#15 Rain

1.1K 145 8
                                    

"Sudah panas seperti ini, kalian kenapa beradegan romantis begitu?" sindir penjual mawar itu sambil memberikan sekantung benih mawar yang Rose minta.

"Terima kasih benihnya, ini untuk benih dan bucketnya." senyum Limario memberikan beberapa koin emas pada pedagang itu dan pergi membawa Rose menjauh dari sorotan sinar mentari.

"Kau tidak apa-apa?" ucapnya dengan nada khawatir, dilihatnya jari itu sambil mengemutnya pelan. Darah Rose berdesir di sekitar tangannya saat hisapan Limario sedikit lebih kuat dari sebelumnya.

Ckkkk..

Bunyi decapan dari bibir Limario yang baru saja selesai 'menghisap' darah seorang gadis cantik itu berhasil membuat darahnya berhenti mengalir.

"Sudah sembuh.." senyum Limario dengan lebar, tapi Rose tetap terdiam, ia masih terdiam akibat perbuatan Light Elf tampan di hadapannya itu. Bibir merah mudanya yang sedikit terbuka membuat Limario mengenyitkan dahinya. "Roseanne.." tegurnya.

"Hah? Ahh iya.." Rose menggelengkan kepalanya pelan. "Sepertinya aku lapar, jadi tidak fokus padamu, maafkan aku.." jawabnya cepat dan kikuk.

"Iya iya, tidak apa. Kau mau makan siang?" tawar Limario. Perasaannya berbunga-bunga sekali seperti bucket yang ia pegang, tak bisa ia ungkapkan sampai-sampai manusia yang membuatnya seperti saat ini pun ikut bingung sendiri.

"Aku tau kedai roti yang menjual roti paling enak dan paling lengkap di sekitar sini." Rose menarik tangan Limario dengan segera, memaksa tubuh itu untuk mengikuti kemana ia pergi.

"Baiklah, bisakah kita jalan pelan-pelan?"

***

"Selamat siang puteri.." sapa O'nneil, lelaki bertubuh gemuk dengan janggut merahnya. Ia adalah dwarf paling terkenal di kota yang bisa membuat berbagai macam roti dan sangat enak untuk Rose.

"O'nneil, buatkan aku roti gandum dengan krim sup ya." senyum Rose, ia terlihat menggemaskan dengan rona merah di pipi chubbynya.

"Hanya satu? Dimana kakakmu itu? Biasanya kau kemari bersama kakakmu." O'nneil mengambilkan 2 roti gandum untuk Rose dan menuangkan 2 sendok besar krim sup panas ke dalam mangkuk. "Kau datang dengan siapa hari ini?"

"Hmm ada, teman.." Rose tertunduk, ia menatap kakinya sendiri saat tangannya sedang menahan berat tubuhnya.

"Teman? Siapa? Tumben sekali kau mengajak temanmu.."

"Pesananku, jangan lama-lama ya.." potong Rose cepat.

"Baiklah, tuan puteri.." O'nneil mengangguk pelan, tatapannya menyeringai dan penuh tanda tanya.

"Aku duduk di pojok sana ya." Rose pun pergi dari meja O'nneil dan menghampiri Limario yang terduduk di meja yang ada di sudut ruangan, ia menatap ke arah jendela, langit cerah mulai berubah.

"Tadi cerah tapi sebentar lagi akan hujan.." Limario terkejut saat wajah gadis kesayangannya itu tiba-tiba menatapnya dari jarak yang sangat dekat. Ia segera menarik tubuhnya mundur perlahan dengan tatapan yang tidak beranjak dari tatapan mata Rose.

"Apa?" Rose menatap Limario dengan aneh.

"Tidak tidak." ia menggeleng cepat, membenarkan rambut cepaknya, sambil menutupi rasa malu.

"Roseanne.. Ini.." O'nneil menyimpan sepiring roti gandum dan semangkuk krim sup. "Ternyata kau bersama pangeran tampan ini.." seringai O'nneil saat Limario menutup wajah tampannya dengan kedua tangannya sendiri.

"Ahh aku malu.." pekik Limario seperti seorang wanita. Rose tertawa pelan dan menyandarkan kepalanya di bahu Limario.

"O'nneil, kalau aku dengannya, cocok tidak?" Dari balik persembunyiannya, Limario hanya tersenyum malu, kenapa Rose bisa bertanya itu pada O'nneil.

"Kapan kalian menikah?"

"Belum!!" Limario segera membuka kedua tangannya, mengambil sepotong roti dan mencelupkannya ke dalam krim sup. "Ini enak.." belum juga ia mencicipi roti itu, Limario sudah memujinya. "Ini enak sekali.." ia memakan roti itu dengan lahap sampai mulutnya penuh dan susah untuk mengunyah.

"Ada ada saja.." lelaki berjanggut itu pergi sambil tertawa.

***

Seharian mereka menghabiskan waktu bersama, makan siang, makan malam, bermain kartu, saling tebak kata, bercanda ria, seharian itu mereka melakukan hal-hal sederhana yang biasa mereka lakukan, hanya saja terhenti karena mereka harus terpisahkan.

"O'nneil, terima kasih atas makanannya." Limario mengeluarkan beberapa koin emas dari sakunya, membayar apa sudah mereka makan dan pergi.

"Masih hujan.." Hujan deras mengguyur kota sejak tadi siang, langit sudah gelap dan mereka tak tau harus kemana.

"Kau pulang saja, akan aku antar.." Limario menatap Rose lekat-lekat, tapi gadis itu menggeleng.

"Jangan, kau akan dalam bahaya jika kau pergi ke istana." Rose mengelus dada bidang Limario, berpindah ke tengkuknya, kemudian mengelus garis rahang lelaki itu pelan.

"Ya sudah, ayo kita pulang." Limario memaksakan diri untuk pulang.

"1.. 2.."

"3..!!" mereka berlari di bawah guyuran hujan, dengan sisa tenaga mereka hari ini, Rose berhasil lari lebih cepat dari Limario, melewati persimpangan yang memisahkan jalan pulang mereka.

200 meter memisahkannya dari Limario, Rose menghilang di kegelapan malam. Tapi bukan Limario namanya jika ia tidak menantang ucapan kekasihnya sendiri. Tak mau kehilangan jejak, ia menyusul Rose berbelok ke arah kiri, menuju istana kerajaan Eques Terram.

***

"Roseanne!!" bentak Leon saat beberapa pelayan menyelimuti Rose menggunakan handuk. Tubuhnya basah kuyup seperti kucing kehujanan, ia menggigil dan mulai membiru.

"Sudah ku bilang, jangan pergi tanpa pengawalanku atau pun penjagaku!!" emosi Leon sudah sampai di ujung ubun-ubun kepalanya sendiri. Urat lehernya menegang dengan tangan yang mengepal erat ia membentak Rose seenaknya.

"Lihat sekarang!! Kau kehujanan seperti ini!! Nanti kalau kau sakit bagaimana?!" bentaknya keras.

"Leon!! Hentikan!!" Raja Ryuga memotong ucapan Leon. "Rose!! Masuk kamar!!" Rose hanya mendelik sinis pada Leon dan pergi ke kamarnya.

"Lagi pula jika aku sakit, aku tidak membutuhkan dirimu." jawabnya ketus.

"Apa kau bilang?!"

"Leon!! Sudah hentikan!!" Raja Ryuga berusaha melindungi putri bungsunya dan emosi Leon. Lelaki itu memang mudah tersulut emosi, apapun bentuknya, ia selalu menanggapinya dengan kasar.

***

Limario tak kalah menggigil dengan Rose, ia berusaha memanjat dinding batu yang menanjak terjal menuju kamar Roseanne.

"Kalau aku salah kamar, matilah aku.." dengusnya sambil meraih jendela kayu yang tertutup. Ia membukanya pelan dan beruntungnya jendela itu tidak terkunci. "Gelap pula, bagaimana aku tau ini adalah kamarnya.." Pangeran itu melangkah masuk dengan air hujan yang mengalir deras dari bajunya, di tutupnya kembali jendela kamar sang putri dan melangkah pelan ke arah pintu.

"Aku benar-benar tidak sudi jika harus menikah dengannya!!" Rose berjalan cepat ke kamar tidurnya, mengeluarkan kunci dari saku bajunya dan membukanya cepat.

Ceklekk..

"Roseanne.." suara lirih itu membuat Rose ingin menjerit kencang.

"Hmmmppphhh.."

"Ini aku, Limario.." Tangan Limario menutup mulut Rose dengan erat, ia menutup pintu kamar Rose, menguncinya dan mendorong tubuh Rose menatap ke arah dinding. "Tenanglah.."

***

Immortal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang