14.

12 2 0
                                    

Esok hari, Rafa pergi ke rumah sakit. Saat itu juga aku pun belum sadarkan diri. Rafa menarik tangan Arel dan berbicara suatu hal.

"Rel, aku titip ini ya" ucap Rafa.

"Ini apa, Raf?" tanya Arel.

"Itu surat dan buku diaryku" jawab Rafa.

"Untuk apa?" tanya Arel kembali.

"Tolong kasih surat itu setelah Meila sembuh ya dan jangan lupa kasih buku ini untuk dia sebagai kenangan terakhir dariku" jelas Rafa.

"Maksud kamu apa sih, Raf?" tanya Arel untuk kesekian kali.

"Aku ingin donorkan hatiku untuk Meila, aku gak tega liat dia seperti itu. Aku sedih. Selagi penyakit alzheimerku tidak kambuh, aku rela memberikan nyawaku untuk Meila. Jika alzheimerku kambuh, pasti saat ini aku akan lupa dengannya dan mungkin Meila juga sudah tidak terselamatkan" ucap Rafa.

"Raf, tapi gak kayak gini caranya" kata Arel menahan tangis.

"Gak apa-apa kok, Rel. Aku rela lakukan semua ini asalkan aku bisa melihat orang yang aku sayang bahagia. Oh iya, aku juga titip rekaman ini ya untuk Meila, semoga semua benda yang aku kasih ini bisa menjadi kenangan yang takkan terlupa dalam hidupnya" ucap Rafa.

"Raf, aku mohon kamu jangan kayak gini. Kalau kamu pergi Meila gimana? Pasti dia sedih banget" kata Arel.

"Rel, ini udah keputusan aku, aku akan lebih sedih dari Meila kalau dia sampai kenapa-napa, itu akan jadi sebuah kesalahan yang fatal dalam hidupku. Aku berharap suatu hari nanti dia akan mendapat seseorang yang lebih baik dari aku dan bisa menemaninya lebih lama" ucap Rafa.

"Aku harus pergi, Rel. Makasih ya selama ini kamu mau bantu aku, banyak banget hal yang mungkin gak bisa terbayar, Rel" lanjut Rafa dengan senyuman manis.
Rafa pun pergi meninggalkan Arel.

"Rafaaaaaa" teriak Arel sembari menitihkan air mata dengan deras.

Air Mata Kenangan (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang