Chapter 18

3K 149 6
                                    


Pribahasa : Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan eek di negeri sendiri.

Arya tersenyum, melihat dari kejauhan Bayuaji sedang memainkan topeng bujang ganong bersama anggota reog.

"Mas Arya ini dari tadi senyum-senyum terus, lagi seneng, toh, mas?" Pak Karsono menyodorkan seplastik es teh pada Arya. "Es, Mas. Panas."

"Aduh, Pak Kar ini repot-repot segala sampai belikan saya es." Pria dengan rambut beruban dan handuk di leher itu hanya tersenyum. Arya mengambil bungkusan es teh itu dengan ucapan terima kasih.

Karsono dan Arya menjadi semakin dekat, setiap hari mereka akan duduk di sebelah rombong jualan Karsono. Rindang pohon bambu membuat tempat mereka terlindungi dari sinar Matahari langsung, tempatnya juga strategis, dekat jalan kecil tempat orang-orang yang akan menonton pertunjukan.

Arya menyesap es teh yang langsung mendinginkan tenggorokannya. Para pengunjung sekarang sedang setia menonton penyanyi dangdut di atas panggung dengan payung-payung yang dibawa untuk menghalau panas. Di sisi lain lapangan, dekat dengan gudang tempat paguyupan reog menyimpan alat-alatnya, Arya kembali tersenyum melihat Bayuaji menari mengenakan topeng bujang ganong.

"Lah, senyum lagi. Lagi seneng opo, toh, Mas?"

"Seneng ditemeni ngobrol Pak Karsono."

"Alah, dabrus."—omong kosong—Arya tertawa mendengar balasan Pak Karsono.

"Pak Aswono kok belum datang ke sini, Mas?"

"Pak Kar kenal Pak As?"

"Ya kenal, dulu pernah saingan cinta sama saya."

"Lalu? Siapa yang menang?"

"Ndak ada, Murti yang direbutin kawin dengan anak tuan tanah. Kami jadi kawan waktu patah hati bersama." Arya terbahak. Pasti akan seru jika di sini ada Pak Aswono juga, pikir Arya.

"Pak As masih sibuk ngurus sawah, Pak. Kata beliau, dirinya akan datang jika pekerjaannya sudah selesai."

"Lihat itu, Si Siti, anak Mbok Juminten." Arya mengikuti arah telunjuk Karsono, wanita yang di maksud Karsono sedang berdiri dengan kipas di tangan dan seorang pria yang sedang memayunginya. Yang paling menarik perhatian Arya adalah dandanan menor dan kerlip perhiasan emas yang bergelantung di leher dan tangannya. "Dia kerja di Saudi, baru kerja setahun sudah bisa bangun rumah dan beli perhiasan banyak."

"Hebat dong, Pak."

"Hebat apanya, katanya dia itu bisa cepat kaya karena jadi istri simpanan majikannya. Padahal dia sudah punya suami, itu yang pegang payung suaminya." Inilah yang membuat ngobrol dengan Karsono tidak pernah membuat Arya bosan. Pria ini bagai buletin desa yang hidup, rasa-rasanya, selama beberapa hari Arya bergaul dengan pria ini, Arya sudah mengenal separuh penduduk desa beserta gosip-gosipnya.

"Pak Kar, Njenengan ini pasti iri."—anda.

"Bah, daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan eek di negeri sendiri ..." Arya menatap Karsono dengan menaikkan alisnya, bibirnya sudah mengulum senyum. "... dan lagi, ngak ada juragan minyak dari Arab yang mau jadikan saya istri simpanan." Sambung Karsono dengan handuk kecil yang menutupi separuh wajahnya layaknya cadar, dan dengan genit mengedip-ngedipkan matanya pada Arya.

Tawa Arya meledak. Perutnya kaku membayangkan Karsono menjadi seorang istri juragan minyak. Suasana ricuh terjadi di depan panggung menghentikan tawa Arya. Ada pemuda-pemuda yang mencoba naik panggung dan mengganggu penyanyinya.

"Ck, pemuda berandal. Pasti mabuk mereka."

Orang mana yang mabuk-mabukan di cuaca panas seperti ini? Keraguan Arya menghilang begitu tiga orang pemuda diseret petugas hansip dan orang-orang lain untuk menjauhi area panggung. Dari jalan mereka yang sempoyongan dan perkataan mereka yang kacau, sepertinya benar kata Karsono. Mereka mabuk.

Ucapan-ucapan kasar pemuda-pemuda itu dapat Arya dengar. Hansip dan orang-orang yang menyeret mereka ke pinggir lapangan pergi dengan muka bosan. Sepertinya, kelakukan pemuda-pemuda itu sudah tidak membuat mereka terkejut.

Arya sudah hampir kehilangan minatnya pada ketiga pemuda mabuk itu. Namun, ketika pemuda dengan buku di tangan berjalan menabrak mereka, Arya berdiri. Terlihat, ada cekcok dan tangan yang terangkat dengan niat melukai. Sebelum bisa dicegah, Arya sudah melesat lari.

Bersambung.........

TABOO - Di Balik KelambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang