Hari kesekian, Rose masih belum sadar juga. Jisoo masih sibuk dengan Jennie yang baru saja melahirkan anak perempuan pertama mereka yang sekaligus menjadi keponakan Limario, Jessy.
Limario berdiri di ambang pintu saat Jennie sedang menggendong Jessy ditemani oleh Jisoo yang sedang mengenalkan Ethan pada sepupunya itu.
"Cantik.." ucap Limario tiba-tiba.
"Hai, Kak.." Jisoo mendudukan Ethan di samping Jennie kemudian membantu sang kakak berjalan mendekati Jennie.
"Arrghh.." ringis Limario saat luka di tubuhnya tersentuh oleh Jisoo.
"Ahh, maaf maaf.." kekeh Jisoo, ia mengambil sebuah kursi dan mendudukan Limario disana.
"Jadi siapa namanya?" Limario menerima Jessy di gendongannya, wajahnya lucu sekali seperti Jennie, berbeda jauh dengan Jisoo.
"Theodora Jessy Manoban, bagaimana?" Limario hanya menyeringai dan kembali melihat keponakannya itu.
"Rose adalah orang yang paling ingin melihat Jessy, semoga dia cepat bangun." Jennie terlihat sedih saat menyebut nama Rose, Limario hanya menjawabnya dengan senyuman dan anggukan.
"Ia akan segera bangun, aku pastikan ia akan melihat Jessy kelak." Limario memberikan Jessy pada Jennie lagi dan berdiri dari duduknya.
"Biar aku bantu, Kak." Jisoo membantu Limario sampai ke ambang pintu.
"Aku akan memberikan Rose susu dulu, semoga saja hari ini ia ada sedikit kemajuan lagi."
"Aku berharap lebih dari itu."
***
Limario menerima segelas susu cokelat seperti biasa, pelayan itu membantu Rose untuk duduk meskipun ia masih terpejam dan lemas.
"Baiklah.." Limario mulai menyendokan susu ke mulut Rose perlahan-lahan, tubuh istrinya merespon dengan baik, pertanyaannya Limario adalah apakah istrinya itu bisa membuka mata dan sadar sepenuhnya kah? Ia menunggu saat-saat itu.
"Pelayan, tolong ambilkan sapu tangannya." Pelayan itu mengambilkan sapu tangan milik Rose dan memberikannya pada Limario. "Oh ya, siapkan air hangat untuk mandi Rose ya."
"Baik, Pangeran."
"Limario.."
Limario segera menoleh cepat ke arah Rose, wanita itu berusaha membuka matanya perlahan dan melihat ke sekelilingnya, Limario hanya bisa memperhatikan Rose yang benar-benar sudah bisa bangun dan membuka matanya.
"Rose?"
"Hmmm.." Rose terlihat seperti bayi yang baru saja bangun dari tidur lelapnya.
"Rose, kau sudah sadar?" Rose hanya tersenyum lemah sambil mengangguk, tangannya perlahan mengelus pipi Limario yang masih terdapat banyak luka lebam dan luka-luka kecil yang berdarah. "Kau mau apa? Makan? Minum?" Limario menggeser kursinya semakin mendekat ke arah Rose, ia senang Rose bisa kembali mengelus pipinya meskipun kadang ia harus menahan sakit saat lukanya tersentuh.
"Tuan.."
"Masuklah, istriku sudah sadar." Pelayan itu mengantarkan air hangat untuk Rose mandi dan tersenyum lebar. "Beritahu kerajaan jika Rose sudah sadar." ucap Limario tak kalah senang. "Eh tunggu!" Pelayan itu berhenti di ambang pintu dan menatap Limario dengan bingung. "Tutup pintunya, aku mau memandikan Rose dulu, kau berjaga di depan pintu nanti kalau aku sudah selesai aku beritahu."
"Baik, Pangeran." pelayan itu menutup pintu kamar Rose meninggalkan Limario dan Rose yang masih saling melempar senyum mereka.
"Mandi dulu ya, sudah aku siapkan air hangatnya." Limario berdiri dengan tenaganya sendiri, ia meringis hebat dalam diam saat menggerakan tubuhnya untuk mengambil pakaian ganti Rose, ia tak ingin terlihat kesakitan di depan istrinya yang baru sadar.
"Kau baik-baik saja?" tanya Rose lirih.
"Iya, aku baik-baik saja." Limario menyimpan pakaian ganti Rose di nakas. "Aku buka bajunya ya." Rose menjawabnya dengan anggukan, padahal Limario sangat senang jika ia mendengar Rose berbicara.
