Kemudian aku melihat di atas meja belajar Rafa ada selembar kertas, lalu aku pun membacanya.
"Bila nanti mata ini tak sanggup kubuka kembali. Bila nanti raga dan nyawaku tak menyatu lagi. Bila nanti sekujur tubuhku kaku tak berisi. Kamu boleh tangisi aku untuk sesaat, tangisi kepergianku. Luapkan semua air matamu dalam dekapku untuk hari itu. Kamu boleh bertanya mengapa aku tiba-tiba seperti ini? Meninggalkanmu secepat ini?. Meski nanti aku tak mampu berkata, aku akan menjawab semuanya dengan realita. Ini, hal ini yang tak aku inginkan. Melihat tetesan air matamu membasahi tubuhku yang kaku nanti. Tak mengikhlaskan aku pergi untuk selamanya. Hal ini yang paling aku takuti, membuat dirimu bersedih hati. Kamu boleh tangisi aku sepuasnya, tapi untuk hari itu saja. Hari dimana kamu dapat melihatku untuk terakhir kali. Menatap wajahku yang membiru tak berarti. Menggenggam tanganku yang sudah tak bernyawa lagi. Menangislah, biarkan alam ini mendengarkan isak tangismu. Biarlah air matamu jatuh tanpa henti. Aku tahu ini sangat menyakitkan hati. Tangislah, biarkan hatimu lega oleh tetesan itu. Tapi, aku ingin air mata itu untuk yang terakhir kali. Setelah aku pergi nanti, aku ingin melihat kamu tersenyum tanpa ada kata kesedihan lagi"
27 Desember 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Air Mata Kenangan (SELESAI)
Conto"Selemah apapun kamu untuk jatuh, aku akan terus menguatkan dan memapahmu. Kamu pergi sejengkal, aku akan berlari dengan banyak langkah. Kamu sakit, aku akan lebih sakit. Kamu menangis, aku akan menjadi wadah air mata itu. Sampai kapan pun aku akan...