Dua Belas

138 20 5
                                    

Tak banyak yang dapat kuceritakan tentang hubunganku dengan Ken saat ini. Kami masih melakukan hal-hal seperti yang biasa kami lakukan. Dia menjemputku untuk berangkat sekolah, dia datang ke kelasku untuk makan di kantin dan dia mengantarkanku pulang setelah sekolah usai. Kami masih berteman seperti sebelumnya. Jika ada yang berpikiran bahwa kami pacaran, itu salah besar! Kami masih berteman. Bersahabat. Hanya bedanya, ada satu hal yang tidak biasa sahabat lakukan tapi Ken melakukannya padaku. Dia tidak ragu untuk memegang tanganku.

Bulan Agustus berlalu begitu saja. September juga. Lalu Oktober datang dengan hujan yang mulai mengguyur Kota Bandar Lampung. Selain hujan yang mulai datang di bulan Oktober, ada satu hal lainnya yang spesial: Ken ulang tahun. Sweet seventeen!

Sore itu aku main ke rumah Ken karena diminta untuk membantu Tante Nita membuat kue yang akan dibawa ke rumah neneknya Ken.

"Tanggal 10 nanti Ken ulang tahun lho," ucap Tante Nita.

Aku menganggukan kepala.

"Amanda ada ide untuk merayakannya? Nggak usah mewah-mewah yang sederhana aja."

Aku berpikir sejenak dengan terus mengaduk adonan kue. Setelah beberapa menit berpikir dan tetap buntu, aku menjawab, "Amanda nggak ada ide, Te."

Tante Nita ikut berpikir. "Sweet seventeen ya!"

"Iya."

"Amanda ulang tahunnya bulan Februari ya?"

"Iya."

Tante Nita masih tampak berpikir.

"Mungkin nanti Tante buatin kue aja ya!"

"Boleh itu, Te."

Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki dari ruang keluarga yang membuatku dan Tante Nita meletakan telunjuk ke bibir karena kemungkinan Ken yang datang. Isyarat untuk diam. Kami kembali asyik dengan tugas masing-masing. Aku mengaduk adonan. Tante Nita menyiapkan oven untuk memanggang.

"Kalian nggak lupa kan kalau Ken bentar lagi ulang tahun," ucap Ken ketika baru saja sampai di dapur.

"Emang kalau lo ulang tahun kenapa, Ken?" sahutku.

"Sweet seventeen lho."

"Oh, udah dewasa," jawabku.

Ken memandang aku dan Tante Nita bergantian. "Kalian buatin Ken kue atau apa gitu biar nanti kerasa lagi ulang tahun."

"Males," jawab Tante Nita.

"Harus, Ma. Mama ultah aja Ken kasih hadiah."

"Jadi kamu pamrih?" balas Tante Nita.

Ken tampak menggaruk kepala. Merasa salah dengan ucapannya. "Ya enggak. Nenek aja dibuatin kue, masak Ken ultah nggak dibuatin."

"Kan tiap tahun juga ulang tahun, Ken!" sahutku.

Ken mendengus. "Kalau tiap detik namanya ulang lagi, Man." Ken memandang kami dengan curiga. "Alah, kalian pasti udah punya rencana buat ulang tahun Ken."

Aku menyerahkan adonan ke Tante Nita untuk dituangkan ke cetakan.

"Silahkan berharap, Ken! Tapi jangan salahkan kami kalau harapan lo nggak sesuai kenyataan," jawabku.

Ken memandang kami dengan geleng-geleng. Dia kemudian berjalan meninggalkan dapur. Aku dan Tante Nita hanya saling pandang dengan tertawa lirih.

"Ken emang paling antusias menjelang ulang tahunnya," kata Tante Nita.

"Dari dulu, Te."

Tante Nita memandangku dengan tersenyum. "Kamu pasti udah punya rencana sendiri kan?" tanyanya.

Hei Ken! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang