Satu

362 31 0
                                    

Agustus 2017.

Ken's Mother Fairy.

"Keeennn!!!" teriakku dengan berlari cepat ke tengah lapangan dimana ada cowok sok keren yang lagi bermain bola. Dia menghentikan permainannya begitu mendengar teriakanku dan dengan sigap aku menarik daun telinganya. "Lo kok jahat banget sih sama Tiara!" ucapku dengan mata melotot. Teman-teman yang sedang bermain bola dengannya langsung berhenti dan memandangiku.

Dia meringis kesakitan dan berusaha melepas jeweranku. "Lo kenapa sih?" tanyanya dengan membalas pelototanku.

"Elo jahat sama Tiara!"

"Jahat apanya?"

"Ya katanya lo nyuekin Tiara gara-gara dia mengungkapkan perasaannya. Nggak boleh gitu loh, Ken!"

Dia menautkan alisnya. "Ya gue kan nggak suka sama dia."

Aku kembali menarik telinga Ken. Kali ini lebih kencang. "Lo nggak menghargai perasaan cewek namanya!"

Ken kembali melepaskan tanganku dan mendengus kesal. "Ini yang disebut Ken's Mother fairy? Ibu Peri Ken? Kok gue ngerasanya elo lebih cocok disebut sebagai ibu tiri ya?" ucapnya dengan beranjak meninggalkan lapangan sekolah, diikuti aku di belakangnya.

"Oh jadi lo beneran nganggep gue ibu tiri?" tanyaku.

"Iya. Kalo ibu peri lo harusnya belain gue dari tuduhan mengerikan cewek-cewek pemuja gue itu, bukan malah nyalahin gue terus.," jawabnya dengan mulut manyun. Teman-teman Ken yang tadi bermain bola dengannya meninggalkan lapangan satu per satu. Adegan seperti ini sudah sangat biasa bagi mereka. Klise.

"Oke fix. Gue bakal nikung bokap lo dari Tante Nita," kataku. Info ya Tante Nita itu ibunya Ken.

Dia seketika menghentikan langkah kakinya. Lalu memutar badannya ke arahku. "Elo bakal jadi istri kedua bokap gue?" tanyanya.

Aku menggeleng. "No. No. No. Gue bakal nyingkirin nyokap elo baru nikah sama bokap lo."

Dia memandangku. Cukup lama. "Oke," katanya dengan mengeluarkan ponsel dari saku celana. "Halo, Ma," ucapnya dengan menempelkan ponsel ke telinga.

"Keennnn!!!" aku kembali berteriak dan berusaha merebut ponsel dari tangan Ken, namun Ken selalu berhasil menghindar.

"Ma, katanya Amanda mau merebut Papa dari Mama," ia bicara pada mamanya dengan sangat santai, sedangkan aku sudah gelisah sendiri dan dengan berusaha meraih ponsel Ken. "Iya, katanya Amanda mau nyingkirin Mama biar bisa jadi ibu tiri yang kejam buat Ken."

Aku sampai lompat-lompat agar bisa menjangkau ponsel Ken.

"Daripada Amanda nyingkirin Mama buat dapetin Papa, mending Ken pacarin," ucapnya dengan mengarahkan tatapan puas padaku. Aku memandang Ken dengan kesal. "Tapi kayaknya Ken bakal mikir satu miliar dua ratus tiga puluh empat juta lima ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus sembilan puluh kali buat macarin Amanda."

Aku melongo mendengarnya. Demi menolakku dia rela menyebutkan angka yang serumit itu.

"Nggak ah. Amanda jelek soalnya."

Mendengarnya membuatku langsung menginjak kaki Ken dan membuat cowok itu seketika menjerit dan aku langsung memanfaatkannya untuk meraih ponselnya. Setelah mendapatkannya segera kutempelkan ponsel ke telinga kananku.

"Maaf Tante tadi Ken bercanda. Iya, biasa dia itu nyakitin hati cewek yang suka sama dia, Te. Kan kasihan ceweknya, masak baru menyatakan cinta langsung dijauhi sama Ken. Iya kan Te, Ken itu jahat tapi dia nggak mau dibilang jahat. Amanda sama Ken? Hehehe... Maaf ini Tante tapi Ken kan jarang mandi, nggak mungkinlah Amanda suka sama Ken. Apalagi mau pacaran sama dia. Jadi temennya aja udah ngenes," ucapku yang membuat Ken menatapku dengan sadis. "Iya Te. Waalaikumsallam."

Hei Ken! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang