Enam

194 25 0
                                    

Aku belum juga memberikan jawaban pada Virza. Bahkan sampai Hari Senin. Setiap kali melihatnya, aku selalu mencoba menghindar. Bukan aku tidak menyukainya. Mana mungkin cewek tidak suka dengan cowok seperti Virza. Dia baik. Dia puitis. Dia menyenangkan. Tapi perasaanku padanya hanya sebatas rasa suka, bukan cinta.

"Jadi maksud lo, perasaan lo ke Ken itu cinta sedangkan perasaan lo ke Virza itu suka?" ucap Mita dengan senyum-senyum menggoda.

Kenapa sampai Ken sih?

"Eh itu Ken!" kata Mita yang langsung membuatku memutar kepala ke arah pintu. Ken sedang berdiri di sana. Memandangku. Dengan tersenyum.

"Kantin yuk!" ajaknya.

Aku menikan alisku.

"Udah sana pergi!" kata Mita masih dengan senyum-senyum menggoda.

Otakku berkata untuk menolak ajakan Ken, tapi tubuhku sudah berdiri dan menghampiri Ken.

"Ada yang ingin gue katakan ke elo," ucapnya.

"Apaan?" tanyaku.

"Nanti aja."

Dia berbalik badan dan kami berjalan menuju kantin yang ada di belakang kelasnya. Selama perjalanan menuju kantin, rasanya sangat kaku. Sudah berapa lama ya aku dan Ken tidak pernah ke kantin bareng? Sesampainya di kantin, Ken memilih bangku yang ada di dekat jendela.

"Lo mau makan apa?" tanyanya.

"Soto."

Ken memanggil pelayan kantin dan menyebutkan pesanan kami. Setelah itu dia duduk di bangku yang ada di hadapanku. Tapi kami hanya diam. Tak mengucapkan sepatah kata apapun. Aku pun tidak ada niatan untuk membuka pembicaraan. Ken yang mengajakku ke sini. Dia yang harus memulainya.

"Man," dia menyebut namaku seperti biasanya.

Aku menaikan pandanganku. "Ya."

"Gue minta maaf," ucapnya.

"Buat?"

"Ya pokoknya minta maaf," jawabnya nggak jelas.

Aku menautkan alisku. Heran. "Harus ada alasanlah."

"Hari ini Mama ulang tahun dan beliau ingin lo datang di acara makan malam di rumah," seperti biasa Ken selalu mengalihkan pembicaraan. "Mama nanyain lo beberapa hari ini."

Aku memandang Ken dengan kesal. "Gue ditembak Virza," kataku.

Saat itu juga aku melihat ekspresi terkejut di kedua bola mata Ken.

"Tapi gue belum memberikan jawaban."

Dia menaikan pandangannya. "Kenapa?"

Jujur, kali ini aku bingung untuk menjawabnya. Akhirnya aku menggeleng. "Menurut lo gue harus menerimanya atau menolaknya?" tanyaku. Oke, ini kulakukan karena aku menganggap Ken sahabatku.

Tapi dia diam. Cukup lama. Sampai pesanan kami diantarkan dia masih tetap diam.

"Kalau lo tanya jawaban gue pasti jawabannya enggak, tapi lakukan sesuai kata hati lo," jawabnya.

Aku mendesah pelan. Kuaduk soto yang sudah kutambahkan kecap dan sambal. "Terus lo kenapa mutusin Dini?"

"Karena lo," jawabnya.

Aku membelalakan mata mendengarnya. "Kok karena gue?"

"Bukannya lo bilang gue lupain lo setelah jadian sama Dini?" dia balik bertanya. Belum sampai aku menjawab, dia sudah melanjutkan ucapannya. "Gue nggak mau kehilangan lo, Man!"

Hei Ken! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang