Keesokan harinya Alif berkumpul dengan sekumpulan komunitasnya di tempat mereka sering berkumpul. Kebetulan hari ini hari Sabtu, sekolah Alif pasti libur. Karena di hari Sabtu ini, sekolahnya diisi dengan berbagai macam ekskul. Berbeda dengan sekolah Hafiza. Hafiza sekolah 6 hari dan Alif sekolah 5 hari.
Saat ini Alif sedang menunggu sahabatnya datang untuk menjemput. Siapa lagi yang selalu dekat ke mana mana dengannya? Darshal Pangestu.
Beberapa menit telah terlewatkan namun Darshal tak kunjung datang batang hidungnya, untung saja Alif sudah terbiasa dengan kebiasaan sahabatnya itu. Begitulah, apapun yang terjadi dengan sahabatnya pasti yang mengaku benar-benar sahabat akan lebih memahami dan mengerti.
Akhirnya tak sampai satu jam menunggu, Darshal pun datang dengan menggunakan sepeda motornya dan tak lupa dengan satu pasang helmnya untuk dipakai Alif. Ah, pengertian banget si.
"Sorry, gue telat. Biasalah jarak antara rumah gue dan lo kan beberapa kilometer jadi terjebak macet." ucap Darshal.
Padahal harus kalian tahu, itu hanya alasan tak logis yang selalu Darshal katakan kepada Alif bahwasannya jaraklah yang menjadi penghambat. Yang sebenarnya jarak antara rumah Darshal dan Alif hanya terjepit oleh beberapa rumah saja, namun Darshal terlalu lebay mengartikan itu semua.
"Kampret lo! Alesan lo gak ada yang masuk akal!" jawab Alif.
"Hehe ya sorry, lo kan tau gimana gue?"
"Iya iya. Yaudah cepetan nanti anak-anak nungguin lama lagi gara-gara lo,"
"Sabar napa?"
Alif tak menjawab, berdebat dengan Darshal tidak akan berujung cepat. Pasti harus Alif lah yang mengalah. Jadi Alif memutuskan untuk mendengarkan sekaligus mengabaikan apa yang Darshal ucapkan sedari tadi. Mengangguk-ngangguk tanpa mengerti, dan pura-pura meng-iyakan tanpa mendengarkan. Konyol memang.
Setelah sampai di tempat para anggota komunitasnya berkumpul, Alif dan Darshal turun dari motornya, setelah itu melepas helmnya dan menghampiri teman-temannya yang memang sedari tadi hanya menunggu Alif dan Darshal.
"Eh apa kabar lo?" ucap Alif kepada temannya sambil salaman ala alibinya.
"Eh lama amat lo nyampe, dari mana aja?" tanya seorang teman cowoknya.
"Biasa lah tuh si Darshal," arah matanya menuju arah Darshal berdiri.
"Tuan Ngaret dasar," ucap salah seorang teman ceweknya, namanya Wida.
"Udah udah, yo kita mulai rapatnya."
Rapat di sini, bukan rapat formal seperti yang biasanya orang orang penting melakukan. Bukan. Ini hanya rapat biasa yang sering anak "PENDAKI MUDA" lakukan jika akan melaksanakan suatu agenda kegiatannya.
"Langsung aja, jadi gimana apa yang belum dipersiapkan buat nanti muncak?" tanya ketua komunitas PENDAKI MUDA.
"Paling persuratan perizinan, yang lainnya udah oke."
"Persuratan aja? Kalo semacam tenda itu udah dipersiapkan?"
"Udah,"
"Bagus deh kalo gitu. Wid, lo siapkan bikin surat perizinan orang tua?" suruh ketua.
"Oke Bang, Wida siap!"
"Sip bagus. Tuh yang butuh surat boleh minta ke Wida. Terus gimana sama lo Lif?"
"Gimana apanya?" tanya Alif heran.
"Katanya lo mau ngajak temen cewek lo dari sekolah lain?"
"Temen apa demen?" tanya salah satu anak anggota komunitas.
![](https://img.wattpad.com/cover/134969067-288-k581653.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HAFIZA
Teen Fiction"Kenapa Tuhan tidak membiarkanku untuk melupakannya dalam sekejap?" "Kenapa kamu datang di saat aku ingin benar benar melupakanmu?" "Kenangan itu mampu membuat dada ini sesak seketika, ku mohon pergilah aku tidak ingin mengingatnya kembali." "Apakah...