Selama Rose tidak sadar, hanya Limario lah yang memandikan Rose, tak boleh ada orang lain yang melihat apalagi orang lain yang memandikannya.
Lelaki itu membasuh seluruh badan Rose dengan kain, memastikan semua bagian tubuhnya di bersihkan dengan benar. Ia tak berpikiran untuk melakukan hal yang aneh-aneh meskipun istrinya sudah telanjang seperti itu, karena niat dalam hatinya ia memang hanya akan memandikan Rose bukan yang lain.
Setelah selesai memandikannya, Limario kembali memakaikan Rose pakaiannya, membereskan semua alat mandinya dan menyimpannya di meja agar pelayan itu mengambilnya nanti.
"Kemarilah.." suruh Rose. Limario segera duduk di kursi dan meraih tangan Rose, menciuminya tanpa henti, ia sangat gemas akhirnya tangan itu merespon setiap tindakannya. "Wajahmu kenapa?"
"Ini cerita panjang, aku tidak apa-apa, sungguh."
"Hmm? Kau berkelahi? Dengan siapa?"
"Iya aku berkelahi, tapi itu sudah lama, tidak perlu di bahas lagi." Limario melihat Rose dengan seksama, tak ada perubahan yang berarti dari fisiknya. Ia meragukan ramuan itu akan berhasil setelah sejauh ini.
"Kak.." panggil Jisoo.
"Masuklah." Jisoo, Thorin dan Raja Theo masuk ke dalam kamar dan melihat keadaan Rose.
"Bolehkah aku memeriksanya?" tanya Thorin.
"Hmm." Jisoo membantu Limario lagi untuk berdiri dan membiarkan Thorin memeriksa kesehatan Rose.
"Kak.."
"Hmm.."
"Apa kau bisa melakukan ini pada Jennie?" Limario menoleh ke arah Jisoo, ia terlihat sangat berharap.
"Bisa, jika kau percaya ini akan berhasil maka ramuannya akan berhasil."
"Aku akan mencoba ini pada Jennie."
"Kau yakin?"
"Yakin, Kak." seyakin apapun Jisoo, Limario tau jika adiknya itu pasti akan khawatir juga.
***
Jisoo membawa Jessy ke kamar Rose, ia sendirian di sana.
"Kakakku mana?" ia mencari Limario ke penjuru kamar, tapi sepertinya ia benar-benar tidak sedang disana.
"Thorin sedang mengobatinya, itu anak Jennie?"
"Anakku juga." jawab Jisoo kesal.
"Haha, iya anakmu juga. Bibirnya mirip seperti mu, siapa namanya?"
"Theodora Jessy Manoban."
"Jisoo.."
"Iya?"
"Kau tau apa yang terjadi dengan suamiku?"
"Wajahnya itu?"
"Iya, dia kenapa? Apa dia bertengkar? Dengan siapa?" Jisoo menarik napasnya dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Dia bertengkar denganku."
"Kau yang membuatnya seperti itu?"
"Maafkan aku, Rose.."
"Kenapa? Apa salahnya padamu?"
"Waktu kau selesai minum ramuannya, kau jatuh tak sadarkan diri, itu membuatku berpikiran jika kakakku sudah membuatmu meninggal. Lalu aku menghajarnya dan membuatnya hampir terbunuh, dia sekarat dan aku memang berharap dia mati saja jika itu terjadi padamu." Jisoo menunduk, ia tau ia salah waktu itu.
"Kau mau membuat aku kehilangan suamiku?" Rose mulai berkaca-kaca, Jisoo menggeleng pelan, ia tak sanggup melihat Rose seperti itu. "Kau mau memisahkan aku dari Ethan?"
"Aku kalap Roseanne, aku sungguh emosi saat itu. Yang ada di pikiranku hanyalah dirimu, aku hanya memikirkan mu, sungguh.." Jessy tampaknya tidak terganggu dengan perdebatan kedua orang itu.
"Kenapa?"
"Karena aku takut kehilanganmu.. Jujur saja, Roseanne.. Aku masih menyayangimu seperti dulu." Jisoo beranjak dari duduk dan berniat mengembalikan Jessy ke gendongan Jennie.
"Dan aku takut kehilangan Limario dan Ethan, Jisoo-ya.. Aku sangat menyayangi mereka.."
"Sudah ku duga, Roseanne.."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Immortal Love
Fantasy[MATURE CONTENT] [PRIVATE AVAILABLE] "Kau tau jika mereka tidak bisa bersatu?"