#26 Choke

880 130 5
                                    

Limario enggan di bantu oleh Jisoo meskipun adiknya itu berusaha menahan tubuhnya agar tidak jatuh saat ia berjalan. Rasa sakit di sekujur tubuhnya belum hilang sama sekali, terkadang pandangannya berkunang-kunang, sakit kepala dan ia tak berhenti meringis ketika salah satu bagian tubuhnya yang terluka tak sengaja tersentuh.

Jisoo mengambilkan Limario kursi dan membantu kakaknya duduk perlahan disana dan dengan sikap yang sama, Limario menepis tangan Jisoo dengan kasar.

"Dia tidak merespon, hanya saja Thorin merasakan ia bernapas meskipun pelan. Nadinya masih lemah dan kami berharap dia kembali pulih sepenuhnya jika kau disini menemaninya." jelas Jisoo yang melihat sang kakak masih menatap sendu istrinya yang terbaring lemah dengan wajah pucat. Jisoo memberikan segelas air tapi Limario tak meresponnya, bahkan menatapnya pun tidak, ia masih memperhatikan Rose sambil berusaha meraih tangannya pelan tapi tangannya pun terasa lemas. Jisoo mendekatkan tangan Rose dan membuat Limario memegangnya. Ia benar-benar membantu Limario saat ini meskipun beberapa saat yang lalu ia begitu marah padanya.

"Dia bisa minum susu setiap hari, karena Thorin bilang ia tidak akan mengunyah makanannya tapi ia butuh asupan untuk tetap bertahan saat ini. Aku dan Thorin tidak tau sampai kapan Rose akan seperti ini, kalau kau mau tidur, kau bisa tidur disini dan menjaga Rose setiap saat. Untuk urusan lain, biar aku dan Thorin yang mengurusnya, oh ya, Jennie juga sudah memasuki bulan lahirnya jadi aku akan sering meninggalkanmu, aku akan meminta pelayan yang lain untuk menjagamu juga, kalau Ethan biar denganku saja." Limario mendengarkan penjelasan Jisoo dengan jelas tapi ia tak berniat untuk menjawabnya.

"Aku akan pergi, kalau ada apa-apa panggil aku saja. Aku akan mengirim seorang pelayan kemari, tunggu." Jisoo pun melangkah pergi meninggalkan sang kakak dan Rose yang masih sama-sama saling terdiam.

***

Limario masih terduduk sambil menggenggam tangan sang istri, sudah 1 jam ia hanya termenung dan terdiam meskipun seorang pelayan sudah duduk di belakangnya dan memperhatikan mereka.

Darah segar perlahan menetes dari hidung Limario dan lelaki itu membiarkannya, ia tidak peduli dengan darah yang terus menetes membasahi baju dan lantai kamarnya. Ia menangis terisak, ia tak tau harus berpikir apalagi, apa yang bisa ia lakukan jika dirinya saja sedang seperti ini.

"Pangeran.. Pangeran ti-.. Astaga.." pelayan itu mengambil air hangat dan sebuah kain, membersihkan darah yang mengalir dari hidung Limario.

"Buatkan Rose susu." pinta Limario seketika.

"Hah?"

"Buatkan." pelayan itu mengangguk dan memasukan sebuah kain ke hidung Limario, berusaha menahan darahnya dan pergi sesuai dengan perintah sang Pangeran.

"Roseanne.. Bangunlah.." bisik Limario lirih.

"Ini tuan." Limario mengambil segelas susu dari tangan pelayan itu dan mulai menyendokan susunya ke dalam mulut Rose. Pelayan itu membantu merubah posisi Rose menjadi terduduk.

"Buatkan Rose susu sesuai dengan jam makan." Limario terlihat lucu dengan kain yang menempel di hidungnya.

Uhukkk..

"Dia tersedak, tuan.." ucapnya panik. Limario memberikan gelasnya dengan segera dan membantu menepuk punggung Rose perlahan.

"Dia tersedak?" Limario menarik tubuh Rose ke dalam pelukannya, masih terasa jika wanita itu sangat lemas dan seakan tidak bernyawa, tapi napasnya teratur dan bahkan ia bisa tersedak.

"Ambilkan air dingin." suruh Limario yang segera di turuti oleh pelayan itu. Ia berlari cepat keluar ruangan dan membawakan apa yang Limario butuhkan. "Rose.." Limario berusaha membuat Rose tersadar tapi sepertinya wanita itu masih tetap sama, ia diam begitu saja.

"Pangeran.." pelayan itu memberikan air yang di minta. Limario mencelupkan jarinya sendiri dan langsung menariknya seketika.

"Kau gila?! Ini airnya dingin sekali!!"

"Katanya minta air dingin.." bela sang pelayan. Limario mencoba memasukan jari Rose ke dalam air, ia melihat jika dahi istrinya itu berkerut, Limario menyeringai dan gemas menunggu Rose merespon lebih, tapi ia hanya seperti itu terus sampai Limario menarik tangannya keluar dari air dan menghangatkannya.

"Tidak berhasil." dengus Limario.

"Nanti di coba lagi Tuan." pelayan itu melihat Limario kembali menidurkan Rose dan pergi dengan susah payah keluar ruangan. "Mau kemana?"

"Pipis.." ucapnya datar.

***

Jisoo mengantarkan nampan berisikan makan malam untuk sang kakak ke kamar dimana Rose istirahat. Ia melihat Limario sedang berdiri di dekat jendela sambil menikmati angin malam yang semilir menerpa wajahnya yang masih terluka parah karena ulahnya.

"Kak.." Limario menoleh pelan ia melihat kedatangan Jisoo yang segera duduk di sebuah sofa. "Makan malam dulu." suruhnya. Jisoo duduk dengan manis sambil memangku nampan itu, berharap sang kakak mau berjalan menghampirinya.

Dan benar saja, Limario berjalan terpincang-pincang menuju sofa yang di duduki oleh Jisoo. Ia duduk di samping adiknya dan menghembuskan napasnya dengan kasar saat ia berhasil menahan rasa sakitnya saat ia berjalan tadi.

Jisoo memberikan segelas air yang segera di minum oleh Limario, kemudian piring makannya. Jisoo meninggalkan Limario yang berusaha makan sendiri meski dengan susah payah untuk membuka mulut yang terlihat membiru karena luka di sudut bibirnya.

"Kau mau minum teh manis hangat?" Jisoo menunggu sang kakak merespon tawarannya, Limario hanya mengangguk dan sang adik segera membuatkannya. Ia sebenarnya tak menaruh rasa marah sedikit pun pada Jisoo, sang adik patut menghajarnya karena sudah membuat semua orang yang ada di kerajaan ini menjadi panik dan khawatir jika sesuatu yang buruk menimpa Rose hanya karena eksperimennya ini. Tapi setelah Rose di ketahui masih bernapas dan dia pun tersedak tadi siang, perasaan khawatir sedikit berkurang dan lebih berpikir positif jika Rose masih hidup.

"Ini Kak." Jisoo datang dengan nampan berisi segelas besar teh manis hangat dan segelas susu cokelat. "Sudah waktunya Rose minum susu." ingatnya lagi, Limario mengangguk paham dan menghabiskan sisa makanannya. "Kak, aku sempat tak percaya jika tadi kau menemukan Rose sedang tersedak saat meminum susu dan wajahnya merespon saat tangannya kau masukan ke dalam air dingin. Aku sungguh tidak menyangka itu akan terjadi." senyum Jisoo simpul, Limario bisa melihat jika Jisoo terlihat senang dengan kabar itu dan ia pun sama-sama senang sejujurnya.

"Terima kasih makan malamnya." ucap Limario sambil memberikan piring dan gelas teh manisnya pada Jisoo.

"Ahh.. Iya, kalau kau butuh apa-.."

"Limario.."

Limario segera bangkit, ia seketika tak pincang lagi. Ia terkejut saat seseorang memanggil namanya, Jisoo yang merasa mendengar nama sang kakak di panggil segera menyimpan nampan yang ia pegang di meja dan mendekati sang kakak yang sudah menggenggam erat tangan Rose.

"Jisoo-ya.. Dia memanggilku." Limario meremas tangan Rose, ia menunggu Rose membuka mata. Terlihat raut wajah Rose, dahinya berkerut berusaha membuka mata tapi ia seakan tak bisa dan hanya mengigau dengan menyebut nama sang kakak. Mereka berdua hanya bisa bergidik ngeri dan menelan liurnya sendiri, apakah dia benar-benar masih hidup?

***

Immortal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang