#10 Paper

1K 138 20
                                    

Sesosok Dark Elf bernama Lloyd itu melemparkan tatapan tajam pada Limario. Dengan cepat, ia berubah menjadi bayangan dan menerjang tubuh Limario, mencengkram leher putih Limario dengan satu tangannya.

Limario berusaha membebaskan cengkraman di lehernya tapi Lloyd bergerak sangat cepat, bahkan Limario tidak tau dimana ia sekarang.

"LLOYD!!"

"LIMARIO."

Seringai menakutkan dari wajah Lloyd berada tepat di hadapan Limario.

"A-ap-apa k-kau b-be-belum melupakan.. Arrghhh.." di cekiknya Limario sampai kakinya sudah tidak menyentuh tanah lagi.

"Apa? Manusia itu??" Lloyd mengangkat Limario semakin tinggi. Dengan terbatuk-batuk, Light Elf itu berusaha memukul wajah Lloyd, tapi ia hanya bayangan, tak bisa di sentuh.

Dari ketinggian yang cukup tinggi, Lloyd menjatuhkan Limario ke bawah sampai hampir menghantam batu. Musim salju segera berakhir tapi ternyata masih ada salju yang bisa menyelamatkan tubuh Limario yang terbanting dengan kuat.

Ia berdiri dengan sisa tenaganya dan berlari menjauh di tengah salju yang menimbun kakinya.

"Kau tidak akan bisa memilikinya!!" teriak Limario, Lloyd segera menerkamnya lagi dan membanting tubuh Limario ke pohon di belakangnya.

"Manusia itu, Elf itu, semua gadis adalah milikmu hah?!" Lloyd melempar tubuh Limario ke bebatuan, tubuhnya sudah penuh dengan luka, tapi Lloyd tidak melepaskannya. "Aku menaruh dendam padamu!!"

"Enyahlah!!" sinar biru keluar dari telapak tangan Limario dan membuat Lloyd berwujud, tak lagi menjadi bayangan. Ia dapat menyentuhnya sekarang, tapi baru saja Lloyd berwujud, Popo datang bersama Jisoo dan 2 serigala mendatanginya. Lloyd pun segera pergi dan berubah kembali menjadi bayangan.

"Efek sihirmu masih bersifat sementara padanya." Jisoo memeluk Limario.

"Hmm, ya.. Begitulah.. Arrghh.." ringis Limario, badannya sangat sakit setelah di banting kesana kemari oleh Dark Elf itu, tapi ia lebih memilih diam dan tak membicarakannya pada Jisoo.

***

Bulgaria mengingatkan Limario dengan Rose. Itu adalah tempat kelahiran Raja Ryuga dan Rose, dulu sewaktu ia kecil, Raja Ryuga selalu mengajaknya dan Jennie ke Bulgaria hanya untuk berbisnis dengan kerajaan lain, termasuk dengan kerajaan Wood Elf.

"Kau ingat tempat ini?" Thorin menghampiri Limario sambil bersandar di kaki Popo. "Kau selalu kemari dulu, mereka sudah tua sekarang, dan kau masih muda."

"Manusia memang terus akan tua, beda dengan kita Thorin." Limario melihat langit senja dari atas tubuh Popo, di puncak sebuah bukit. Terkadang ia merasa sedih, bukit ini adalah saksi saat dia mendorong tubuh Rose karena ia menampar Jennie yang akan mencium pangeran Elf itu, mereka masih 5 tahun, tak ada yang sadar jika mereka adalah pangeran dan putri dari kerajaan yang berbeda, tak ada yang sadar pula apa artinya jika Jennie benar-benar mencium Limario saat itu, yang mereka tau, mereka hanyalah anak kecil. Tapi seiring berjalannya waktu, Rose selalu mengingatnya setiap kali ia melihat sang pangeran, itulah alasan Rose sangat membenci Limario, karena ia pernah sangat jahat padanya. Tapi sekarang..

"Pangeran, anda baik-baik saja?" Thorin menyadarkan Limario dari lamunannya.

"Aku baik." jawabnya singkat. "Baik sekali. Iya baik, baik baik." Ia merasa canggung. "Ayo pulang." ajaknya yang sudah merasa tak karuan.

***

Jisoo yang tadinya tidak berniat ikut bersama sang kakak, sekarang sedang asik duduk di sebuah kursi dengan secangkir cokelat panas di tangannya.

"Kau masih ingat dengan si jahat itu ternyata.." dengus Jisoo saat Limario berjalan mendekat ke arahnya.

"Aku bahkan tidak tau kenapa dia bisa mengikuti pasukan kita." Limario meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

"Kalau aku tidak menolongmu, sudah seperti apa nasibmu itu?" Jisoo mulai sombong.

"Ya entahlah, aku berterima kasih kau sudah mau menolongku. Meskipun mungkin kau sama-sama tidak suka padanya sama sepertiku."

"Memang, dia pernah mencelakai gadis yang menolongku, buat apa aku harus mengasihaninya." Limario menatap ke arah Jisoo dengan tatapan sayu. Ia tau, Lloyd pernah menyakiti Jennie di hadapannya, tapi ia tak cukup kuat untuk melawan, jadi ia harus turun tangan membantunya. Tiba-tiba Falcon masuk dari balkon kamar mereka berdua, seperti biasa, ia mengantarkan surat milik Rose. Jisoo berusaha melirik isinya tapi sang kakak lebih memilih pergi dari duduknya.

"Surat dari siapa lagi itu.." Jisoo menyimpan cangkirnya dan berjalan mengendap-endap. "Surat dari siapa?" rebut Jisoo, seketika surat itu terlepas dan sudah berpindah tangan.

"Hey!!" Limario berusaha merebutnya kembali tapi Jisoo segera mengelak.

"Kepa.. Da.." Limario yang panik karena tidak ingin adiknya tau itu surat dari Rose segera menarik jubah milik Jisoo dan memeluknya dari belakang. Kedua tangannya menutupi wajah Jisoo agar tidak lanjut membaca.

"Kemarikan suratnya!!" Limario melompat ke atas punggung Jisoo, tangan Jisoo yang terjulur ke depan sangat sulit ia raih bahkan adiknya kini banyak bergerak sekali.

"Turun dari badanku sekarang juga!! Limario!!" Jisoo menggenggam erat surat itu di tangannya, tapi Limario tidak ingin menyerah sekarang, ia terus merebutnya. "Aahhhh geli!!" Limario meraba dada bidang sang adik, bahkan sesekali menggelitiki perutnya yang sixpack, ia melingkarkan kakinya di pinggang Jisoo, tapi adiknya itu masih enggan memberikan suratnya.

"Berikan suratnya!!" Kaki Limario sudah terlepas jauh dari pinggang Jisoo, ia mencari pijakan agar dirinya tidak terjatuh. Gesekan-gesekan aneh mulai Jisoo rasakan di selangkangannya.

"Kakimu itu!!" Jisoo berusaha menyingkirkan kaki Limario yang "sangat bisa" membuatnya hilang akal tapi ia tak ingin kehilangan surat itu. Ia membanting tubuhnya ke kasur yang ada di belakangnya.

"Arrghhhh!!" Luka yang Limario rasakan mulai tertekan tubuh adiknya sendiri, badannya meronta dan berusaha melepaskan diri. Ia menendangkan kakinya ke perut Jisoo agar adiknya itu melepaskan suratnya.

"Berikan saja..!!" Tarik Jisoo keras. "Ini!!" ia masih belum menyerah. "Padaku!!" Jisoo membalikan badannya dan langsung berhadapan dengan wajah Limario, jarak mereka bahkan sangat dekat, 2 cm saja.

Limario tak bereaksi sedikitpun tapi Jisoo terlihat gugup dan panik, ia menarik paksa tubuhnya menjauh beserta surat di genggamannya.

Srraaakkk..

Surat yang belum habis Limario baca sudah sobek di tangan ia dan Jisoo.

"JISOO!!" hanya ujung surat yang ada di genggaman Jisoo, sedangkan bagian lain lebih utuh ada di tangan Limario. Jisoo masih terdiam dengan sobekan di tangannya tapi Limario segera bangun dan menatap Jisoo dengan tajam. "Mau apa?! Kalau sudah seperti ini, kau mau apa? Mau tau ini dari siapa? Itu tidak penting untukmu!!" hardik Limario di hadapan wajah Jisoo, ia melangkah pergi meninggalkan kamar mereka, Jisoo hanya bisa meratapi sobekan suratnya.

"Aku hanya ingin tau saja dia sedang dekat dengan siapa." keluhnya sambil melihat sesuatu disana.

"Se.."

"Rose kah?" liriknya pada pintu kamar yang baru saja ditutup oleh Limario.

***

Immortal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang