sekilas terlihat karena sinar lampu kamar mandi di leher pria itu, tidak mungkin Arya salah mengira. Arya menghela napas panjang. Dia telah diberitahu jika Liam adalah gemblak Ki Darma. Arya  pernah mendengar budaya tersebut ketika mempelajari antropogi. Namun, adat sepanjang jalan cupak sepanjang betung, walau tidak terlalu setuju apa hak Arya untuk menilai perbuatan mereka?

Arya menyusul Bayuaji yang berlari masuk. Begitu tiba di kamar, pemuda itu telah kembali meringkuk di bawah selimut sarung.

"Bayu ...."

"...."

"Tadi kamu ke kamar Pak As, ya?"

"...." Walau Arya tidak dapat melihat wajah Bayuaji yang tertutup sarung dan tidak menjawab pertanyaannya, Arya dapat menduga jawabannya.

"... Kamu ini, takut hantu malah jadi melihat hal tabu," ucap Arya. Tangannya mengusap rambut bergelombang Bayuaji.

Bersambung ........

TABOO - Di Balik KelambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang