Delapan

147 19 0
                                    

"Gue jahat banget sama Virza ya?" tanyaku pada Mita dan Tiara keesokan harinya setelah aku menceritakan perihal aku yang memutuskan Virza.

Aku mendengar Mita menarik napas cukup panjang. "Iya," jawabnya. "Lo jahat karena lo jadiin Virza pelarian lo, tapi menurut gue keputusan lo mutusin Virza udah tepat."

"Menurut gue juga," tambah Tiara.

Aku memandang mereka berdua dan kupeluk mereka.

"Terus lo sama Ken gimana sekarang?" tanya Tiara.

"Jangan sebut nama dia!" sahutku. "Gue nggak mau denger nama itu lagi."

Tiara diam. Mita juga. Aku baru saja melepaskan pelukanku, saat Mita dan Tiara kompak memandang ke arah pintu.

"Ada Ken!" ucap mereka.

Aku tidak menoleh dan memilih membuang pandanganku ke lain arah. Namun Ken masuk ke dalam kelas, berjalan ke bangkuku dan menarik tanganku. Dengan cepat aku mengibaskan tangan Ken.

"Lepasin!" tolakku.

"Ikut gue!"

Aku tetap berontak. "Nggak mau!"

"Ikut!" kali ini dia lebih memaksa.

Aku masih terus berusaha menolaknya tapi dia tetap berhasil menarik tanganku dan membawaku ke belakang kelas yang sepi. Hanya ada angin yang sama sekali tidak bisa menghilangkan panasnya terik matahari.

Ken melepaskan tanganku setelah kami sampai di belakang kelas.

"Lo jahat Ken!" ucapku dengan penuh kemarahan. "Lo egois," tambahku. "Lo tega sama gue."

Ken memandangku dengan tajam. Lebam di wajahnya masih terlihat sangat jelas. Tapi aku tidak peduli dan tidak akan peduli.

"Gue mau balik ke kelas," ucapku dengan berbalik badan. Namun Ken kembali meraih tanganku. "Jangan tahan gue!"

"Gue tau selama ini lo suka sama gue," ucapnya yang membuatku kembali menelan ludah.

Aku tidak peduli dan terus mencoba melepaskan tangan Ken.

"Dengerin gue dulu, Man!" dia kembali menyebut namaku dengan benar. "Gue tau lo selama ini suka sama gue. Gue tau sejak beberapa tahun yang lalu," katanya. "Pandangan lo, ekspresi lo, tatapan lo, cara bicara lo, bahkan bahasa tubuhku sangat ketara. Gue bisa membacanya," tambahnya.

Aku mendengus kesal. Mau dia apa sih?

"Kalo lo cuma mau bilang itu, mendingan lo simpen aja! Gue nggak tertarik." Aku kembali berusaha untuk pergi, namun dia masih melakukan hal yang sama. Dia menarik tanganku, namun kali ini lebih kuat dan entah apa maksudnya, dia membuatku berada tepat di hadapannya. Dia melepaskan tangannya dari pergelangan tanganku dan beralih kedua tangannya yang memegang pundakku.

"Apa sih mau lo?" tanyaku dengan air mata yang tiba-tiba menetes dengan sendirinya.

"Man," ucapnya. Entah kenapa aku mendengar suaranya bergetar. Mungkin aku salah dengar. "Salah nggak sih kalau kita berdua saling jatuh cinta?" tanyanya tiba-tiba.

Aku menaikan alis. Saling jatuh cinta?

Tiba-tiba dia memegang pipiku dan mendekatkan wajahnya tepat di depan wajahku. Dan jantungku berdetak sepuluh ribu kali lebih kencang. Dia berada sangat dekat denganku. Aku bahkan sampai bisa mendengar suara napasnya saking dekatnya.

"Gue jatuh cinta sama lo," ucapnya tepat ketika hidung dia menyentuh hidungku.

Aku merasakan kedinginan seketika menjalari tubuhku. Tubuhku juga terasa gemetar. Pangkal hidungnya yang tadi menempel pangkal hidungku kini bergeser ke sebelah kiri. Kini aku bisa merasakan bibir dia menyentuh bibirku.

Ciuman pertamaku!

Aku memejamkan mata dan masih merasakan air mata menetes di pipiku. Ken pasti juga merasakannya. Perlahan aku membuka mataku dan aku menarik tubuhku ke belakang yang saat itu juga membuat Ken ikut membuka matanya dan memandangku. Aku melihat kekecewaan di matanya.

Lalu aku berlari meninggalkannya.

***

Hei Ken! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang