Sembilan Belas

109 14 0
                                    

"Kok lo nolak tawaran Haikal sih Man?" tanya Mita di kelas yang sebenarnya lebih cocok disebut sebagai protes.

Aku yang masih menyalin tugas milik Tiara menjawab dengan santai. "Gue males."

"Kenapa?" tanyanya dengan heran.

"Gue nggak mau jadiin orang lain pelarian dari perasaan gue ke Ken," jawabku dengan masih menulis di buku. Kali ini aku memandang Mita. "Kata lo gue harus bisa melewati Ken dan buat dia ada di belakang gue, itu yang mau gue lakuin dan gue nggak mau melibatkan orang lain di dalamnya."

Mita terdiam. Dia memandangku cukup lama, kemudian ikut menyalin tugas yang dikerjakan Tiara. "Oke kalo itu mau lo."

"Thanks ya buat semuanya."

"Nanti traktir gue bakso ya!" pinta Mita.

"Kok gitu?"

"Kan gue udah bantuin lo."

Aku tertawa. "Dasar nggak pernah ikhlas!"

***

Bersama dengan Mita dan Tiara, aku pergi ke kantin pada istirahat. Seperti yang dikatakan tadi pagi, Mita minta traktir bakso dan sialnya Tiara juga melakukan hal yang sama. Kami memilih bangku yang ada di dekat pintu masuk.

"Bakso ikan aja ya!" ucapku pada mereka berdua.

Air muka mereka langsung berubah drastis. "Kok bakso ikan?" protes Mita.

"Yang penting kan bakso," sahutku. "Gue lagi bokek nih," tambahku.

Tiara mendengus. "Kapan juga lo nggak bokek, Man."

Aku mengambil sendok dan mengarahkannya ke Tiara. "Masih untung gue mau traktir lo," sahutku.

Tanpa menunggu persetujuan mereka aku menuju Ibu Kantin dan memesan tiga mangkuk bakso ikan dengan masing-masing mangkuk lima ribu rupiah. Aku kembali ke kursi dan masih dihidangkan dengan muka kedua temanku yang ditekuk. Aku memandangi mereka dengan cemberut.

"Udah dipesen?" tanya Tiara.

Aku menganggukan kepala. "Iya."

"Makasih, Man."

Aku memandangi mereka kembali. "Gue janji kalo gue punya rezeki lebih gue traktir kalian di kafe," kataku.

Bukannya membalas ucapanku, Mita malah membelalakan matanya dan menunjuk ke belakangku. Dengan mulut berkomat-kamit.

"Kenapa?" tanyaku.

Mulutnya masih berkomat-kamit. Apaan sih?

"Eh Ken, nyari Amanda?" akhirnya Tiara yang bersuara.

Aku memutar kepalaku dan tepat di belakangku Ken sudah berdiri dengan mata memandangiku. Aku mendengus dan kembali memutar kepalaku.

"Gue mau bicara sama lo," ucap Ken.

"Nggak ah, Ken," sahutku.

Tiba-tiba Ken meraih tanganku yang langsung membuatku berdiri. "Jangan pegang-pegang!"

"Lo kenapa sih, Man?" tanyanya.

Aku melangkahkan kaki meninggalkan kantin. "Ikut gue," ucapku.

***

Aku menuju samping kantin yang kebetulan saat itu sedang sepi dan di belakangku Ken mengikutiku. Aku menunggunya dan ketika berada di depanku, Ken memandangku cukup tajam.

"Kita kenapa sih?" tanyanya. Namun belum sampai aku menjawabnya dia kembali bertanya. "Lebih tepatnya lo kenapa sih?"

"Lo mau gue jujur?" tanyaku.

Dia menganggukan kepalanya. "Ya."

Aku menarik napas cukup panjang dan menghembuskan perlahan. "Gue capek Ken," kataku. "Sama lo gue ngerasa hanya lo yang jadi pemainnya, sedangkan gue cuma harus ngikutin lo aja."

"Jadi mau lo apa?" tanyanya.

"Nggak ada."

Ken menautkan alisnya. "Kok nggak ada?"

Aku menggaruk kepalaku yang sejatinya tidak gatal. "Gue bosen sama lo," ucapku dengan suara bergetar. Aku melihat Ken melemparkan pandangan penuh ketidakpercayaan padaku, namun aku membuang pandanganku dan segera beranjak meninggalkan Ken.

Belum sampai aku masuk ke kantin, Ken mengatakan sesuatu. "Ya udah kalo itu mau lo. Gue ikuti."

Aku hanya mendengarkannya, kemudian segera masuk ke dalam kantin.

Hei Ken! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang