Maaf

440 33 10
                                    

Jiyong p.o.v

Aku menyesal.. Aku menyesal tidak memberitahukan identitasku kepada Chaerin. Wajar bila Chaerin marah padaku. Aku memang bodoh. Hal seperti itu saja aku tak sanggup bicara. Masih terngiang jelas di otakku ketika aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah Chaerin. Aku melihatnya menangis, dan ku lihat sebuah majalah edisi khusus diriku tergeletak di atas meja terbuka dengan lembaran profil lengkapku disana. Dan pasti dari situlah Chaerin tau siapa aku. Aku ingin mendekat, tapi aku juga merasa takut. Aku ingin mendekapnya, tapi aku takut bila ia menolakku. Tuhan, kenapa semua jadi serba membingungkan saat ini?

Ku tutup pintu rumah Chaerin dengan pelan. Chaerin masih menangis dan menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Eoh, Hunh.. Aku merasa sakit melihatmu menangis seperti ini. Apa yg harus aku lakukan saat ini?

"Hunh.." Panggilku lirih, tapi ia sama sekali tak menggubrisku. Ku beranikan diri untuk mendekatinya. Ku pegang kedua pundaknya pelan. Dia akhirnya mendongak. Tersirat sebuah kekecewaan dari kedua manik mata kucingnya.

"Hunh.."

"Kenapa oppa berbohong padaku?"

"Itu..."

"Kenapa oppa tak memberitahukan hal ini padaku?" aku terdiam. Aku tak bisa menjawab meskipun di otakku sebelumnya sudah tersusun berbagai jawaban untuk Chaerin.

"Apa kau mencintaiku oppa?"

"Tentu saja aku mencintaimu Hunh.." jawaban itu terlontar begitu saja dari mulutku.

"Lalu kenapa kau tak memberitahuku? Kenapa kau malah menyembunyikan hal ini dariku?"

"Karena aku.."

"Kau tau? Aku menjadi merasa seperti orang yg bodoh diantara kalian semua.. Aku tak tau siapa dirimu.. Mirisnya.. Aku malah mengetahui hal ini dari majalah.. Bukan darimu langsung.." bulir bening itu kembali jatuh dari kedua matanya. Aku bisa merasakan kekecewaannya padaku hanya dengan menatap matanya. Tapi bahkan tak sepatah katapun yg bisa ku keluarkan dari mulutku. Rasanya semua kata kata itu tercekat di tenggorokanku. Hatiku terasa sakit setiap melihat tetesan air mata yeojachinguku ini mengalir.

"Kenapa kau melakukan hal ini padaku? Apa menurutmu ini menyenangkan bagimu? Jika kau mencintaiku.. Harusnya kau jujur padaku oppa! Tidak seperti ini! Menutup setiap mulut orang orang di sekitarmu dan membiarkan aku tidak tau apapun tentang dirimu!" Chaerin menepis kedua tanganku yg masih berada di pundaknya. Ia pun berdiri, dan reflek aku memegang kedua tangannya.

"Hunh.. Please.. Dengerin oppa dulu.."

"Jika oppa memberitahu hal ini sebelumnya.. Tentu saja aku tidak akan semarah ini! Tapi tidak! Oppa malah menyembunyikannya dariku! Oppa malah lebih memilih diam! Jika aku tak tau hal ini lewat majalah itu.. Oppa akan tetap merahasiakannya bukan? Iya kan?!"

"Tidak begitu hunh.." lirihku lagi. Dia menatap mataku yg masih terduduk di depannya juga memegang kedua tangannya.

"Lalu kapan oppa akan memberitahuku? Oppa.. Apa kau tau? Hubungan ini terjadi antara oppa dan aku. Dan aku berhak tau tentang hal ini.. Apa oppa tak memikirkan apa jadinya aku? Bagaimana kedepannya nanti? Atau hal hal lainnya? Kau tau oppa.. Aku sudah menganggapmu bagian penting dari hidupku.. Tapi kau.." Chaerin menepis kedua tanganku. Lalu ia berjalan mundur.

"Aku.... Pergilah.. Aku ingin sendiri.." lirihnya dan kemudian masuk ke dalam kamar.

Aku hanya mampu terdiam. Aku tak bisa berkata apapun. Aku membeku. Aku merasa terluka saat aku melihat dia menutup pintu kamarnya. Tapi saat aku mengulang kata kata Chaerin padaku tadi, aku tersenyum mengingat dia berkata

"Aku sudah menggangapmu bagian penting dari hidupku"

Dia menganggapku bagian penting dari hidupnya. Jadi aku harus minta maaf sebaik mungkin bukan? Jujur saja aku tak tahu apa yg harus aku lakukan. Entah kenapa tapi aku berdiri dan mencari sesuatu yg menurutku harus aku temukan.

Destiny (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang