"Aku harusnya bersyukur jika aku masih memiliki orang yang menyayangiku seperti Jennie. Mungkin dia adalah orang yang selalu mendukung susah senangku sejak aku menyukai Rose dulu, tapi aku tak pernah sadar akan kehadirannya. Ia menyukai Limario, aku menyukai Rose tapi ternyata Rose menyukai Limario juga. Aku bahkan masih bingung kenapa bisa kakakku itu menjadi rebutan 2 wanita cantik yang menjadi idaman kerajaan manusia. Aku masih banyak menaruh rasa dendam padanya, akulah yang selalu di manja oleh Ayah, akulah yang dikirim Ayah pergi ke Inggris untuk bersekolah, hanya akulah yang selalu menjadi prioritas Ayah dibandingkan dengan Limario. Semua diplomasi yang dilakukan oleh Elvertale selalu aku yang dikirim, karena itulah keuntunganku pergi ke Inggris, agar menjadi Raja yang baik bagi warganya. Tapi kenapa selalu Limario yang di pilih untuk bisa memimpin? Bahkan kerjaannya hanya pergi berburu dan mengatur strategi perang bersama Thorin, apa itu adil? Dimana letak kharismanya jika ia hanya bermain di hutan bukannya menjelajah ke seluruh dunia sepertiku?" air mata Jisoo menetes saat ia duduk sambil meremas gelas teh hangatnya, Jennie sedang menyusui Jessy di dalam kamar. Dapat dengan jelas Jisoo memperhatikan mereka berdua, hanya saja setiap pandangan yang ia lempar pada kedua perempuan kesayangannya itu terlihat seperti tatapan kosong.
"Jennie.. Jessy.. Jisoo.. Sekarang aku sudah memiliki tanggung jawab yang lebih besar saat Jessy lahir, sekarang aku mulai mengerti apa artinya kehilangan, meskipun aku dan Jennie tak mengikat janji pernikahan, tapi aku akan tetap mengakuinya sebagai istriku begitupun dengan Jennie ia menyayangi dan mengakuiku sebagai suaminya."
"Kau baik-baik saja?" Jennie menggendong Jennie yang masih menyusu padanya ke balkon dan menatap ke arah Jisoo.
"Aku tidak apa-apa.." Jisoo menghapus air matanya dengan kasar kemudian berdiri mendekat ke arah Jennie. "Jessy sudah tidur?"
"Dia masih sibuk menyusu, lihatlah dia sangat haus sepertinya." Jisoo mencolek pipi gembil Jessy, ia bahkan tak bergeming dan menyedot susu ASI milik Jennie lebih kuat. "Aarghhh.." Jennie meringis sambil berusaha menjauhkan sebentar mulut Jessy dari payudaranya.
"Kenapa? Sakit?"
"Iya, linu.. Dia kuat sekali.." Jennie masih meringis sedangkan Jisoo menatapnya dengan teduh, ia merasakan jika perasaan sayangnya semakin bertambah ketika melihat perjuangan Jennie seperti ini.
"Masuk saja, nanti kau masuk angin. Kasian juga Jessy nya." Jisoo mengantar Jennie masuk ke dalam kamar dan menutup pintu balkonnya.
***
Kini Rose sudah bisa melakukan kegiatan yang ia mau seorang diri tanpa bantuan banyak orang, meskipun jalannya masih pelan-pelan tapi ia masih percaya pada dirinya sendiri jika ia bisa.
Dan Limario, lelaki itu kini banyak mengajarkan hal berburu dan berkelahi pada Ethan, ia ingin anaknya kelak menjadi seorang penerus kerajaan yang sesuai dengan kemauan sang Ayah. Awalnya Rose menolak niat Limario ini, Ethan masih berumur 2 tahun ia bahkan belum bisa berbicara dengan lancar tapi Limario bersikeras kalau sebaiknya ia mengajari Ethan saat ia masih kecil. Tapi semoga saja sifat keras kepala Ayahnya ini tidak menurun nanti.
***
14 tahun..
Sraaaakkkk..
Bruuggg..
"Arrghhh.." pekikan seorang remaja lelaki yang tubuhnya baru saja di banting menghantam pohon oleh lelaki berwajah tampan itu kini matanya mulai berkaca-kaca.
"Hanya segitu kemampuanmu? Bagaimana kalau kau sudah punya kekasih nanti? Lemah.." ejeknya.
"Aku tidak lemah!!"
"Kalau tidak lemah lalu apa? Lembek? Ya sama.." Ia kembali menutup wajahnya dengan helm besinya kemudian mengetuk-ngetuk pedang kesayangannya, mengisyaratkan remaja itu untuk berdiri. "Kalahkan aku.."
Remaja itu berlari cepat dan menyerangnya dengan membabi buta, menghujamkan banyak tusukan tapi tak ada satu pun yang lolos, semuanya bisa lelaki itu tepis meski dengan sedikit susah payah.
"Owww.. Ethan kecil sedang marah huh?" ledeknya lagi. Ya, remaja itu bernama Ethan, bocah kecil lugu itu sudah beranjak dewasa, bertubuh tinggi dan gagah hanya saja masih sangat takut untuk berperang dan berkelahi.
"Paman Jichu!!" hardiknya. Sang Paman yang tengil itu masih belum berubah meskipun wajahnya sekarang sudah mulai terlihat berubah seiring dengan bertambahnya waktu meskipun penuaannya melambat.
"Ayah, makan siang dulu.."
"Jessy.." Ethan melirik sepupunya itu dan mulai lengah, kesempatan untuk Jisoo menghabisinya. Sang Paman menendang Ethan sampai ia terjengkang dan menghunuskan pedangnya tepat ke dekat wajahnya.
"Nanti ya.." senyum Jisoo. Jessy segera pergi setelah ia menggeleng pada Ethan dan tersenyum malu-malu. "Ethan! Jangan sampai kau suka pada sepupumu sendiri, aku bahkan tak mengijinkan ada hubungan seperti itu!" tekan Jisoo. Ethan hanya mendesah sebal dan menepis pedang milik Jisoo dari hadapannya.
"Aku sudah punya kekasih Paman, aku tau Jessy sangat cantik tapi aku tidak akan seperti apa yang Paman pikirkan isshh.." Ethan merapihkan baju zirahnya kemudian berjalan gontai memungut pedang dan tamengnya.
"Ya siapa tau kan.."
***
Jessy dan Ethan tumbuh menjadi remaja yang cantik dan tampan, Ethan akui kebohongannya pada sang Paman beberapa hari lalu memang membuatnya tersiksa. Sikap baik, ramah, senyuman milik Jennie yang benar-benar menurun pada sepupunya itu mampu membuat siapa saja menyukainya dengan mudah.
"Kau bilang beberapa hari lalu kalau kau sudah memiliki kekasih, apa itu benar?" tanya Jessy yang sedang mencuci piring bekas makan malamnya.
"Hmmm.. apa aku harus berkata jujur atau bohong padamu?" goda Ethan yang juga sedang membereskan meja makan.
"Halah, kau selalu membohongiku Ethan, kapan kau berkata jujur hah?" Jessy mengambil botol sabun cuci dan mulai menuangkannya sedikit demi sedikit, pelayan lainnya sibuk menyimpan sisa makan malam keluarga kerajaan dan mereka berdua juga memang meminta untuk mencuci piring dan gelas bekas mereka sendiri.
"Aku selalu berkata jujur pada siapapun, mungkin saat aku jujur kau sedang tidak ada disana jadi kau tidak tau."
"Berarti tentang kekasihmu itu, kau sedang jujur?" Ethan tidak menjawab, ia hanya terdiam dengan menyembunyikan senyumannya tapi disisi lain, Jessy merasa kecewa jika Ethan benar-benar jujur akan hal itu, ada sesuatu dalam hatinya yang masih tak bisa menerima jika itu benar.
"Tapi kau.."
"Aaahhh.." pekik gadis itu yang kemudian melepaskan gelas yang sedang ia cuci.
"Jessy!!" Ethan berlari merengkuh tubuh gadis itu dan melihat apa yang terjadi. "Kau kenapa?" jarinya berdarah, Jessy meringis kesakitan saat Ethan membasuh lukanya di air yang mengalir.
"Aawww.. perih.."
"Ssstt.. tahan dulu.." darah mengalir dari lukanya, Ethan menghisap luka tersebut dan berusaha menghentikannya. Hisapannya semakin hangat, Jessy hanya bisa memperhatikan tubuh Ethan yang membungkuk karena tinggi tubuhnya berlaku seperti itu dan ia mendiamkannya.
"Ethan.."
"Hhmmm.." ucapnya sambil masih menghisap.
"Apa kau jujur tentang itu?" Ethan tersenyum penuh arti, darahnya sudah berhenti mengalir saat ia melepaskan jari Jessy dari dalam mulutnya.
"Tidak.. Aku berbohong." gelengnya pelan, perlahan ia membersihkan luka di jari gadis itu dan mengecupnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Immortal Love
Fantasy[MATURE CONTENT] [PRIVATE AVAILABLE] "Kau tau jika mereka tidak bisa bersatu?"