#25 Last Breath

846 133 11
                                    

Ketika para tabib sudah menyiapkan ramuannya, Limario masih asyik bermain bersama Ethan di halaman belakang, sedangkan Rose menemani Jennie di kamarnya, dan Jisoo sedang tidur siang.

"Jen, apa belum ada tanda-tanda kau akan melahirkan?" Rose memperhatikan Jennie yang sedang senang-senangnya mengelus perut buncit tempat tinggal Jisoo junior itu.

"Aku belum tau, tapi beberapa kali aku merasakan jika perutku ini berkontraksi terus." jawab Jennie saat wajahnya terlihat meringis karena bayi di dalamnya terus bergerak.

"Laki-laki atau perempuan menurutmu?"

"Laki-laki mungkin, agar Ethan tidak main sendirian lagi." senyum Jennie.

"Maannnn~" Ethan berlari mendobrak pintu kamar Jennie, tapi orang yang ia cari tidak ada disana.

"Cari siapa?" Jennie merentangkan tangannya menyambut tubuh Ethan yang perlahan memeluknya.

"Ichuu~"

"Dia tidur siang, sana kau bangunkan.."

"Rose." Limario menghampiri Rose yang masih duduk manis di kamar Jennie. Wanita itu mengangguk dengan mantap, lalu mengikuti kemana Limario pergi.

"Semoga berhasil.." Jennie menekan suara tangisnya saat Rose benar-benar melangkah keluar, ia tak berharap jika itu adalah saat terakhirnya melihat sang adik. "Ethan, bangunkan Pamanmu, bilang jika Bibi mencarinya." Ethan pun berlari keluar, bersiap membangunkan Jisoo dari tidur siangnya.

***

"Kau yakin jika ini akan baik-baik saja?" Rose duduk di hadapan suaminya, ia baru saja menerima sebuah gelas berisikan obat berbentuk cair, tak ada bau, tak ada warna, itu berbentuk seperti air biasa. Beberapa tabib tua bertelinga runcing seperti Limario mengelilingi mereka dan masih memperhatikan ekspresi Rose yang terlihat sangat ragu.

"Percayalah, ini akan baik-baik saja. Aku kan sudah sering bilang padamu, jika ini adalah yang terbaik yang bisa aku lakukan dan aku akan memastikan jika ini akan berhasil." Rose mulai mendekatkan gelas ramuan itu dan mencium aromanya, tapi tak ada bau, itu benar-benar air biasa.

"Aku tidak akan kehilanganmu kan?" air mata Rose sudah tak terbendung lagi, ia mulai menangis.

"Kau tidak akan meninggalkan siapa pun, kau tidak akan kehilangan siapa pun."

Perlahan Rose meminumnya, sedikit demi sedikit, tak ada raut wajah aneh yang ia tunjukan. Ia terlihat seperti sedang meminum air biasa, Limario menatap mata Rose, berharap yang terbaik yang akan terjadi.

Ramuan tersebut habis, Rose benar-benar meminumnya. Jisoo datang setelah ia lari terburu-buru ke ruangan itu dan melihat Rose dan Limario yang duduk berhadapan.

"Rose.." Jisoo terengah-engah dan melihat secercah senyuman tipis dari kakak iparnya itu.

"Hai, Ji.." belum sempat Rose menyapa Jisoo, tubuhnya ambruk seketika. Limario dengan sigap memeluk tubuhnya, wajahnya sangat pucat bahkan tak seperti biasanya.

"Rose!! Roseanne!!" Limario mengguncangkan tubuh istrinya kemudian menepuk-nepuk pipi chubby Rose, tapi wanita itu tak merespon apa-apa. "Sayang!! Hei!! Dengar aku dengar!!" Limario terus berusaha membangunkan Rose, tapi ia tetap lemas.

"Awas!!" Jisoo menarik tubuh Limario menjauh, bahkan ia sampai terjatuh ke belakang. Sang adik langsung menggendong Rose ke kamarnya tanpa mempedulikan sang kakak.

Jisoo membaringkan Rose di kasur, ia segera memeriksa napas dan nadinya, tak ada..

"Rose!! Bangunlah!!" Jisoo melakukan CPR (Cardiac Pulmonary Resusitation) kemudian terus memeriksa keadaan Rose yang sudah tak merespon apapun. "Ayolah!! Ku mohon.." gerakannya melemah saat ia sudah benar-benar putus asa, Rose tetap diam dan tak bergerak sedikit pun.

"Jisoo-ya.." panggil Limario.

"Kau!!" Jisoo geram, ia segera menendang tubuh Limario sampai terjungkal, menyambar baju sang kakak dan berteriak tepat di depan muka Limario. "Kau pembunuh!!" deru napasnya sangat berat, wajah Jisoo memerah, kedua air matanya mengalir deras.

Jisoo melempar sang kakak ke arah tangga, saat Thorin berusaha melerai mereka. Ia memukul Limario dengan membabi buta, tanpa peduli keadaan sekitarnya. Ia kembali menendang Limario sampai ke lantai dasar, membiarkannya terjatuh dari tangga.

"Jisoo!!" Teriak Jennie, tapi Jisoo tak mau mendengarnya. Jisoo mencekik Limario dari bagian belakang, sang kakak sudah sekarat bahkan saat ia terbatuk-batuk karena cekikan Jisoo semakin kencang, dasar segar keluar dari mulutnya.

"Jisoo, hentikan!! Ku mohon!!" Jennie mulai menangis histeris sambil menutup kedua telinga Ethan dan membalikan tubuh Ethan menghadap ke arahnya.

"Aku tak ingin memiliki kakak seorang pembunuh!!" teriaknya kencang.

"Jisoo!! Jangan gegabah.."

"Diam kalian!! Kalau kalian berani maju selangkah saja, akan aku mematahkan lehernya!!" kedua tangan Limario yang menahan tangan Jisoo agar tak semakin mengencangkan cekikannya mulai melemah, wajahnya bahkan sudah membiru dan kesulitan bernapas.

Brukkk..

Thorin memukul tengkuk Jisoo sampai lelaki itu terkapar tak sadarkan diri.

"Haaahhh.." Limario menarik napas dalam sambil terus terbatuk-batuk.

"Bawa Limario ke kamar, jauhkan dari Jisoo, obati juga lukanya, biar aku yang urus Rose." perintah Thorin yang segera di kerjakan oleh pelayan-pelayan kerajaan.

Pandangan Limario mulai kabur, kepalanya terasa sangat pusing, ia hanya mendengar suara tangisan Jennie dan seketika semuanya gelap.

***

Jisoo berjalan ke kamar Rose, ia masih sedikit meringis saat rasa sakit terasa kembali di tengkuknya. Rose terbaring lemas, ia sudah tak bernyawa karena ulah sang kakak.

"Aku menyayangimu sebagai kakakku sekarang.." air mata Jisoo kembali menetes. "Aku.. Aku menaruh banyak harapan agar kakakku bisa membahagiakanmu.." isak tangisnya semakin kencang. "Tapi.. Kenapa?"

"Sudahlah.." Thorin menepuk-nepuk punggung Jisoo pelan, lelaki temperamental itu menangis seperti Ethan. "Sana kau temui kakakmu.." Jisoo menggeleng cepat, ia memegang tangan Rose erat-erat. "Cepat temui kakakmu, apa kau tak merasa bersalah padanya? Ia hampir mati tadi."

***

Jisoo menggendong Ethan yang sedang manja padanya, ia tak bisa menemui sang Ibu, sedangkan Ayahnya masih babak belur. Ia pergi ke kamar dimana Limario berada.

"Ethan.." bocah lelaki itu menatap Jisoo, sorot matanya mirip sekali dengan Rose membuat Jisoo kembali menangis. Bocah itu tersenyum, senyumannya seperti sang kakak saat masih kecil. Ethan benar-benar gabungan Rose dan Limario secara nyata. "Ethan, mau punya adik?" Jisoo berusaha menghibur dirinya, ia sadar jika sebentar lagi ia akan menjadi seorang Ayah.

"Ichuuu~~"

"Iya?"

"Baba~" Ethan memainkan kedua jarinya, ia memanggil sang Ayah, sepertinya bocah ini merindukan Limario.

"Ayo kita bertemu dengan Baba." ajak Jisoo.

***

Limario berdiri di depan balkon, ia terbatuk dan memegang dadanya yang terasa sangat sesak. Sesekali Limario membuang liurnya yang masih berupa darah. Langkahnya pincang, tapi ia tak ingin duduk diam dan beristirahat saat pikirannya selalu terbayang-bayang akan sang istri.

"Kak.." Jisoo menurunkan Ethan, ia mendekat ke arah Limario yang dengan susah payah berbalik melihatnya. "Aku antar kau ke kamar Rose.." Limario menggeleng pelan sambil menatap Jisoo yang sudah berada di dekatnya. "Aku bantu.." Jisoo menuntun Limario pelan tapi Limario menepis tangannya. "Kak.." Limario hanya memperhatikan Jisoo yang tersenyum padanya. "Dia bernapas.."

***

Immortal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang