Udara panas nan menyengat kulit langsung terganti dengan sejuknya pendingin ruangan saat aku memasuki lobi salah satu hotel di bilangan Menteng. Langkahku sedikit tergesa, berkali-kali kulirikkan mata ke arah arloji yang melingkar manis di pergelangan tangan kiri. Jarumnya sudah beranjak dari angka dua, membuatku semakin mempercepat ayunan kaki.Saat menunggu lift terbuka, ponselku tiba-tiba berdering kembali. Dengan sedikit kesusahan, ku rogoh benda pipih itu dari dalam tote bag yang tersampir di bahu kanan. Aku melihat nama yang tertera pada layar, lalu segera menjawabnya. Dari seberang sana, suara lembut milik Mbak Yasmin terdengar memberikan salam secara buru-buru.
“Iya, Mbak. Aku udah sampai di lobi, nih,” jawabku seraya melirik buket bunga awetan yang berada dalam dekapan tangan kiriku.
“Alhamdulillah. Kamu langsung ke hall lantai tiga aja, Tha,” seru Mbak Yasmin terdengar lega.
Dentingan lift terbuka seiring berakhirnya panggilan singkat dari Mbak Yasmin. Segera kakiku melangkah masuk ke dalam benda berbentuk kotak yang akan membawaku ke lantai tiga sesuai petunjuk wanita paruh baya itu.
Aku mengeratkan dekapan pada buket yang kubawa; sebuah karangan bunga awetan cukup besar. Tangan kananku yang bebas mengusap perlahan permukaan halus bunga kapas yang menjadi dekorasi utamanya. Senyumku merekah, melihat betapa cantiknya mereka. Putihnya berpadu dengan lavendel ungu, juga hijau daun eucalyptus. Beberapa helai alang-alang kering juga menjadi aksen tambahan nuansa rustic yang menjadi temanya.
Pintu lift kembali terbuka di lantai tiga. Langkahku segera berbelok ke kanan tanpa melihat petunjuk yang tertera di dinding. Aku memang cukup familier dengan hotel milik keluarga Aryasatya ini sebab mereka adalah salah satu pelanggan yang biasa menggunakan jasa Jasmine Florist & Decoration tempatku bekerja. Selain itu, Kak Ivander, laki-laki yang kini tengah menjadi kekasihku adalah anak pemilik properti di sini.
Mbak Yasmin menyambutku di depan salah satu hall. Beberapa standing flower dengan berbagai ucapan berjajar rapi di sana. Suara percakapan melalui mikrofon samar terdengar dari pintu aula yang sedikit terbuka.
“Maaf, ngerepotin kamu, Tha,” ucap Mbak Yasmin, wanita dengan balutan hijab merah muda itu, saat aku mengangsurkan buket ke tangannya.
“Nggak masalah, Mbak. Udah jadi tugasku di sini bantu Mbak Yasmin. Lagian aku lebih suka dapat ucapan terima kasih daripada kata maaf.” Aku tersenyum lebar, berusaha untuk sedikit bercanda dengannya.
Mbak Yasmin yang notabene adalah pemilik dari Jasmine Florist & Decoration itu mengusap lenganku. “Sekali lagi terima kasih ya, Tha? Mau repot nganterin sendiri padahal ada Si Aa.”
“Nggak apa-apa, Mbak. Lagian aku lebih puas kalau bisa antar bunga hasil kreasi sendiri.” Aku terkekeh. Lagi-lagi berusaha mengurangi ketegangan yang tampak di wajah Mbak Yasmin.
“Calon Nyonya Aryasatya emang berdedikasi, deh. Mau aja panas-panasan di luar. Ivander nggak akan gorok aku, kan, kalau tahu?” tanya Mbak Yasmin sedikit berbisik.
Sontak aku terkekeh. Mbak Yasmin pasti tahu kalau aku tidak akan pernah keberatan berpanas-panas di jalan untuk mengantarkan ini-itu. Menantang terik juga debu polusi di ibukota sudah menjadi rutinitasku selama tinggal di sini beberapa tahun. Namun, beda halnya dengan Kak Ivan yang akan terus mengomel saat aku turun ke jalan menantang debu dan polusi.
“Mereka, nih, tiba-tiba aja minta buket bunga kapas kering,” keluh Mbak Yasmin sambil ekor matanya yang melirik sebentar ke dalam hall.
Gerak-gerik Mbak Yasmin membuatku serta-merta ikut melirikkan mata. Meski aku tidak bisa melihat sepenuhnya apa yang terjadi di dalam sana. “Launching buku siapa, sih, Mbak? Heboh banget kayaknya sampai sewa hall dan segala tetek-bengeknya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Whispering Wind (republished) [END]
RomansaAdakalanya seseorang hadir di kehidupan orang lain bagai angin-hanya sekadar lewat, tetapi meninggalkan jejak yang mampu memporak-porandakan hati. Selama sembilan tahun, Tabitha tidak pernah mampu melupakan sosok cinta pertamanya, Arun, meskipun kin...